Bab 23 - Cemburu

336 57 1
                                    

Cemburu


YOGI berjalan terburu-buru ke parkiran sekolah. Baru saja dia membuka ponsel dan mendapati Rika mengiriminya pesan bahwa cewek itu sedang dalam perjalanan menuju ke kafe dekat sekolah Yogi. Rika mengajak Yogi bertemu. Selanjutnya Rika menambahkan bahwa dia ingin berdua saja dengan Yogi. Yogi bertanya-tanya apa yang membuat Rika jauh-jauh datang ke kawasan sekolahnya.
Pesan Rika itu datang setengah jam lalu. Yogi terlambat membacanya karena dia harus mengajari teman-temannya dalam menyelesaikan praktik komputer sehingga dia pun terlambat keluar laboratorium. Yogi langsung menjawab ‘ok’ tanpa pikir panjang. Rika yang dia kenal tidak pernah tahan jika pesannya tidak ditanggapi dengan segera.
Baru saja Yogi naik ke motornya, dia merasakan getaran di saku kemejanya. Telepon masuk dari Rika.
“Gi, aku udah sampai di kafe.”
Yogi sempat terkejut dengan pilihan kata yang dipakai Rika. Ketika makan malam terakhir mereka, Rika menggunakan kata gue-elo bukan aku-kamu, tapi Yogi tidak mempermasalahkannya. Sekarang ini hal yang lebih mendesak adalah dia harus segera menyusul Rika di kafe. Dia tidak mau membuat Rika tidak sabar dan pergi begitu saja.
On the way ke sana.”
“Oke, aku tunggu.”
Sesaat setelah panggilan telepon terputus, Yogi melajukan motornya keluar parkiran sekolah.

