Ch.15 Broken Pieces

69.1K 6.9K 130
                                    

Aku tidak menyangka si bajingan satu itu masih punya muka untuk menemuiku. Kali ini dia bermain aman dengan menghampiriku di kantor.

Aku tertegun di lobi dengan tatapan tertuju kepada Bayu. Apa masih belum jelas ucapanku semalam? Sampai mati aku tidak sudi bertemu dengannya lagi.

Setelah kepergian Bayu, aku menangis semalaman. Aku memang ingin mengakhiri hubungan dengan Bayu, tapi sedikit pun aku tidak pernah membayangkan akan mendapatkan wake up call sekeras ini. Semalaman aku berpikir dan menyadari telah lama berada dalam hubungan yang tidak sehat, bahkan aku sempat berusaha untuk terus mempertahankannya.

Bayu was my first love. Dia juga pacar serius pertamaku. Bagaimana mungkin seseorang yang sangat baik seperti Bayu bisa berubah jadi monster seperti ini?

Aku cukup bersabar atas ucapannya yang kadang menyakitkan. Aku masih bisa menoleransi sikapnya. Namun, semalam batas toleransiku sudah habis. Dia sudah kelewat batas.

Aku tahu tindakannya tidak bisa dimaafkan. Aku bisa saja melapor kepada mama dan papa, dan hanya Tuhan yang tahu apa yang akan dilakukan papa. Menjebloskan Bayu ke penjara hanya perkara kecil bagi papa, dan aku tahu, rasa sayang papa kepadaku begitu besar sampai-sampai dia bisa melakukan hal di luar batas untuk membelaku.

Oleh karena itu, aku memutuskan untuk menyelesaikan masalah ini sendiri.

"Masih di sini, Kha?"

Aku terperanjat dan menoleh ke sumber suara. Lisa berdiri di belakangku bersama suaminya. Tatapannya tertuju melewatiku, menatap Bayu.

"Mau pulang bareng Bayu?"

Aku menggeleng, seiring Bayu yang mendekat ke arahku. Refleks aku berlari ke belakang Ralph dan menjadikan sosoknya sebagai pelindung antara aku dan Bayu.

Aku tidak bisa pulang ke rumah. Bagaimana jika Bayu mengikutiku? Malam ini aku sendirian lagi, dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika Bayu mengikutiku.

"Mikha, are you okay?" tanya Ralph.

Aku mengangguk pelan.

"Bayu nyakitin lo?" Lisa langsung defensif. Mungkin dia melihat ekspresiku yang ketakutan setengah mati.

"Gue ikut lo, ya."

Tanpa bertanya, Lisa mengangguk. Dia meraih tanganku dan menggandengku melewati Bayu, yang masih terus berusaha memanggilku. Aku sama sekali tidak menoleh, berusaha menulikan telinga sekalipun dia berteriak seperti orang kesetanan. Beruntung ada Ralph bersamaku. Meskipun dia tidak mengerti, dia cukup paham bahwa aku ingin jauh-jauh dari Bayu.

Aku sampai di apartemen Lisa dengan selamat, tapi lututku terasa lemas. Aku langsung duduk menggelosor di lantai begitu merasa aku sudah aman di sini.

"You can sleep here tonight." Ralph menyodorkan segelas air putih kepadaku. "At least, you have someone to pick you up and we can assure that you're safe."

Aku menggenggam gelas itu erat-erat. "I want to sleep here."

Ralph mengangguk dan meninggalkanku bersama Lisa. Aku tahu, ada banyak yang berkecamuk di pikiran Lisa, tapi dia tidak menyuarakannya. Dia hanya membimbingku ke kamarnya dan memberiku waktu untuk menenangkan diri. Aku menghabiskan waktu sendirian di kamar mandi dan kembali menangis. Saat menatap bayanganku di cermin, aku merasa jijik kepada diriku sendiri.

Jijik, karena selama ini aku sudah mendapat banyak peringatan tapi malah mengabaikannya. Sampai-sampai kejadian semalam membangunkanku sepenuhnya.

Setelah merasa tidak punya tenaga lagi, aku keluar dari kamar mandi memakai pakaian yang dipinjamkan Lisa. Dia tengah menungguku di kamarnya. Lisa menepuk sisi kosong tempat tidur dan memintaku mendekatinya.

"Sejak gue nikah, kita belum pernah sleepover kayak gini," ujarnya.

