Ch.32 New Life

58.8K 4.9K 42
                                    

This is my last day.

Dua bulan terakhir rasanya berlalu begitu cepat. Setelah aku menandatangani perjanjian kerja sama dengan Papa, akhirnya aku benar-benar memulai hidupku yang baru.

Langkah pertama, mengundurkan diri. Tidak mudah, mengingat aku sudah bertahun-tahun bekerja di sini. Aku menyukai perusahaan ini, tapi selamanya aku hanya akan stuck di tempat. Inilah risiko bekerja di perusahaan keluarga, tidak cocok untuk pengembangan karier.

Ketika mengajukan resign, atasanku, Mbak Rina, langsung memasang wajah masam. Dia memberondongku dengan tudingan-tudingan yang menyebalkan, tapi aku berusaha menulikan telinga dan tidak mau ambil pusing. Dia tidak langsung menyetujui permintaanku, tapi dia juga tidak bisa menahanku di sini karena tidak memiliki penawaran apa-apa untukku.

Akhirnya aku mendapatkan tanda tangannya. Itu pun setelah dia mengancam akan menghancurkan bisnisku jika ketahuan membawa klien bersamaku. Ancamannya menakutkan, tapi aku tidak menggubrisnya.

Mbak Rina juga menyinggung soal Mikha. Namun, dia tidak bisa berkata apa-apa karena Mikha tetap bertahan di sini.

Dan, ngomongin soal Mikha, sejak tadi pagi dia sudah memasang aksi ngambek.

Mikha orang pertama yang aku beritahu ketika mendapatkan tanda tangan Mbak Rina. Dia memang mendukungku, tapi ketika aku benar-benar mengundurkan diri, dia pun jadi uring-uringan.

"Lalu, aku sama siapa?"

Dia benar-benar sendiri. Saat ini, Lisa masih maternity leave dan dia belum memutuskan apakah akan kembali bekerja atau tidak. Sehingga, Mikha merasa dia benar-benar sendiri.

Selama menunggu hari-hari terakhirku, Mikha semakin sering ngambek.

"Kenapa, sih, enggak mau ajak aku?" Ini pertanyaan yang paling sering diajukan Mikha. Dia bersikeras agar aku membawanya untuk ikut bersamaku, dan aku bersikeras menolak.

"Enggak sekarang." Dua kata itu cukup menjadi alasan untuk saat ini.

Malam ini, aku mengajak teman satu tim untuk farewell dinner. Lisa sengaja datang, meski sebelumnya dia sempat ragu karena tidak mau meninggalkan Lena.

"Jadi, sebagai orang yang paling lama kerja di sini bareng Donny, I have something to say." Lisa bangkit berdiri dan memukul gelas, sehingga semua perhatian tertuju kepadanya. "You're a great guy, as a friend and as a leader. Gue udah lama bertanya-tanya, kapan lo bakal pergi? Bukannya enggak suka kerja bareng lo, tapi sebagai teman gue pengin lo mengembangkan potensi yang lo miliki. This is a good start for you and I know it's not gonna be easy. But I believe in you. So, cheers for Donny and his future."

Suara riuh tepuk tangan menyambut ucapan Lisa. Aku menatapnya penuh arti, mengenang kembali kebersamaan yang telah kami jalin selama bertahun-tahun ini. She's my right hand. Orang yang paling bisa kuandalkan. Bahkan, ketika aku bingung menyesuaikan waktu antara bekerja dan terapi Mama, Lisa selalu menjadi solusi.

Aku melirik Mikha yang duduk di sebelah Lisa. Sejak tadi, dia memasang aksi diam. Bahkan dia mengabaikanku sejak tadi pagi. Aku tidak punya kesempatan untuk bicara dengannya saking banyaknya yang harus aku urus di hari terakhirnya.

Sampai tiba gilirannya untuk memberikan kesan di hari terakhirku, Mikha masih memasang wajah cemberut.

"Good luck untuk Mas Donny and thank you for everything. I'm gonna miss you."

That's it? Hanya itu yang dia ucapkan? Basa basi macam apa itu?

Namun, Mikha hanya membalas tatapanku dengan wajah datar.

[COMPLETE] Playing with FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang