MHC 24

711 39 2
                                    

"Apakah kau, Erlina?" tanya seseorang wanita. Terlihat sepasang pria dan wanita itu menghampiri Erlina yang sedang kebingungan ia berada di mana.

"Ya, aku Erlina, anda siapa?" tanya Erlina pada kedua orang di hadapannya. "Kau Erlina anakku, ini mamah sayang, Mamah Anatasya. Dan ini papah mu—Andrew, Nak," terang Anatasya.

"Apakah benar kalian orang tuaku?" tanya Erlina tidak percaya. "Iya, Nak, aku papah mu."  Andrew menatap sendu sang anak yang sudah beranjak dewasa.

"Maafkan aku, Mah, Pah. Karena aku, kalian meninggal, pasti kalian sangat membenciku ... hiks ...," ucap Erlina terisak. Andrew dan Anastasya pun membawa Erlina ke dalam dekapannya, agar ia dapat merasakan kehangatan cinta dari seorang papah dan mamahnya.

"Kami tidak pernah membencimu, Nak. Bahkan kami sangat menyayangimu," balas Anatasya. "Baiklah, bagaimana jika kita berjalan-jalan sebentar?" ajak Andrew ketika ia sudah melerai pelukannyam

"Benar kata papah mu, ayo, Nak," ajak Anatasya. Erlina pun menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Mereka bertiga pun berjalan dengan tangan yang saling baertautan.

Ketika di perjalanan, entah ini jalan menuju kemana. Gelap, sunyi dan dingin itulah yang dirasakan Erlina. Andrew pun membuka suaranya, "mengapa kau sampai ke sini, Nak?" tanya Andrew.

"Aku ingin istirahat, Pah, Mah. Aku lelah dengan lelaki yang aku cintai, tetapi nyatanya ia tidak mencintaiku ...," lirih Erlina seraya menatap kosong sekitarnya yang gelap, mencoba menerawang apa saja yang ia lakukan demi Amarlic.

"Apakah kau lelah dengan itu semua, Nak?" tanya Anatasya yang dibalas anggukkan oleh Erlina. "Kau menyerah?" tanya Anatasya lagi seraya menggenggam erat tangan putrinya yang ia rindukan.

"Ya, untuk saat ini dan selamanya aku akan berusaha melupakan Amarlic, Mah," pasrah Erlina dengan menundukkan wajahnya.  "Amarlic, nama yang bagus untuk lelaki tampan. Dan lebih tampan lagi jika ia bersanding denganmu, Nak. Hehe ...," gurau Andrew membuat Erlina tersenyum di dalam tundukkan nya.

"Pah," ucap Anatasya memperingati suaminya, jika ia belum selesai berbicara. Andrew mengajak anak dan istrinya untuk duduk di kursi yang panjang.

"Nak, mamah akan mengulang pertanyaan mamah, kamu benar-benar ingin menyerah?" tanya Anatasya. "Ya, tetapi aku tidak yakin jika aku bisa," sahut Erlina.

"Kau lelah, 'kan? Lelah, itulah tanda kebahagiaanmu akan datang. Percayalah pada mamah dan papah," tutur  Anatasya membuat Erlina menatap mata coklat Mamahnya.

"Namun, aku ingin ikut bersama kalian saja. Aku sudah tidak memikirkan apapun selain kalian, Mah, Pah. Lihatlah, waktu belum berjalan lama aku sudah tersenyum jika bersama kalian," sanggah Erlina seraya menggenggam tangan Andrew dan Anatasya.

"Jangan bicara seperti itu, Nak. Lebih banyak orang yang menyayangimu, kau bukan terlahir dari orang tua yang putus asa," imbuh Andrew seraya mengusap rambut putri bungsunya.

"Benar apa yang dikatakan papah mu, Nak. Kami menyayangimu, tetapi lebih banyak yang mengharapkan mu di sana," timpal Anatasya.

"Cukup, Nak, kami berdua harus pergi. Sudah waktunya kau kembali," tutur Andrew. Ia bangkit dari duduknya, lalu menggandeng tangan istrinya.

"Kembalilah, Nak ...,"lirih Anatasya. Erlina yang melihat itu pun menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kalian meninggalkanku lagi?!" Teriak Erlina.

"Kembalilah kepada kami jika kau lelah untuk kedua kalinya, Nak," cetus Andrew. "Tidaakk!!" Jerit Erlina ketika Andrew dan Anatasya menghilang begitu saja ditelan gelap.

"Pah ..., Mah ..., hiks ... " Erlina jatuh terduduk di tanah yang terasa sangat dingin.

"Erlina, Erlina," panggil seseorang dari balik cahaya. "Erlina sayang ...," lirih orang itu.

My Conglomerate Husband (Completed✔)Where stories live. Discover now