Aku tersenyum pelan sambil membaringkan tubuhku di sebelah Lisa.

"Lo tahu bisa cerita kapan aja sama gue." Lisa memasangkan selimut untukku. "Night, Kha."

Dalam gelap, mataku masih nyalang. Aku berusaha untuk menutup mata, tapi bayangan Bayu terlihat sangat nyata. Aku bahkan masih bisa merasakan ketika dia memaksaku. Aku bisa merasakan embusan napasnya di leherku ketika dia memacu dirinya di dalam tubuhku.

Tanpa bisa dicegah, aku kembali terisak.

Lampu kamar menyala dan aku mendapati Lisa menatapku dengan wajah khawatir. Tanpa suara, dia memelukku. Pelukannya malah membuat tangisanku semakin menjadi-jadi. Aku tidak tahu sampai kapan Lisa memelukku, mungkin sampai aku kehabisan tenaga hingga akhirnya terlelap.

**

"I make you breakfast."

Ralph dan Lisa menyambutku di dapur apartemen mereka. Lisa menepuk kursi kosong di sampingnya, memintaku mendekat, sementara Ralph masih sibuk memasak sarapan untuk kami.

"Susu? Sejak kapan lo minum susu buat sarapan?"

Lisa menunjuk Ralph dengan dagunya. "Dia udah enggak ngizinin gue minum kopi buat sarapan."

Ralph datang ke meja makan dengan dua piring berisi telur. Dia mengambilkan beberapa helai roti dan mulai membuat sandwich sederhana.

Aku menatap pasangan di hadapanku. They look so happy. Sangat berbeda denganku saat ini.

Setelah kejadian semalam, apa aku bisa merasakan kebahagiaan seperti yang dirasakan Lisa?

Sepagi ini, aku kembali terisak.

"Oh my God." Lisa meraihku ke dalam pelukannya. "What happened to you?"

"Bayu ... we broke up." Aku menjawab terbata-bata. "He ... he raped me."

Bisa kurasakan pelukan Lisa menegang. "That jerk. I'll kill him."

Aku tersenyum tipis mendengarkan umpatan Lisa.

"Gue minta putus karena hubungan ini udah enggak sehat. Dia enggak terima, and then... and then.. he..." Aku tidak sanggup meneruskan kata-kataku.

Lisa berusaha menenangkanku, tapi sulit bagiku untuk bisa berdamai dengan diriku sendiri.

**

"Mikha, gimana hasil meeting kemarin?"

Suara Donny mengagetkanku. Refleks aku melepaskan cangkir yang kupegang hingga jatuh dan pecah berkeping-keping. Aku berbalik dan menyadari hanya ada aku dan Donny di pantry.

"Lo kenapa?"

Alih-alih menjawab, aku malah menjauh dari Donny. Aku mengalihkan tatapan darinya, karena sejujurnya aku tidak sanggup menatapnya.

Aku tidak punya keberanian dan harga diri untuk melihatnya.

Tanpa mengindahkan kekacauan yang kubuat, aku pergi dari pantry.

Bukan hanya kali itu saja. Sepanjang hari aku berusaha menghindari Donny. Aku terperanjat kaget ketika dia memanggilku, aku bahkan berteriak saat dia tiba-tiba ada di dekatku.

Seharusnya aku tidak perlu setakut ini kepada Donny.

Namun, tubuhku memberikan reaksi berlebihan setiap kali berada di dekat Donny. Mungkin karena aku merasa bersalah kepadanya karena telah berlaku tidak adil kepadanya. Mungkin juga, karena aku malu berada di dekatnya setelah apa yang diperbuat Bayu kepadaku.

Entah apa yang dikatakan Lisa, Donny sepertinya paham dengan kondisiku sehingga dia akhirnya menjaga jarak dariku.

Namun malam ini, ketika aku memandang Donny dari kejauhan saat berada di lobi, aku ingin menghampirinya. Aku membutuhkannya. Aku ingin dia menolongku. Namun, di saat yang sama, aku juga takut menghampirinya.

Terlebih, hatiku terasa sakit ketika menyadari aku tidak bisa mendekati satu-satunya orang yang sangat kubutuhkan saat ini.

Mungkin saat ini hatiku sama nasibnya dengan cangkir tadi siang, hancur berkeping-keping karena kebodohanku sendiri.

[COMPLETE] Playing with FireWhere stories live. Discover now