Bab 7 - Pamungkas Yogi

432 62 2
                                    

Moka sampai menoleh dua kali ke arah pintu kelas saat melihat cowok yang sedang berbicara dengan seorang teman kelasnya. Matanya mengerjap. Dia mengamati cowok itu dari atas hingga bawah. Benar itu dia. Dilihat dari mana pun, cowok itu adalah Yogi. Masalahnya, kenapa Yogi bisa muncul di tempat ini? Di sekolahnya, lebih tepatnya lagi depan kelasnya.
Jangan-jangan….
“Moka!”
Suara panggilan teman kelasnya memecah monolog di kepala Moka.
“Ya?” Moka membalas panggilan itu.
Teman sekelasnya itu berteriak di depan pintu kelas. “Dicari Yogi nih!”
Seketika perhatian penghuni kelasnya terfokus pada Moka dan pintu kelasnya. Mereka penasaran pada cowok yang mencari Moka. Tangan Moka gatal ingin menyumpal mulut temannya dengan penghapus papan tulis.
Moka menghampiri Yogi. Si pemanggil tidak bertanggung jawab itu sudah pergi entah kemana. Moka menatap Yogi tanpa ekspresi. Benar, dilihat dari jarak dekat, wajah cowok di depannya itu makin jelas. Jujur, Moka tidak mengharapkan akan bertemu dengan wajah itu lagi. Sepulang dari rumah Tante Nanik siang kemarin, Moka merasa tenang karena pikirnya itu adalah kali terakhir dia bertemu dengan cowok dengan ribuan jarum di bibirnya ini.
Saat pertemuan pertama mereka di taman, cowok itu mengenakan jaket sehingga Moka tidak memperhitungkan kemungkinan mereka akan satu sekolah. Sekarang jaket itu tidak ada sehingga Moka bisa melihat name tag di kemeja putih cowok itu. Pamungkas Yogi, nama itu tertulis di sana.
Entah ini kebetulan atau kesialan beruntun. Moka tiba-tiba merasa tenaganya terkuras habis begitu berada di depan cowok itu.
“Kaget?” Itulah kata pertama yang diucapkan oleh Yogi. Cowok itu menatap Moka dengan kedua mata bulatnya. Dia tampak santai.
Moka mengutuk sikap santainya itu. Curang. Sudah berapa lama dia tahu kalau mereka satu sekolahan?
Moka memutar kedua bola matanya. “Seandainya gue nggak tau seberapa nyebelinnya lo, gue pasti udah ngira lo stalker,” respon Moka.
Yogi terkekeh pelan. Moka mengerutkan kening. Setelah kata-kata nyinyir yang diucapkan Yogi dua hari kemarin, cowok itu bisa terkekeh? Kenapa emosi cowok itu gampang berubah-ubah? Moka merasa seolah dia berhadapan dengan cewek PMS.
“Gue mau ngomong bentar sama lo.”
“Ya, ngomong aja.”
Yogi melirik ke arah pintu kelas di mana ada beberapa cewek yang berdiri di sana dengan tampang penasaran. Yogi tidak mau pembicaraannya dengan Moka dicuri dengar oleh orang lain. “Nggak di sini.”
Mata Moka mengikuti arah lirikan Yogi. Dia bisa merasakan teman sekelasnya yang mencoba menguping pembicaraannya dengan Yogi. Moka sadar, di sekitarnya terlalu banyak cewek kepo tentang dirinya. Moka sudah biasa dijadikan buah bibir tapi tampaknya Yogi tidak. Cowok itu tidak nyaman dengan pandangan cewek-cewek di sekitarnya.
Pada akhirnya dia yang mengalah. Didahului dengan hembusan napas berat, Moka berucap, “Lalu mau ngobrol di mana?”
Yogi berpikir sebentar. Awalnya dia nggak menyangka kehadirannya di depan kelas Moka jadi pusat perhatian orang lain. Jadi dia mencari tempat lain yang lebih tenang untuk mereka berdua.
“Ikut gue,” ucapnya setelah menemukan tempat yang cocok.
Moka menoleh sebentar pada gerombolan cewek di pintu kelas. Mereka kaget, tidak siap dipergoki. Dengan sigap mereka mengalihkan pandangan. Moka berdecak lalu menggeleng pelan. Tidak mau berlama-lama, dia menyusul Yogi yang sudah meninggalkannya duluan.

**

Gold DiggerWhere stories live. Discover now