Bab 21 - Kekhawatiran Yogi

309 57 1
                                    

“Kenapa lo nggak bilang sih kalau alergi seafood?”
Yogi duduk bersila di karpet kamar Moka. Dia menatap Moka dengan tajam sembari menunggu Moka memberikan alasan logis atas tingkahnya malam itu. Cewek itu sudah memakai piyama tidur dan bergelung di dalam selimut.
“Gue nggak mau rusak rencana lo, Gi,” ucap Moka lirih.
“Bukan berarti lo jadi menomorduakan kondisi lo, Mo. Gue nggak ngerti jalan pikiran lo,” protes Yogi.
Moka sudah jengah mendengar protes Yogi. Sepanjang dari restoran menuju rumah, cowok itu mengulang-ulang kalimat yang sama. “Gue yang alergi, kok lo yang ribet sih, Gi? Gue udah minum obat, udah dioles salep juga. Lagi pula gue udah setuju soal double date ini. Ya, gue harus konsisten dong. Mana bisa gue pergi gitu aja.”
“Tapi kalau lo bilang kalau lo alergi seafood kan kita bisa ganti tempat, Mo. Kondisi lo lebih penting ketimbang makan malam sama Rika. Emang double date ini udah lo setujuin tapi bukan berarti lo diam aja tentang alergi lo! Acara ini bukan tentang gue dan Rika aja. Lo juga di dalamnya. Dan, gue nggak akan tutup telinga kalau lo bilang lo alergi.” Yogi menatap Moka dengan pandangan bersalah. Matanya sayu. Kedua alisnya melengkung ke bawah.
Lidah Moka kelu. Dia tidak mendebat Yogi saat melihat kekhawatiran yang terpancar di kedua mata Yogi.
Jujur, di restoran tadi ketika melihat bintik-bintik merah di tangan Moka, Yogi sudah curiga. Dia tampak panik dan berulang kali bertanya kondisi Moka. Namun Moka berusaha untuk tenang. Hingga Moka tidak tahan lagi dan merasa sekujur tubuhnya gatal, tanpa perlu bertanya lagi Yogi tahu bahwa Moka punya alergi. Dia langsung membawa Moka pulang dan memakaikan jaketnya untuk cewek itu.
Moka tersenyum tipis saat mengingat bagaimana sigapnya Yogi di restoran tadi. Dia mengingat dengan jelas ketika Yogi menyelimuti tubuhnya dengan jaket lalu mengelus lembut pipinya yang memerah karena alergi. Seketika ada yang menggembung di dalam dadanya.
“Lo kenapa sih? Reaksi lo berlebihan. Nggak kayak Yogi biasanya. Ini cuman alergi. Sekarang yang penting adalah lo harus hubungin Rika….”
“Pas gue lihat ada bintik-bintik di tangan lo,” Yogi memotong kalimat Moka. “Gue langsung lupa soal double date.” Tangan Yogi terulur untuk mengelus kepala Moka lembut.
Sentuhan itu membuat gelembung di dada Moka membesar. Dadanya terasa sesak seolah susah bernapas. “Gi…” panggilnya lirih.
Yogi menarik tangannya lalu menatap tepat di kedua mata Moka. “Kenapa lo nekat makan cumi itu kalau pada akhirnya cuman bikin gue khawatir gini? Jangan gini lagi, Mo. Biasanya lo cewek yang penuh pertimbangan tapi kenapa malam ini lo nggak mempertimbangkan kesehatan lo?”
Suhu tubuh Moka tiba-tiba meningkat. Dia merasakan pipinya memanas seperti sedang berada di depan perapian.
“Lo lihat sendiri hasilnya kan? Lo alergi. Semua jadi nggak beres.”
Lanjutan kalimat Yogi itu berhasil menormalkan suhu badan Moka. Dia memaksakan senyumnya untuk Yogi.
“Nggak sepenuhnya nggak beres, Gi.” Moka memiringkan badannya. Dari leher hingga ujung kakinya dibungkus selimut.
“Maksud lo? Hasil dari makan malam ini cuman lo dapat alergi, Mo. Gue minta, lain kali kalau lo mau merencanakan sesuatu, pikirin kondisi lo juga, Mo” Yogi menatap tepat di kedua mata Moka.
Sekali lagi. Sekujur tubuh Moka seperti diselimuti bola api. Badannya tiba-tiba menghangat dan desiran halus terasa di hatinya. Curang. Kenapa cowok itu begitu perhatian padanya di saat dia sedang sakit? Moka juga hanya seorang cewek yang gampang tersentuh dan mendadak jadi lemah ketika sakit.
Moka malu kalau harus mengakui bahwa jantung berdetak kencang saat ditatap oleh Yogi saat ini. Cowok itu… dia bisa begitu manis dengan orang yang baru dia kenal. Moka jadi penasaran bagaimana sikapnya jika Rika sakit. Pasti berlipat-lipat manis dan panik dari yang ditunjukkan pada Moka.
Rika, lo udah sadar kan kalau lo menyesal melepas cowok ini?
Moka menggelengkan kepalanya. Berusaha mengenyahkan segala rasa asing yang baru saja meliputi dirinya.
“Dia cemburu, Gi.”
“Ha?”
“Dari awal dia cerita masa lalu kalian padahal ada pacarnya di dekatnya. Lo pikir kenapa dia berbuat kayak gitu? Rika… dia cemburu, Gi.”
Yogi bungkam. Dia menatap Moka dengan emosi yang terserak.

**

Gold DiggerWhere stories live. Discover now