**

Rika masih mengenakan seragam sekolahnya waktu Yogi masuk ke dalam kafe tempat janjian mereka. Itu artinya, Rika langsung menemui Yogi sepulang dari sekolahnya. Apa yang ingin dibicarakan oleh Rika?
“Sorry, pelajaran terakhir tadi kelasku molor jadi aku terlambat pulangnya. Nggak nunggu lama kan?” jelasnya tanpa diminta. Yogi langsung mendaratkan bokongnya di kursi depan Rika.
Rika melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. “Nggak ada sepuluh menit. Oh ya, aku pesenin orange squash sekalian buat kamu. Aku yakin kamu buru-buru datang ke sini. Pasti haus.”
Benar saja, Yogi langsung meraih gelas di depannya dan meminum isinya hingga separuh. “Jadi ada apa, Ka?”
Rika melipat kedua tangannya. Matanya menatap lurus pada Yogi. Dia memperhatikan wajah pria yang berstatus mantan pacarnya itu. Tatapan mata cowok itu penuh dengan tanda tanya. Rika bermaksud mengulur waktu untuk menambah penasaran Yogi. Rika suka melihat Yogi yang tidak sabar menunggu jawabannya. Sama seperti dulu, Rika-lah yang mengatur keadaan jika bersama dengan Yogi. Jeda beberapa saat yang sengaja dibuat Rika, dia gunakan untuk mengulum senyum kemenangan. Akan tetapi senyumnya perlahan pudar kala Yogi bergerak dari tempat duduknya. Dia menyandarkan tubuh ke kursi, mengambil jarak menjauh dari Rika.
“Apa, Ka? Cepet katakan yang pengin kamu omongin. Aku nggak punya banyak waktu. Aku ada janji mau belajar bareng di rumah Moka.”
Raut wajah Rika seketika berubah jadi datar. Sementara matanya memicing pada Yogi. Dia tidak suka nama cewek itu keluar dari bibir Yogi. Tidak suka nama cewek itu berada di antara pembicaraannya dengan Yogi.
“Kamu udah bisa berhenti main-main, Gi.”
Punggung Yogi menegak. Jantungnya sempat berdetak kencang sepersekian detik yang lalu. Dia membalas tatapan Rika. “Maksudnya main-main?”
Rika menyibakkan rambut pendeknya. Dia mengubah belahan rambutnya yang semula di sebelah kanan menjadi kiri. Gesture itu sudah dihapal Yogi sebagai gerakan ketika Rika sedang mengintimidasi seseorang. Dan kini Rika sedang mengintimidasi Yogi.
“Aku tau kamu pacaran sama Moka hanya untuk pembuktian sama aku. Kamu hanya mau membuat aku cemburu kan, Gi?”
Yogi kaget tapi dia berhasil menyembunyikan wajah kagetnya. Dia berusaha tidak langsung terjebak oleh umpan yang dilontarkan Rika. Sehingga dia hanya terkekeh menanggapi Rika, seolah ucapan Rika merupakan hal konyol dan mengada-ada. “Apa alasannya kamu bisa ngomong gitu, Ka?”
“Nyatanya kamu milih ketemu aku di sini ketimbang cepet-cepet datang ke rumah cewek itu. Aku masih jadi prioritas kamu kan, Gi? Sabtu kemarin pas aku bawa ke restoran seafood, kamu juga nggak tau kalau dia alergi makanan laut. Kayak gitu kamu suruh aku percaya kalau kalian beneran pacaran?”
Dalam hati Yogi terkejut karena Rika bisa menebak permainan Yogi. Seolah sudah berlatih sebelumnya, Yogi berhasil menyembunyikan keterkejutannya. Wajahnya dia setel datar, justru dia terkekeh. “Dapat kesimpulan dari mana sih, Ka? Sejak kapan kamu pinter ngarang cerita?”
“Aku nggak ngarang cerita. Itu faktanya kan! Kamu yang ngarang cerita tentang kamu yang pacaran sama Moka. Trus pasang foto cewek itu di Instagram. Seriusan, sejak kapan kamu jadi cowok norak yang suka public display attention gitu?”
“Emangnya apa salahku kalau aku pengin nunjukin kalau aku bahagia pacaran sama Moka? Emang itu salah? Moka berbeda sama kamu yang lebih memilih merahasiakan hubungan denganku. Bersama Moka, aku merasa sebagai pacar. Sementara denganmu, aku seperti selingkuhan.”
“Stop.”  Rika mengangkat tangan kanannya. Dia menghentikan kalimat Yogi sebelum cowok itu semakin membandingkan Rika dengan Moka. “Cukup. Aku nggak suka dibanding-bandingkan dengan cewek matre itu, Gi!”
“Aku nggak suka kamu panggil Moka dengan sebutan itu, Ka.”
“Emang kenyataannya gitu! Sekarang kamu jujur deh. Dia pura-pura jadi pacar kamu, dapat bayaran berapa?”
Tangan Yogi terkepal. Kali ini ucapan Rika sungguh keterlaluan. “Rika, jaga ucapanmu. Moka itu pacar aku jadi aku tersinggung kamu mengatakan hal yang nggak-nggak tentang dia.”
“Berhenti bikin aku tambah cemburu deh, Gi!”
“Tambah cemburu? Ingat siapa yang pertama kali mutusin hubungan secara sepihak? Kamu, Ka. Dan kamu udah punya pacar baru jadi aku juga berhak pacaran dengan siapa saja.” Kali ini Yogi berganti yang menyerang. Dia tidak mau kembali pada dirinya yang dulu hanya bisa bertahan dan menerima apa pun perlakuan dari Rika. “Lagipula sejak kapan kamu bisa cemburu sama aku, Ka?”
“Aku cemburu, Gi. I’m jealous over you. Puas kamu dengar itu? Kamu menang, Gi. Kamu bisa bikin aku cemburu. Dan, aku mau kita balikan. Aku udah putus dari Fendi dan Baskara. Kamu bisa berhenti berpura-pura pacaran dengan cewek itu.”
Yogi duduk tegap di kursinya. Kedua matanya terfokus pada cewek yang berstatus mantan pacarnya itu. Satu-satunya mantan pacar yang dia punya sehingga sampai sekarang dia belum bisa melupakannya. Dan mantan pacarnya itu sekarang memintanya untuk balikan. Semua berjalan seperti keinginannya.
Dia berhasil membuat Rika cemburu dan mengajaknya balikan. Salah, tepatnya, Moka yang berhasil. Ternyata benar apa yang dikatakan Moka Sabtu kemarin. Rita cemburu. Moka pun benar ketika mengatakan bahwa tidak ada yang benar-benar tidak beres dari double date yang membuat cewek itu alergi.
Yogi tidak menyangka akan secepat ini. Mungkin dia terlalu shock karena ternyata semudah itu menghadapi Rika sehingga reaksinya datar. Yogi belum sempat menata kembali perasaannya yang tercecer akibat kekhawatirannya pada Moka saat cewek itu alergi. Sekarang perasaan itu harus tercampur oleh kata balikan dari Rika. Yogi tidak tahu dia harus memungut dan menunjukkan perasaan yang mana.
Semua tampak kurang menarik lagi bagi Yogi. Seharusnya hanya ada satu rasa di dalam Yogi yaitu bahagia. Padahal Yogi sudah menyiapkan rasa itu dari lama. Akan tetapi entah kemana perginya rasa itu. Seakan Yogi tidak lagi menunggu-nunggu hari ini tiba.
Tidak ada kepuasan karena keberhasilannya. Tidak ada kebahagiaan yang meluap. Yang ada justru perasaan ganjil ketika Rika menyebutnya berpura-pura pacaran dengan Moka. Apa mungkin Yogi terlalu asyik berpura-pura hingga dia lupa bahwa dia sedang berpura-pura?

**

Aku mau repost GREY. Cek ombak, bakal ada yang baca gak? :D

Gold DiggerWhere stories live. Discover now