Ch.25 Lay Down & Take a Risk

76.8K 6.1K 90
                                    

What a beautiful view.

Belitung memang cantik. Pantainya, pasir putihnya, setiap sudut pasti memanjakan mata. Namun pagi ini, semua keindahan alam itu tidak mampu mengalihkan pandanganku dari sosok yang ada di depanku.

"Morning." Mikha menyapaku dengan senyum lebar di wajahnya.

Tidak sia-sia aku menggelontorkan uang banyak demi menyewa kamar dengan private pool di Arumdalu Private Resort, karena bisa memulai hari dengan pemandangan indah.

Mikha bersandar di ujung kolam, menghadap tepat ke arahku. Sementara di depannya ada tray berisi sarapan. Refleks aku mengambil ponsel dan mengabadikan pemandangan itu ke dalam foto. Tidak perlu banyak usaha, karena setiap hasil fotonya selalu tampak cantik.

"Breakfast with a view?" tanyaku, ketika melihat tatanan floating breakfast yang ada di kolam bersama Mikha.

"Sesekali. Di Jakarta mana bisa kayak gini," sahutnya, sambil mengambil sepotong semangka dan menyuapnya.

Mikha menyusulku ke Belitung dan baru sampai semalam, langsung dari kantor menuju bandara. Dia akhirnya bersedia menghabiskan weekend di sini bersamaku. Bukan perkara sulit untuk mengatur cutinya, karena aku yang bertanggungjawab memberi izin. Lisa hanya bisa menatapku dengan rolling eyes ketika tahu aku dengan entengnya mengabulkan permintaan cuti Mikha.

Seumur hidup, baru kali ini aku melakukan abuse of power seperti ini.

Lagipula, anggap saja ini hadiah terakhirku untuknya, karena kalau urusanku berjalan lancar, bisa-bisa awal tahun depan aku tidak lagi menjadi bosnya.

Aku bangkit berdiri dan perlahan menuruni kolam. Tatapanku tertuju kepada Mikha yang masih bergeming di tempatnya. Dia mengenakan bikini kuning menyala yang tampak kontras dengan kulit putihnya, dan membuatnya tampak bersinar di tengah air kolam yang biru cerah.

Karena tidak ingin merusak sarapan yang tersedia di tengah kolam, aku terpaksa berjalan di tengah air, alih-alih berenang, untuk menghampiri Mikha.

Mikha menyodorkan cangkir berisi kopi ketika aku sampai di dekatnya. Namun, aku kembali meletakkan cangkir itu di atas tray dan semakin mendekatinya.

I don't need another breakfast because she's my breakfast.

Mikha menjerit pelan ketika aku mendorong tray itu menjauh, sehingga memberikan space bagiku untuk memerangkapnya. Tidak membuang waktu, aku mendaratkan bibirku di bibirnya, dan mencicipi kenikmatan yang ditawarkan bibir ranum itu,

Mikha membuka bibirnya, sebuah undangan agar aku mencumbunya kian dalam. Dia melingkarkan tangannya di leherku, membuat aku harus menopang seluruh bobot tubuhnya. Dan juga, dengan begitu aku pun memiliki akses penuh dalam melahap bibirnya.

Aku mengakhiri ciuman itu dengan sebuah gigitan pelan di bibir bawahnya, membuat Mikha tertawa geli.

Tanpa melepaskan rangkulannya, aku memutar tubuh hingga akulah yang bersandar di dinding kolam. Aku mengangkat tubuh agar duduk di pinggir kolam. Setelahnya, aku mengulurkan tangan untuk membantu Mikha agar ikut naik. Alih-alih duduk di pinggir kolam, dia malah duduk di pangkuanku.

"Hari ini kamu masih harus site visit?"

Aku mengangguk, sambil menyelipkan rambutnya yang basah ke belakang telinga. "Mau nemenin?"

"Lama enggak?"

"Just final check. Aku sudah ngelarin semuanya kemarin, tapi tetap harus mengecek terakhir hari ini. Paling lama dua jam."

Mikha memainkan jarinya di rahangku, sambil berpikir. "Dua jam itu lama."

"Ya kamu bisa bantuin aku kerja, atau duduk manis lihatin aku kerja."

[COMPLETE] Playing with FireWhere stories live. Discover now