Bab 28

336 51 0
                                    


"PUTUS sama Yogi?"

Sontak Moka mendongak, menatap Emy yang duduk di depannya sekilas kemudian kembali fokus pada mangkuk soto ayam di mejanya.

Emy memangku dagunya pada kedua telapak tangan, menatap sambil terus memancing supaya Moka menghentikan aksi bungkamnya. "Lo nggak rugi putus sekarang? Sebentar lagi UTS gitu."

Moka menghela napas. Dia masih tidak memberi tanggapan. Pada akhirnya Emy hanya memandangi Moka yang menyantap sarapannya dengan lahap. Emy merasa dia menjadi makhluk tak kasatmata bagi Moka. Emy mulai sebal. Selama berstatus pacaran dengan Yogi, Moka tidak pernah cerita apa pun pada Emy. Tidak peduli seberapa besar rasa penasaran Emy atas sesuatu yang akan diceritakan Moka.

Moka selalu menjawab: nanti, Em, nanti. Hingga sekarang saat Moka putus dengan Yogi, temannya itu juga tidak bercerita sedikit pun. Sebenarnya dia dianggap teman oleh Moka atau bukan?

"Mo, lo bikin gue sebel, deh. Lo jadian nggak cerita, putus juga nggak cerita. Sampai gue taunya dari gosipan anak-anak lain." Emy melipat kedua tangannya. "Kemarin itu, gue lihat Yogi boncengin cewek. Itu siapa?"

"Rika, kan?"

Sebuah suara yang menyahut dari belakang kepala Emy, membuat Emy berbalik dan menengadah. Vara dan Sinta berjalan pelan menuju mejanya lalu berhenti tepat di tengah Emy dan Moka. Emy menatap Vara dengan muka penuh tanya sementara Moka melanjutkan sarapannya, tampak tidak terganggu. Seolah ada dua makhluk kasat mata menghampirinya dan dia malas menanggapi.

"Rika itu siapa?" tanya Emy.

Bukannya menjawab pertanyaan Emy, Vara malah menoleh pada Moka. Emy benar-benar tersinggung karenanya. Dia sudah sering mendapat perlakuan dingin oleh Moka dan dia sudah terbiasa, tapi tidak dengan Vara. Emy merasa bahwa dia adalah orang tidak penting yang tidak perlu tahu apa pun. Kalau tidak ingat soto milik Moka itu masih disantap, Emy pasti sudah mengguyur Vara dengan kuah soto. Seenaknya saja cewek itu mengabaikannya.

"Lo putus sama Yogi karena Yogi balikan sama Rika, kan?" ucap Vara.

Moka menjawab dengan menyeruput es tehnya. Emy menatapnya dan salut akan pengendalian emosi yang ditunjukkan Moka. Cewek itu benar-benar menganggap Vara tidak ada di sekitarnya.

Hebat.

Emy membatin dengan puas. Sukurin. Makan tuh dicuekin Moka.

Emy mengamati reaksi Vara. Cewek itu mati-matian menahan emosi. Kedua bola matanya membelalak dan tangannya terkepal.

"Rika itu teman SD gue. Dan gue tahu dia cuman main-main aja sama Yogi. Gue bisa bantu lo balikan lagi sama Yogi."

Kali ini Moka bereaksi. Dia menyurukkan mangkuk sotonya ke depan lalu menyeruput es tehnya hingga tandas. Dia berdiri dan memandang Emy. "Kenyang, Em. Balik ke kelas yuk."

Emy menatap Moka dan Vara bergantian, mengulum senyum lalu perlahan berdiri mengikuti Moka. Baru saja Moka ingin melangkah pergi, pundaknya ditahan oleh Vara.

"Heh! I'm talking to you."

"Apaan sih lo?" Moka menyentakkan tangan Vara di pundaknya. Risih.

Vara menahan diri untuk tidak terpancing pada sikap rese yang ditunjukkan Moka. Dia sedang ingin melakukan gencatan senjata dengan Moka demi membalas Rika. "Gue lagi berbaik hati sama lo. Gue bisa bantu lo balikan sama Yogi. Emangnya lo rela Rika ngerebut Yogi dan cuman dibuat main-main aja?"

Moka menghela napas berat. Dia menatap Vara tepat di matanya. "Asal lo tau aja, gue sama Yogi itu juga cuman main-main aja. Gue udah bosen jadi ya udahan. Trus hubungan lo sama Yogi itu sebenarnya apa sih? Kalau emang suka ya bilang jangan main jadi pengecut dengan bikin rencana mengadu domba gini. Lo nggak bisa jadiin gue alat. Mind your bussiness deh."

Gold DiggerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang