Bab 26 - Kotak Kenangan

328 51 3
                                    

MOKA merasa harus melakukan standing applause atas sikapnya kemarin. Dia begitu hebat bisa menunjukkan senyuman manis saat mengucapkan perpisahan dengan Yogi. Karena saat dia mengingat kejadian sore itu, dia merasakan sesak di dadanya. Terasa penuh dan ada yang menghimpit paru-parunya sehingga dia harus menarik napas dalam dan mengembuskanya dengan kasar. Berulang kali. Hingga sejak pagi Emy bertanya-tanya ada apa dengannya.
“Kenapa, Mo? Kok tiba-tiba berhenti?” Avin menghadap Moka yang bergeming. Mereka dalam perjalanan menuju ke parkiran tapi di tengah jalan Moka menghentikan langkahnya. Tatapannya tertuju pada gerbang sekolah. Avin mengikuti arah mata Moka. Dia menemukan seorang cowok yang akhir-akhir ini dekat dengan Moka sedang berdiri di samping gerbang. “Yogi?”
Ajaib. Seakan telinga Moka sensitif pada nama Yogi, dia langsung menoleh saat mendengar nama itu keluar dari bibir Avin. Jantung Moka rasanya seolah berhenti berdetak dalam sekejap. Namun setelahnya jantungnya memompa darahnya dua kali lebih cepat. Kenapa jantungnya bereaksi seperti itu? Padahal hanya karena nama Yogi yang disebut.
Hah, jantung gue norak, rutuk Moka.
“Kenapa lo berhenti? Jalan yuk, gue mau pulang.”
Avin tidak menjawab pertanyaan balik Moka. Pandangannya masih berada di gerbang sekolah di mana ada seorang cewek cantik yang tidak dia kenal berjalan mendekati Yogi. “Eh, cewek itu siapa, Mo?”
Moka yang bersiap berjalan, membatalkan langkahnya yang terayun ke depan. Dia tidak bisa menahan rasa penasarannya untuk melihat Yogi. Terakhir dia lihat Yogi masih sendiri, lalu cewek yang dimaksud Avin? Dia mencuri-curi pandang ke arah gerbang sekolah. Pemandangan yang tersuguh di depan matanya langsung membuatnya terpaku.
Benar-benar mengejutkan seluruh indranya.
Yogi tidak lagi sendirian di sana. Ada seorang perempuan yang sedang menempel pada lengannya dan memeluk pinggang Yogi. Mereka sangat mesra. Yogi sedang sibuk dengan ponsel di depannya sementara perempuan itu menempelkan kepalanya pada pundak Yogi. Sehingga Moka tidak bisa mengenali wajahnya.
Sesaat kemudian, perempuan itu menggerakkan kepalanya lalu menatap ke depan. Saat itulah Moka bisa melihat wajahnya. Walaupun dia sudah menebak siapa cewek itu, tetap saja dia terkejut. Dia mengenali wajah tersebut.
Rika. Ya. Moka sangat yakin bahwa yang dia lihat adalah Rika.
Pelukan Rika pada Yogi terlepas. Yogi berbalik. Moka panik, dia tidak mau kepergok sedang mengamati sepasang kekasih itu. Makanya dia melanjutkan langkahnya menuju parkiran. “Lo mau ngantar gue pulang, nggak? Nggak jadi juga nggak apa, gue bisa pulang sendiri, Vin.”
“Iya… iya, Nona.” Avin menjajari langkah Moka. “Lo tau siapa cewek itu, Mo? Cantik banget.”
“Nggak. Tanya aja sama orangnya.”
Avin terkekeh. Mereka sudah sampai di tempat motor Avin diparkirkan. Moka langsung naik ke boncengan Avin. Sialnya Avin tidak segera menyalakan ponselnya. Dia sibuk mengotak-atik ponselnya. Ketika Moka melongok ke ponsel Avin lewat pundak cowok itu, dia melihat Avin sibuk menontoni stories Instagram teman-temannya. Ingin rasanya Moka menggeplak kepala Avin saat ini.
Baru saja dia ingin mengomel pada Avin, dia melihat Yogi yang masuk ke area parkiran. Cowok itu tidak sadar telah melewati motor Avin. Mona menelan ludahnya dengan susah payah. Entahlah, dia tidak mengenali perasaan apa yang tiba-tiba mencubit relung hatinya. Baru kali ini dia merasakan hal semacam ini. Dan, dia hanya merasa bodoh.
“Gi!”
Jantung Moka mencelos, rasanya seperti jatuh ke perutnya. Avin dengan tiba-tiba memanggil nama Yogi. Moka mengumpat dalam hati, sejak kapan Avin dan Yogi saling mengenal?
Moka sempat melihat Yogi yang celingukan mencari si pemanggilnya sebelum dia menunduk dan bersembunyi di balik badan Avin. Berharap Yogi tidak menyadari keberadaannya. Dia duduk menyamping sehingga mempermudahnya untuk menyembunyikan wajahnya.
“Hari ini gantian gue yang ngantar Moka balik ya.”
Terima kasih pada Avin, semua upayanya ‘ngumpet’ di balik badan Avin terbongkar begitu saja. Oh, sekarang dia tahu maksud dari Avin yang tidak segera pergi dari parkiran. Ternyata cowok itu sengaja menunggu Yogi dan sengaja menyapa Yogi. Pintar sekali! Dapat ide cemerlang dari mana sih?
Moka tidak mendengar suara apa pun dari Yogi. Dia juga enggan mengintip untuk mengetahui reaksi Yogi. Yang dia lakukan tetap menunduk, menatap simpul tali sepatunya. Tak lama kemudian dia mendengar suara motor Yogi—Moka hapal dengan suara motor itu karena dia sudah sering dibonceng Yogi.
Ketika suara itu mendekat, Avin berseru, “Yo!”
Sementara Moka baru mengangkat kepalanya ketika motor Yogi sudah keluar dari parkiran. Dia menepuk pundak Avin keras. “Pulang!”
Avin tergelak, membuat Moka makin geram.

