-003-

4.1K 125 3
                                    

Amarlic yang merasa sedang diperhatikan pun membalas tatapan Erlina dengan sorotan tajamnya. Tubuh Erlina seakan kaku karena malu sudah terciduk. Akhirnya, Erlina harus mengakhiri rasa malunya dengan berpamitan pulang.

Erlina beranjak dari duduknya, "kek, Nek. Aku pulang, ya, kuenya jangan lupa dimakan." Jonathan dan Rebecca pun ikut berdiri.

"Baiklah, Nak. Hati-hati, ya," pesan Rebecca yang dibalas anggukan oleh Erlina.

"Mau diantar pulang, Nak?" tanya Jonathan. "Tidak perlu, Kek. Saya bisa pulang sendiri. Amarlic, aku pulang,  ya," pamit Erlina.

Erlina pun melangkahkan kakinya meninggalkan ruang tamu dan tiba-tiba langkahnya terhenti setelah mendengar suara Amarlic. "Aku akan mengantarmu," ucap Amarlic.

Seakan jantung Erlina memompa lebih cepat, Erlina pun membalikkan tubuhnya kembali, "ba-baiklah.

🗽🗽🗽

Keheningan dan  rasa canggung meliputi Erlina dan Amarlic di dalam mobil. Tiba-tiba Amarlic menepikan mobilnya di tepi jalan.

Erlina menoleh ke Amarlic, "mengapa berhenti?"

Amarlic tidak menjawab pertanyaan dari Erlina. Ia malah mendekatkan dirinya ke Erlina. Menepis jarak yang ada di antara mereka. Semakin dekat semakin terasa hembusan nafas Amarlic di wajah Erlina, aroma parfum yang khas menyeruak di indra penciuman Erlina, membuat sang empu menahan nafasnya.

Apakah Amarlic akan melakukan itu? Apa dia sudah memiliki perasaan padaku?, batin Erlina menerka-nerka.

"Jangan lengah jadi perempuan," celetuk Amarlic setelah memasangkan seat-belt untuk Erlina.

Erlina membuka matanya yang sempat ia pejamkan. Ia menghembuskan nafasnya berat, lalu tersenyum hangat diperlakukan seperti itu. Meskipun tak seperti yang ia bayangkan. Amarlic melirik Erlina sekilas yang masih tersenyum seraya menyentuh dadanya yang sesak karena merasa begitu bahagianya.

Mengapa aku tidak asing dengan senyuman itu, mengapa sangat persis dengan ..., batin Amarlic yang kembali fokus menyetir.

"Amarlic, makasih, ya." Amarlic menoleh sekilas dengan wajah bingungnya, "untuk apa?" tanya Amarlic.

"Sudah memasangkan seat belt-ku," sahut Erlina dengan senyuman yang khasnya.

"Hmm, terima kasih juga," balas Amarlic dengan tatapannya yang tetap fokus ke arah depan.

"Untuk apa?" tanya Erlina dengan nada polosnya. "Untuk nenek dan kakekku," jawab Amarlic.

"Iya, sama-sama." Erlina tidak dapat menahan senyum di wajahnya.

🗽🗽🗽


"Bu, aku pulang!" ucap Erlina sesampainya di mansion Ameera.

"Kau sudah pulang sayang?, bolu nya ada di meja ruang makan. Ayo dimakan, Chell," suruh Ameera. I langsung melenggang pergi untuk mencuci tangannya yang kotor seusai membersihkan dapur.

"Iya, Bu." Erlina pun duduk di ruang makan. Ia mengambil satu potongan bolu, "hmm, the cake is very delicious, Mom."

Ameera menghampiri Erlina dan mengusap kepala Erlina dengan sayangnya, "sudah makanlah dahulu. Ibu ingin istirahat, ya," ucap Ameera.

Erlina menganggukan kepalanya,  "iya, Bu."

Ameera pun menaiki anak tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua, tepatnya paling ujung. Ya, lantai pertama hanya ada kamar pembantu, dapur, ruang makan, ruang tamu dan ruang keluarga.

Erlina sangat bosan di mansion ini. Steven William Jackson pun tak tahu keberadaannya, dia sepertinya kerja paruh waktu di toko kue pada malam hari.

