Bab 32 - Cringeeeey

521 57 2
                                    

“Gue nggak balikan sama Rika, Mo.”
Sontak Moka menatap Yogi. Ketika mendapati Yogi juga sedang memandangnya, dia langsung mengalihkan wajahnya. Pipinya bersemu merah karena matanya sempat bertubrukan dengan mata Yogi.
“Udah putus lagi?”
Yang dia terima justru kekehan dari Yogi. “Nyambung aja nggak kok putus lagi.”
“Tapi Rika bilang ke gue kalau dia….”
“Rika emang minta balikan,” potong Yogi. “Tapi lo nggak tanya apa jawaban gue dan seenaknya aja menyimpulkan sendiri.”
“Gue nggak perlu tanya karena Instagram lo udah menjelaskan semuanya.” Moka memutar kepalanya lagi. Dia menantang Yogi. “Lo hapus semua foto gue di situ. Bukannya lo pernah bilang kalau lo bakal hapus kalau kita udah selesai? Jadi gue nggak seenaknya menyimpulkan sendiri. Ada buktinya.”
Yogi tampak tidak gentar sedikit pun. Dia mengangkat kedua alisnya dan mengulum senyum. “Gue nggak ngerasa hapus foto lo di Instagram gue.”
Kedua alis Moka menukik. Dia mengambil ponselnya di tas ransel dan membuka Instagram. “Gue nggak buta, Gi. Lo hapus semua foto gue,” ucapnya sembari mengetikkan nama Yogi di ponselnya.
Ketika profile Yogi terbuka, perlahan foto di sana terbuka satu per satu. Mata Moka membulat lalu dia melempar ponselnya ke meja. “Apa-apaan itu tadi?”
Terdengar suara tawa dari Yogi. Moka menoleh dengan matanya yang membulat lebar dan wajahnya ngeri. “Apa itu?”
“Lo kan nggak buta, jadi bisa lihat sendiri itu foto apa,” jawab Yogi dengan enteng. Dia mengambil ponsel Moka lalu mengulurkannya pada pemiliknya.
Iya, Moka bisa melihatnya dengan jelas. Dua deret di Instagram Yogi terpampang fotonya dengan Yogi yang sedang berpose muka jelek dalam ukuran yang besar. Sekali lagi Moka memandang Yogi dengan wajah ngeri bercampur malu. “Norak! Hapus!”
Yogi menggeleng. “Lo tadi marah pas tau foto lo ilang dari Instagram gue. Sekarang ada lo malah minta hapus.”
“Tapi itu norak. Hapus, Gi! Kita kan udah nggak pura-pura pacaran lagi.”
“Gue juga nggak mau pura-pura lagi, Mo.” Yogi menatap lekat pada kedua mata Moka. “Perjanjian antara kita kan emang udah berakhir jadi lo emang nggak perlu lagi pura-pura pacaran sama gue, Gi.” Moka mengalihkan pandangannya supaya tidak menatap langsung pada mata Yogi.
“Yang hapus foto lo itu Rika, dan gue juga baru tau kemarin. Gue juga marah pas tau dia hapus foto lo. Tapi karena dia juga, gue jadi tau siapa cewek yang sebenarnya gue suka. Makanya,” Yogi mengeluarkan secarik kertas yang merupakan perjanjian mereka. “Gue nggak mau jadi pecundang sekali lagi, Mo. Kali ini gue nggak mau pasrah menerima keputusan sepihak yang lo bikin. Kali ini gue mau jadi penentu bukan penerima.”
Kemudian terdengar sobekan kertas. Moka menoleh. Kertas perjanjian mereka kini terbagi jadi beberapa sobekan.
“Gue setuju untuk mengakhiri perjanjian konyol ini, yang artinya gue udah nggak mengharap balikan sama Rika. Gue juga nggak mau diatur-atur masalah jadwal membimbing lo belajar. I’ll do what I wanna do.”
“Terserah. Itu juga bukan urusan gue.” Moka mengangkat bahunya. Kemudian dia teringat. “Jadi lo juga nggak berhak pasang foto gue di Instagram lo! Foto itu buat pura-pura pacaran sama gue. Dan perjanjiannya udah lo batalin juga!”
“Nggak,” tegas Yogi. “Gue nggak mau pura-pura pacaran sama lo itu artinya gue mau benar-benar pacaran sama lo. Tanpa embel pura-pura.”
“Hah?”
Seakan belum cukup membuat Moka terkejut, Yogi menambahkan lagi. “Dan karena UTS tinggal hitungan hari aja, gue bakal makin intens nemenin lo belajar. Suka nggak suka, gue bakal ke rumah lo tiap hari. Pas UTS juga, kita belajar bareng.”
“Gue nggak butuh, Gi.”
“Terserah. Yang pasti gue bakal datang ke rumah lo tiap hari. Kalau lo nggak mau belajar, gue tinggal panggil Ibu aja.”
Moka merengut. “Curang! Terus aja lo putusin semuanya sendiri. Gue kayak nggak ada pilihan lagi selain nurutin lo.”
“Gue emang nggak ngasih pilihan, Mo.” Yogi menyandarkan punggungnya di kursi sembari menikmati wajah Moka yang merah padam. Entah karena marah atau malu. Yang jelas kulit putih Moka bersemu merah, membuatnya makin menggemaskan.
“Aku suka sama kamu, Mo.” Akhirnya terucap juga pengakuan itu. Rasanya hati Yogi jadi lega. Hal yang mengganjal ketika dia bersama dengan Rika seolah menghilang bersamaan dengan kalimat itu.
Moka terdiam. Dia menatap Yogi dengan wajah datar. Namun rona merah yang tadinya menghias di pipinya kini menjalar hingga ke telinga. Apalagi mendengar perubahan kata yang digunakan Yogi. Gue-lo jadi aku-kamu. Seketika bulu kuduknya meremang. Moka berdiri lalu mengambil langkah cepat masuk ke rumahnya.
Saat melewati Yogi, dia sempat mendengar ucapan Moka. “Lo bikin gue merinding!”
Yogi tergelak.
“Pergi sana. Yang jauh!” seru Moka.
Yogi menahan tawanya. “Aku pulang dulu ya, Mo. Besok kita mulai belajar bareng lagi.” Yogi berdiri lalu melangkah ke pintu rumah Moka.
Moka berbalik lalu menjawab dengan ketus. “Terserah.”
Walaupun kalimat Moka sama sekali tidak manis, tapi melihat rona merah di pipinya, bagi Yogi saat ini sikap Moka sangat manis. Moka itu menggemaskan sekali.

**

Gold DiggerTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon