Bab 19 - Reaksi Pertama Datang

326 63 2
                                    

Reaksi Pertama Datang

VARA memasuki sebuah kafe sembari celingukan. Matanya memperhatikan setiap wajah pengunjung. Seseorang yang ingin dia temui sudah memberi pesan bahwa dia sudah menunggu di salah satu sudut kafe. Tak lama kemudian, sebuah tangan melambai pelan padanya. Seorang cewek dengan blouse tanpa lengan tersenyum di sofa kafe. Vara menghampiri temannya itu. Vara langsung duduk di hadapan temannya.

"Lama banget gue nggak ketemu lo."

Bersamaan dengan itu, seorang pelayan kafe mengantarkan dua gelas mojito untuk meja mereka. Setelah mengucapkan terima kasih, pelayan tersebut pergi. Vara mengerutkan kening melihat dua gelas di hadapannya. Dia baru saja datang jadi belum memesan minuman, apakah ada orang lain?

"Sorry, gue nggak bisa lama-lama, Var. Jadi gue pesenin lo minum sekalian. Nggak apa, kan?"

Kalau saja Vara tidak mengenal orang di depannya itu, pasti Vara sudah memarahinya. Namun orang yang bersamanya saat ini adalah salah satu teman SD yang memang begitulah sifatnya. Suka seenaknya dan mementingkan diri sendiri. Dia tidak pernah merasa terintimidasi dengan apa pun, makanya Vara tidak berkutik jika bersamanya. Dari SD hingga sekarang, Vara masih merasakan aura yang sama, dan malah semakin kuat. Ketika SD dulu, Vara selalu bersaing tentang kecantikan dengannya, dan Vara selalu kalah. Lalu sekarang, saingannya itu tumbuh menjadi cewek yang luar biasa cantik. Vara yakin temannya itu tahu akan hal itu makanya dia tampak angkuh.

"Kebetulan gue juga haus. Di jalan tadi panas," sahut Vara. Dia meminum mojitonya. Seketika kerongkongannya merasakan soda mengalir masuk menuju perutnya.

"Jadi soal yang gue tanyain kemarin itu gimana?"

Vara menatap temannya cukup lama. Tampak bahwa temannya itu tidak suka berbasa-basi atau sekadar bernostalgia tentang masa SD mereka sebelum masuk ke pembicaraan utama. Tentu saja, Vara ingat, temannya sudah mengatakan dari awal bahwa dia tidak punya banyak waktu.

Vara tersenyum kecut. Sekali lagi dia menahan emosi. Kalau saja bukan karena dia juga penasaran pada alasan apa yang membuat teman SD-nya itu tiba-tiba muncul di ponselnya dan menanyakan hal yang mengejutkan.

"Mereka pacaran. Gue udah tanya langsung. Dan gue dengar sendiri dari kalau mereka pacaran."

Temannya tampak tidak terkejut dengan penjelasan Vara. Berbeda dengan Vara yang sempat kehilangan kata-kata ketika mendengar sendiri dari bibir Yogi—walaupun lewat ponsel Moka—bahwa mereka pacaran.

"Dan siapa cewek itu sebenarnya?"

Vara berdecak. Mengingat sikap menyebalkan Moka tadi, membuat Vara harus mendinginkan kepalanya. Dia meminum mojitonya lagi. "Cewek itu hanya cewek matre yang suka main-main sama cowok. Selain itu sifatnya menyebalkan."

Temannya tersenyum geli. Kemudian sebuah tawa keluar dari bibir tipisnya. Dia menyandarkan punggungnya ke sofa lalu melipat kedua tangannya. "Lepas dari gue, dia pacaran sama cewek kayak gitu?"

Kening Vara berkerut kembali. Lepas? Temannya itu belum juga menjelaskan hubungannya dengan Moka atau Yogi. "Maksudnya?"

Sebuah tatapan tajam mengarah pada Vara. "Lo tau, Yogi itu cinta mati sama gue. Dan kemarin gue putusin dia. Gue yakin sekarang ini dia pacaran sama cewek matre di sekolah lo itu karena pengin bikin gue cemburu. Yogi bukan tipe cowok yang semudah itu dekat sama cewek. Hanya gue satu-satunya cewek di hidup Yogi. Dan gue bakal ambil Yogi lagi. Selamanya Yogi itu punya gue."

Vara terhenyak di sofanya. Dia menatap temannya yang kini mengarahkan pandangan ke pintu kafe. Dia melambaikan tangan lalu tersenyum lebar. "Sayang!" panggilnya.

Gold DiggerWhere stories live. Discover now