Semenjak Ameera dan Stanford bercerai. Stanford?, dia ayah kandung Steven. Steven bekerja lebih keras untuk mencukupi kebutuhannya. Ia bekerja bukan berarti ia kekurangan, Steven hanya ingin belajar mandiri dan ia merasa puas jika dapat menghasilkan sesuatu dari hasil kerja kerasnya.

Sedangkan Ameera masih menjalani bisnis kafe nya. So, jika ia diceraikan, Ameera tak akan pernah kelaparan.  Erlina memanggil Meiji, yaitu wanita paruh baya yang bekerja sebagai pelayan di mansion ini.

"Bi, tolong rapikan ini ya!" Titah Erlina seraya menunjuk ke meja yang berantakan.

"Baik, Non," balas Meiji.

Erlina memutuskan untuk ke kamarnya, ia menaiki tangga menuju kamarnya. Namun, di tengah perjalanan tiba-tiba benda pipih berdering di saku belakang celana Erlina.  Erlina pun melihat ponsel nya, dan tertera lah nomor yang ia tidak kenali. Ia mencoba menjawab telepon itu.

"Who?"

"Ternyata kamu sudah lupa denganku."

"Memangnya anda siapa?"

"Teman SMA kau Erlina, Fransisco Tueson."

"Oh my god, Frans"

"Hmm, apakah kita dapat bertemu?"

"Where?"

"Salt lake city, aku akan menunggumu."

"Okay, wait me."

Erlina berlari ke kamarnya  dengan perasaan senang dan terlihat sangat bersemangat. Ia langsung bergegas mengganti pakaiannya. Erlina mengenakan jaket kuning dan celana pendek hitam di atas lutut. Tidak lupa rambut yang diurai dengan sedikit poni.

Erlina turun ke bawah dan langsung pergi saja. Padahal ia ingin izin terlebih dahulu, namun ketika Erlina melihat Ameera ke kamarnya. Ia tidak tega karena Ameera begitu pulas saat tertidur.

🗽🗽🗽

Ada seseorang laki-laki yang telah duduk terlebih dahulu. Lelaki itu melambaikan tangannya dari kejauhan. Siapa lagi jika bukan teman SMA Erlina, Fransisco Tueson yang sekarang tinggal di Meksiko.

"Hai Erlina, I very miss you," ucap Fransisco seraya memeluk Erlina dengan erat.

"Miss you too, Frans." Erlina membalas pelukan dari sahabat ekaligus mantan pacarnya itu.

Fransisco melerai pelukannya, "duduk, Lin.  How are you?" tanya Fransisco ketika sudah duduk di hadapan Erlina.

"I'm fine, bagaimana denganmu?" sahut Erlina dengan tatapan yang sangat menenangkan hati, pikir Fransisco.

"Aku baik," jawab Fransisco. Ia menyodorkan daftar menu pada Erlina, "kamu mau pesan apa?"

"Sama seperti kau saja,"j awab Erlina dengan nada santainya. Masih sama seperti dahulu, pikir Fransisco. 

"Baiklah, excuse me," panggil Fransisco seraya melambaikan tangan ke arah pelayan restoran.

"Saya mau pesan vanilla late dua, dan steak meat dua," pesan Fransisco ketika pelayan menghampiri meja mereka.

"Mohon di tunggu sebentar, saya permisi Tuan, Nona," ucap pelayan itu, lalu melenggang pergi.

Beberapa menit kemudian pesanan mereka berdua pun datang. "Erlina, mengapa kau melamun terus?, makanlah nanti dingin," protes Fransisco ketika melihat Erlina yang tampak melamun kan sesuatu.

Membuat Erlina mengedipkan matanya beberapa kali. "Ah iya, kau kuliah di mana Frans?" tanya Erlina.

"Aku kuliah di Universitas Fresnito Meksiko--imajinasi sendiri," jawab Fransisco. "Lalu bagaimana dengan mu?" tanya Fransisco.

Erlina membersihkan bibirnya menggunakan tisu. "Aku kuliah di Universitas Denver--imajinasi sendiri."

"Oh seperti itu," timpal Fransisco. Aku selalu kehabisan kata-kata ketika bersama Erlina, pikir Fransisco.

TBC ...

Jangan lupa follow, comment, and share yups :)
Mohon kerja samanya ya, jika ada typo tolong beritahu author di kolom komentar.
Makasih atas bantuan vote, comment, follow akun author, dan share cerita ini...

Love you readers😍

My Conglomerate Husband (Completed✔)Where stories live. Discover now