**

Motor Avin berhenti di sebuah restoran cepat saji. Dahi Moka langsung mengernyit. “Gue mau pulang. Kenapa lo bawa ke sini sih?”
Selama dibonceng Avin, Moka terlalu sibuk melamun hingga tidak sadar arah motor Avin yang membawanya pergi.
“Lo sih, kebanyakan melamun jadi nggak dengar pas gue bilang kalau gue lapar dan mau mampir makan dulu. Lo bisa pesen es krim biar nggak bete, oke?” Avin berjalan santai memasuki restoran, meninggalkan Moka yang masih berdiri di parkiran, mencerna ucapan Avin.
Bete?
“Siapa yang bete sih?” gerutu Moka.
Pada akhirnya dia memesan es krim juga karena makanan lain tiba-tiba tampak tidak menarik. Avin memakan nasi ayam yang terhidang di depannya dengan lahap. Sesekali dia melirik pada Moka yang memakan es krimnya lalu tersenyum tipis. Moka melotot, meminta penjelasan dari senyum itu.
“Masih bete?” tanyanya begitu selesai mengunyah.
“Siapa yang bete sih?” Dia mengulang pertanyaanya ketika di parkiran.
“Elo!” Avin menunjuknya dengan tangan belepotan saus.
“Kenapa juga gue bete?”
Seketika Avin tertawa keras sampai dia tersedak. Avin menenggak minuman sodanya. “Ternyata gue lebih mengenal lo daripada lo sendiri, Mo. Gue tersanjung jadinya.”
“Vin, lo mulai nyebelin. Kenapa juga lo bisa bilang gue bete? Perasaan gue biasa-biasa aja.”
“Biasa kata lo? Kelihatan, Mo. Gue nggak pernah nyangka lo bisa punya reaksi kayak tadi. Pas gue panggil Yogi, lo ngumpet di balik punggung gue.” Avin terbahak-bahak.
Moka langsung menyumpal mulut yang tengah tertawa puas itu dengan kentang goreng. Avin terbatuk-batuk karenanya.
“Yogi tadi kayak pengin ngomong sesuatu tapi nggak jadi, Mo.”
“So?” Moka memasang wajah tidak tertarik.
“Jadi… siapa cewek tadi? Gue yakin lo kenal.”
“Pacarnya!”
“Eh, seingat gue, pacarnya Yogi itu elo, Mo. Masih anget gosip kalian di sekolah.”
“Nggak lagi.” Moka menyendok es krim dengan lelehan coklat yang digenggamnya. “Sekarang gue bebas lagi.”
Avin mengembuskan napas. Dia tersenyum tipis lalu menepuk pelan punggung tangan Moka yang tidak lagi menggenggam es krim.

**

Gold DiggerWhere stories live. Discover now