Ch. 2 The Sparks

119K 7.9K 377
                                    

PS: Bagian ini juga udah pernah dimuat sebelumnya di Beautiful Mistakes: A Short Story Collection


"Donny, lo balik ke kantor?"

Aku langsung terperanjat kaget begitu melihat sosok Donny muncul di pintu. Sudah malam dan sejauh ini hanya aku sendiri yang lembur sampai jam segini. Aku sama sekali tidak menduga Donny akan kembali ke kantor setelah seharian bekerja di Bandung.

Juga, mengapa aku jadi deg-degan seperti ini?

Sejak kejadian Donny menciumku bulan lalu, aku sering bertingkah seperti orang bodoh di depannya. Beruntung ada Lisa yang selalu berhasil mengembalikan akal sehatku sehingga tidak melakukan hal yang nantinya bisa kusesali.

Masalahnya, setelah aku mendorong tubuh Donny saat tiba-tiba kesadaran muncul dan menyapaku, aku langsung lari keluar dari ruangannya dan sejak saat itu, berusaha sekuat tenaga untuk meminimalisir berduaan saja dengan Donny. Kalaupun terpaksa, aku memaksakan diri untuk bicara secepatnya dan berada dalam jarak seaman mungkin.

Aman maksudnya adalah, aku tidak tiba-tiba langsung menghamburkan diri ke pelukannya dan menciumnya.

Menyelesaikan ciuman yang waktu itu belum selesai.

Masalah lainnya, sepertinya hanya aku saja yang seperti orang kebakaran jenggot. Sementara Donny? Dia terlihat biasa saja. Masih santai seperti biasa. Seolah-olah dia tidak pernah mengajakku bersilat lidah—dalam artian yang sebenarnya.

Seperti malam ini. Ketika aku berusaha sekeras mungkin bertahan di tempat dudukku, dia dengan acuhnya hanya menjawab pertanyaanku dengan anggukan singkat. Lalu, melewati mejaku setelah melemparkan senyum ringan.

"Ada yang harus gue kerjain sebelum meeting besok pagi." Dia menyahut. "Lo masih lama?"

Sejujurnya, iya.

Namun, berada di ruangan yang sama denga Donny adalah kesalahan besar.

"Enggak. Ini lagi siap-siap." Aku menjawab terburu-buru.

Sekali lagi Donny hanya mengangguk. "Hati-hati di jalan."

Setelah memastikan dia menghilang ke dalam ruangannya, aku buru-buru mematikan laptop. Lebih baik melanjutkan pekerjaan di rumah atau mencari tempat ngopi ketimbang berada di sini.

Aku meneguk kopi dingin yang ada di meja hingga habis sembari membereskan barang-barangku. Setelah mengangkat tas, aku berjalan menuju pantry untuk meletakkan gelas kotor. Kebiasaan ini sudah lama kumiliki, tidak heran para office boy di kantor menjadi penggemarku karena bagi mereka, kebiasaan mengembalikan gelas dan piring kotor ke pantry cukup meringankan pekerjaan mereka.

Namun sepertinya kali ini kebiasaan itu malah menjerumuskanku ke dalam masalah baru. Seharusnya kubiarkan saja gelas kotor itu terletak di meja sampai besok.

Aku tertegun di pintu pantry ketika menyadari Donny tengah menyeduh kopi di sana. Malam lembur seperti ini tidak ada office boy yang membantu, sehingga harus membuat kopi sendiri.

"Udah mau balik?" tanyanya.

Tidak ingin berada di dekatnya, aku langsung memutar badan. "Ya, gue duluan."

"Mikha, tunggu sebentar."

Langkahku refleks berhenti. Aku menghela napas panjang dan memasang wajah datar sebelum berbalik menghadapnya. "Yes?"

"Proyek hotel Grand Victory sudah selesai, kan?"

Aku mengangguk. "Tinggal finishing touch. Harusnya minggu depan sudah selesai karena sudah dekat waktu soft opening."

[COMPLETE] Playing with FireWhere stories live. Discover now