Bab 27 - Treasured Memory

325 56 2
                                    


Yogi menatap tumpukan buku latihan soal-soal Fisika di rak buku Gramedia. Dia teringat pada janjinya pada Moka untuk membeli buku contoh-contoh soal itu untuk mereka belajar. Apalagi UTS semakin dekat, tentu Moka butuh buku itu untuk latihannya. Namun Yogi belum sempat memenuhi janjinya itu karena secara tiba-tiba, Rika datang dan Moka pergi.

Tentang Moka, ada setitik amarah di dalam diri Yogi ketika secara sepihak Moka memutuskan untuk menghentikan perjanjian yang mereka buat. Saat keputusan itu diucapkan Moka, rasanya Yogi ingin marah tapi dia berhasil mengontrol dan memilih untuk diam saja, mengikuti apa mau Moka. Ingatannya jatuh pada saat Rika memutuskannya secara sepihak. Cewek... mengapa mereka suka mengambil keputusan seenaknya saja tanpa membicarakannya dulu dengan pihak cowok?

Masih tentang Moka, cewek itu kini kembali pada Avin. Bahkan Moka enggan menatapnya saat Avin menyapanya di parkiran. Yogi kehilangan kata-kata saat itu. Moka kembali pada Moka yang dulu suka bermain-main. Yogi mengembuskan napas panjang. Dia khawatir apakah Moka bisa belajar tanpa bimbingannya.

Pandangan Yogi masih tertuju pada sederet buku latihan soal. Pada akhirnya dia sibuk memilih buku mana yang sekiranya cocok untuk Moka. Dia membaca perlahan bagian belakang dan membuka-buka buku yang segelnya sudah terlepas. Untuk Moka, dia harus mencarikan yang ada kunci jawaban dan langkah-langkah pengerjaannya sekaligus.

"Kamu beli itu semua, Gi?"

Yogi menoleh. Rika menghampirinya dengan sebuah buku bertuliskan Matematika di sampul depannya.

"Nggak. Ini nanti aku pilih-pilih lagi."

Hampir saja dia lupa kalau dia bersama dengan Rika. Sepulang sekolah tadi, Rika secara mengejutkan mengabarinya kalau dia mau ke datang ke sekolah Yogi. Seolah belum cukup, dia meminta sesuatu yang membuatnya makin terkejut.

"Aku ingat Moka pernah bilang kalian sering belajar bareng. Pas sama aku, kamu nggak pernah ngajarin aku, Gi," ucap Rika begitu bertemu Yogi di gerbang sekolah. "Aku juga mau dibantu belajar kayak Moka." Dia merajuk.

"Tapi kamu kan IIS, Ka."

"Kamu masih bisa ngajarin aku matematika kan, Gi."

Maka Yogi tidak bisa membantah lagi. Jadilah dia pergi ke toko buku untuk membeli buku latihan bersama dengan Rika.

"Tapi kan kamu udah pintar, Gi. Ngapain beli buku sebanyak itu?"

Ucapan Rika membuyarkan lamunan Yogi. "Aku kan nggak tiba-tiba pintar juga, Ka. Perlu banyak latihan juga." Dia menyembunyikan niatnya yang membeli buku untuk Moka. Yogi akhirnya memilih tiga buku untuk dia beli. Matematika, Fisika, dan Kimia. Tiga pelajaran itu adalah musuh besar Moka. Dia memandangi Rika. "Kamu beli itu aja?"

Rika mengangguk. Yogi mengambil buku yang dibawa Rika lalu memasukkan ke dalam kantung bersama buku yang dia pilih. Mereka berjalan menuju ke kasir.

"Habis ini makan dulu yuk. Aku lapar."

"Boleh."

"Kamu mau makan apa, Gi?"

"Terserah kamu aja."

"Piza ya?" Rika tampak riang di samping Yogi.

Sementara Yogi menanggapi dengan datar. "Boleh."

**

"Eh, Gi. Piza!" Moka menghentikan langkah dan menunjuk pada restoran piza di dalam mall.

Yogi menghentikan langkahnya. Yogi mengerutkan kening ketika melihat Moka yang tidak melepaskan matanya dari gambar piza di depan sebuah restoran. Kenapa cewek itu bisa heboh hanya dengan melihat piza. Dia yakin ini bukan pertama kalinya Moka melihat makanan itu.

Yogi mengedikkan bahu saja. Dia masih menganggap bahwa Moka hanya sedang aneh. Yogi pun melanjutkan langkahnya. Dia tidak peka akan kode Moka yang tipis sekali.

Belum peka.

