-009-

3K 79 2
                                    

Amarlic memperhatikan Erlina dari dalam mobil Ferrari merahnya. Kedua matanya melihat Erlina sedang berpelukan dengan seseorang yang jelas-jelas itu seorang laki-laki. Sepertinya, ia kenal dengan postur tubuhnya, tetapi siapa?

Amarlic pun memutuskan untuk turun dan menghampiri Erlina. Ia berdiri di sebelah Erlina yang tingginya hanya sedadanya. Dan hal itu membuat Erlina menoleh ke arahnya.

"Eh, Amarlic maaf, ya. Kau pasti lama menunggu," ucap Erlina. Amarlic tak menghiraukan perkataan Erlina, "ayo, pergi." Amarlic pun melenggang pergi meninggalkan Erlina.

"Iya," sahut Erlina pelan, tetapi masih terdengar oleh Amarlic.

Di dalam mobil yang hening, tanpa ada seseorang pun yang hendak mengeluarkan suaranya. Sibuk dengan pandangannya masing-masing. Erlina hanya terdiam dan memperhatikan jalan dari jendela mobil. Sedangkan, Amarlic fokus menyetir.

"Amarlic." Yang dipanggil pun hanya hanya berdeham. "Apakah aku boleh mengambil ponselku?" tanya Erlina memberanikan diri.

Amarlic yang mendengar itu pun langsung merogoh saku celananya, dan memberikannya pada Erlina, "ini ponselmu, aku tidak berniat sama sekali untuk tidak mengembalikannya," cetus Amarlic.

Erlina pun menerima ponselnya itu, "terima kasih." Erlina tersenyum hangat, membuat Amarlic melirik nya dari kaca spion depan mobil.

Mengapa senyuman Erlina sangat menghangatkan? Mengapa setiap senyumnya selalu melelehkan sifat dinginku? Tidak-tidak, aku hanya terobsesi dengan gadisku. Namun, mengapa senyuman mereka berdua bisa begitu mirip, pertanyaan itu terus berputar di otak Amarlic.

Amarlic melirik Erlina yang sedang sibuk menghubungi seseorang yang sedari tadi tak menjawabnya. "Siapa yang sedang kau hubungi?" tanya Amarlic membuat Erlina mengalihkan pandangannya dari ponsel untuk menoleh ke Amarlic yang sedang menyetir. Mengapa dia sangat-sangat tampan, hidung mancung, rahang kokoh, berkulit putih, tidak lupa bibir berwarna merah, tuhan aku tidak kuat, teriak Erlina dalam hati.

Erlina menggeleng-gelengkan kepalanya. Mencoba membuyarkan pikiran kotornya, "ah, a---aku sedang menghubungi ibuku," jawab Erlina gugup.

"Apa ibumu tak marah jika kau pulang larut malam?" tanya Amarlic tanpa menoleh sedikit pun kearah Erlina. "Mungkin tidak, kalau aku pulang di bawah pukul sembilan malam," terang Erlina.

" ... " Amarlic tidak menjawab apapun. Memang lelaki dingin itu sulit.

Keadaan dalam mobil pun hening kembali. Langit yang sudah gelap, lampu-lampu cantik yang  menerangi di setiap sisi jalan kota Las Vegas, menambah kesan suasana, hmm entahlah. Apa ini dapat dikatakan ngedate?

🗽🗽🗽


Tak lama kemudian mobil Amarlic memasuki pelataran mansion megahnya. Amarlic pun turun dari mobil, sedangkan Erlina hanya mengikutinya. Keduanya. mulai memasuki mansion. Ini  kedua kali nya untuk Erlina, masih ingat kan pertama kali nya kapan? Ya, benar sekali, yaitu ketika Erlina mengantarkan bolu panggang ke sini.

"Duduk," titah Amarlic ketika mereka sudah berada di ruang tamu.

" ... " Erlina hanya terdiam tak bergeming. Amarlic yang merasa tak ada jawaban pun melirik Erlina. "Mengapa?" tanya Amarlic  heran.

"Mungkin, aku akan langsung ke kamar nenek dan kakek saja," tutur Erlina balik. Erlina memberanikan diri untuk melihat  Amarlic, sorotan mata Amarlic yang tajam membuat Erlina memalingkan wajahnya kembali.

"Baiklah," jawab Amarlic. Ia memasukkan salah satu tangannya ke dalam saku celana, sedangkan yang satu memegang tasnya.

Tok ... tok ...

My Conglomerate Husband (Completed✔)Where stories live. Discover now