Ch 34. The Wedding

60.1K 5.3K 63
                                    

Aku suka pesta pernikahan. Walaupun ribet dan memakan banyak uang, aku rela melakukannya. Karena, di momen itu, aku bisa memamerkan istriku ke semua orang.

It feels like I'm a winner. Pemenang dalam perlombaan apa, aku tidak tahu. Rasanya seperti itu, aku jadi pemenang.

Apalagi kalau nanti yang bersanding denganku di pelaminan adalah Mikha, aku pasti akan semakin pongah.

Tapi, untuk saat ini, aku cukup menjadi tamu di pesta pernikahan saja.

Mikha-lah yang menyeretku ke pesta ini. Katanya ini pesta pernikahan temannya ketika kuliah di Sydney dulu.

Pesta ini berlangsung dengan sangat meriah. Ballroom Hotel Mulia disulap jadi seperti enchanted forest dengan dekorasi berwarna putih dan hiasan kristal di mana-mana. Dilihat sekilas dari karangan bunga yang dikirimkan untuk pengantin, sepertinya pengantin di pesta ini bukan orang biasa.

Berbeda dengan tamu lainnya, Mikha malah tampak gelisah. Tangannya yang melingkari lenganku terasa basah karena keringat. Dia sering menoleh ke pintu masuk dengan kecemasan yang tidak bisa ditutup-tutupi. Sesekali, aku merasakan dia bergerak gelisah.

"Kamu enggak nyaman?"

Mikha terperanjat kaget ketika mendengar pertanyaanku. Dia menoleh dan mencoba untuk tersenyum, tapi senyum itu tidak bisa mengubah fakta kalau dia tengah menutupi sesuatu.

Dia sangat cantik malam ini, dengan gaun putih berleher rendah dan menjuntai longgar di tubuh tingginya. Mikha membiarkan rambutnya yang sebahu digerai dengan ikal-ikal liar yang membuatnya tampak seksi. Di malam ini, dia juga memakai riasan wajah yang berbeda dibanding riasan sehari-hari. Matanya tampak tajam karena pulasan makeup. Aku tidak pernah mengerti mengapa perempuan suka memakai riasan mata lebay yang membuatnya tampak seperti habis ditonjok, tapi di wajah Mikha malah berbeda.

She looks like princess.

Malah aku pikir dia lebih cocok di malam final Putri Indonesia ketimbang menghadiri pesta pernikahan bersamaku.

"Mikhayla," desisku pelan.

"Enggak apa-apa, Mas." Aku tahu Mikha mengelak. Dia melangkah maju, mengikuti antrean di hadapan kami.

"Kamu kayak napi abis kabur dari penjara," gumamku.

Di sampingku, Mikha hanya tertawa kecil. "Kirain kamu belum kelar nonton Prison Break," timpalnya sambil tertawa.

Namun, aku tidak ikut tertawa. Berani bertaruh, dia seperti sedang kabur dari sesuatu dan takut ditangkap.

"Yuk, giliran kita."

Mikha mengajakku menaiki tangga menuju pelaminan untuk bersalaman dengan pengantin. Dari brief singkat yang diberikan Mikha di perjalanan menuju Mulia, dia berteman dengan pengantin perempuan karena sama-sama kuliah di Sydney. Mereka tidak begitu akrab, sehingga Mikha awalnya enggan untuk datang. Namun, Natasha, temannya itu, memberondongnya dengan telepon dan pesan yang enggak habis-habis sampai akhirnya Mikha mengalah dan memutuskan untuk datang. Tentu saja, dia ikut menarikku untuk menemaninya ke pesta ini.

Sebagai pacar yang baik, tentu saja aku tidak menolak ajakan itu.

"Nat, congrats ya." Mikha melepaskan genggamannya di lenganku dan menyalami Natasha. Tidak lupa, cium pipi kiri kanan yang terlihat sangat awkward.

"Thanks ya udah datang." Natasha membalas. Sepintas dia melirik ke arahku dan tersenyum rikuh sebelum kembali menghadapi Mikha. "Gue pikir lo masih sama Bayu, makanya ngirim undangan atas nama kalian."

Bayu. Nama cecunguk itu seperti petir yang menyambar di tengah hari bolong.

Aku melirik Mikha yang tersenyum kaku menanggapi ucapan Natasha. Sekarang aku mengerti alasan Mikha tampak gelisah sepanjang berada di pesta ini.

[COMPLETE] Playing with FireМесто, где живут истории. Откройте их для себя