36. Shocking

52.7K 5.1K 166
                                    

PS: Sedikit enggak nyambung. Anggap aja bridging ke cerita lain (kalau gue niat hahaha)


Sepertinya masalah kecemburuan Mikha kepada Mya sudah selesai, atau setidaknya aku bisa menyimpulkan seperti itu. Sepanjang weekend kemarin, dia tidak pernah menyinggung nama Mya sedikit pun. Bahkan tadi, ketika aku memberitahunya kalau harus pergi bertemu klien bersama Mya. Mikha hanya mengangguk dan menunjukkan pengertiannya.

"Ini proyek rumah pribadi, Mas?"

Aku melirik spion memastikan jalanan aman sebelum berbelok masuk ke kompleks town house di daerah Cipete.

"Dia klien lama, sebelumnya saya menangani proyek perumahan yang dia punya. Tapi, ini rumah pribadi."

Di sampingku, Mya hanya mengangguk. Nantinya, jika proyek ini deal, akan menjadi proyek mandiri pertama Mya. Memang masih terlalu awal untuk mempercayakannya memegang proyek sendiri, tapi aku tidak bisa memegang semua proyek. Mau tidak mau aku harus memberi kepercayaan ini kepada Mya. Lagipula, ini hanya rumah pribadi, dan selama ini hubunganku dengan Pak Ridwan sangat baik. Dia klien besar pertama yang dipercayakan Mbak Rina kepadaku, ketika dia membangun perumahan di Bekasi, dan selanjutnya dia menjadikanku orang kepercayaan. Hampir semua rumah di bawah Citra Persada dipercayakan kepadaku.

Ketika Pak Ridwan memintaku untuk mendesain rumah pribadinya, aku langsung mengiyakan. Di saat seperti ini, belum saatnya pilih-pilih klien.

Aku menghentikan mobil di rumah yang terletak paling ujung. Kompleks town house ini masih baru, dan aku bisa melihat beberapa rumah masih kosong. Sepertinya hanya rumah di ujung kompleks ini saja yang sudah siap untuk dihuni.

"Oke, Mya. Kalau proyek ini deal, kamu akan menanganinya sendiri."

Mya menatapku dengan tatapan horor. "Yang benar aja, Mas? Aku, kan, masih baru. Masa harus dilepas sendiri."

Aku membuka seat belt. "Kamu takut?" tantangku.

Mya berusaha mengatur ekspresinya agar tampak berani. Namun, aku bisa merasakan kalau sebenarnya dia ketakutan. Itu wajar, dulu aku pun dilanda ketakutan yang sama ketika mendapatkan proyek bersar pertama yang harus kutangani sendiri.

"Let's go."

Di belakangku, Mya menyusulku keluar dari mobil.

Rumah itu terdiri dari dua lantai dengan desain minimalis. Siapa pun arsiteknya, dia mampu menciptakan rumah yang nyaman dan tampak mewah di lahan sempit seperti ini.

Seorang perempuan menyambut kami di pintu masuk. Dia masih sangat muda, paling baru berumur pertengahan dua puluhan. Rambutnya yang dicat cokelat ditata ikal dan dibiarkan tergerai. Di siang bolong seperti ini, dia seperti salah kostum ketika memakai gaun hitam berpotongan lurus yang menonjolkan lekuk tubuhnya.

Perempuan itu langsung mengulurkan tangannya ketika kami sampai di hadapannya.

"Kamu pasti Donny. Mas Ridwan sudah memberitahu saya soal kamu. Saya Rieka."

Aku menyambut uluran tangannya. Tadinya aku mengira dia sekretaris Pak Ridwan, tapi panggilan 'Mas' itu terasa sangat akrab untuk menyapa seorang atasan.

"Ini Mya. Untuk proyek ini, Mya yang akan bertanggung jawab."

Perempuan itu mengangguk dan mengajak kami masuk. Tanpa basa basi, dia langsung mencecar dengan keinginannya. Buru-buru Mya mengeluarkan catatan dan mencatat semua ocehan perempuan itu, sementara aku hanya mengekor dari belakang.

"Kami baru menikah, jadi Mas Ridwan menghadiahi saya rumah ini. Saya ingin membuat rumah ini senyaman mungkin untuk kami tempati nanti." Perempuan itu tersenyum lebar.

[COMPLETE] Playing with FireWhere stories live. Discover now