Baru ketika Moka berbalik untuk melanjutkan langkahnya, dia mendengar Moka bergumam dengan lucu di belakangnya.

"Lo bisa bayangin nggak makan piza dengan pinggiran keju dan topping daging asap, paprika... yummy! Lambung gue bergetar." 

Yogi yang mendengarkan ocehan Moka rasanya ingin tertawa terbahak-bahak. Tingkah cewek yang sedang di belakangnya ini sungguh ajaib. Apa susahnya sih bilang kalau dia lapar? Namun Yogi berusaha menahan tawanya. Akhirnya dia mendengus geli lalu berbalik menatap Moka.

"Lo laper? Mau makan piza?" tanya Yogi sambil mengulum senyumnya.

Moka mendongak lalu menatap wajah Yogi dengan lekat. Wajahnya sangat serius seolah ingin mengutarakan sesuatu hal yang sangat penting. Informasi yang tidak boleh dilewatkan dan harus didengar dengan seksama oleh Yogi

Moka berkata, "Iya, gue laper." 

"Ya udah ayo masuk. Kita makan piza."

"Nah, dari tadi gitu kek. Kan nggak mungkin gue yang berinisiatif. Harus lo yang ngajak jadi lo juga yang bayar."

Selalu, ada unsur uang yang menyertai kemana pun Moka berada. Cewek itu di pikirannya hanya uang... uang... uang dan bagaimana caranya supaya dia tidak mengeluarkan uang.

Yogi tidak sadar bahwa dirinya tengah senyum-senyum sendiri ketika mengingat saat dia makan piza berdua dengan Moka. Sepulang dari makan piza, Yogi puas mengejek Moka yang norak saat melihat piza.

"Kenapa ketawa-ketawa sendiri?" Suara Rika mengagetkan dirinya. Barulah Yogi sadar bahwa saat ini dia sedang makan piza bersama dengan Rika.

Yogi hanya menjawab pertanyaan Rika dengan gelengan kepala. "Tiba-tiba kepikiran teman," sahut Yogi sambil mengunyah.

Yogi memperhatikan perempuan yang berada di depannya saat ini. Perempuan ini memang cantik. Alis matanya, bola matanya, hidungnya lalu bibirnya terpasang sangat pas di mukanya sehingga enak dipandang mata. Kulitnya yang putih, bersinar, menandakan Rika adalah seseorang yang pandai merawat tubuhnya. Tidak salah dirinya dulu sangat terpesona padanya. Sekarang pun rasanya Yogi masih terpesona dengan keindahan ciptaan Tuhan yang dia lihat dengan kedua bola matanya.

Inilah Rika yang dulu sangat dia puja. Rika yang dulu memutuskannya secara sepihak namun sekarang dia kembali padanya. Kembali dekat dengannya seperti dulu. Bahkan bibirnya sendiri mengatakan bahwa Yogi adalah satu-satunya pria yang dia cintai. Tapi ketika Rika kembali bersama Yogi, mengapa semuanya terasa hambar? Tidak ada percikan-percikan dan getaran yang dulu pernah dia rasakan jika berdekatan Rika.

Bersama dengan Rika, mau tidak mau membuatnya teringat pada perjanjian konyol antara dia dan Moka.

"Kapan kerja sama ini berakhir?"

"Ketika kita udah selesai dengan urusan masing-masing? Lo cukup ngajarin gue sampai hari ujian tengah semester berakhir. Dan gue akan bantu lo sampai lo balikan sama Rika."

Seminggu lagi Ujian Tengah Semester mereka berlangsung dan Yogi merasa dia belum menyelesaikan urusannya dengan Moka. Terserah kalau Moka masih beranggapan urusannya dengan Yogi sudah selesai.

"Gi?"

Sebuah tepukan halus mendarat di bahu Yogi. Yogi berkedip dan mendapati sepotong piza tengah berada di depan wajahnya. Bola mata Yogi melebar.

"Kamu ngelamun terus, kapan makannya? Sini aku suapin." Rika mendekatkan tangannya yang membawa sepotong piza ke mulut Yogi.

Yogi memundurkan kepalanya. Dia meraih sepotong piza itu lalu menyuapkannya sendiri ke mulutnya. Dia ini benar-benar... kenapa juga saat bersama dengan Rika, malah Moka terus yang berkeliaran di otaknya?

**


Ada yang pernah baca novelku judulnya GREY di platform sebelah? Udah mulai aku posting di wattpad ya. Cek work aku~

Salam sayang,

nanoniken

Gold DiggerWhere stories live. Discover now