Ch.26 Starting New

65.7K 5.7K 89
                                    

"Sorry, telat. Tadi nganterin anak gue sekolah dulu."

Temanku, Mila, langsung menyerocos begitu muncul, membuatku menghentikan obrolan dengan Chris. Dia menyambar minumanku dan menyeruputnya hingga habis. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkahnya yang tidak pernah berubah semenjak dia masih duduk di bangku SMA belasan tahun yang lalu.

Mila membuka kacamata hitamnya. "Jadi, sudah sejauh mana?"

"Belum mulai apa-apa. Sengaja nungguin lo," sahutku.

Aku yang menginisiasi pertemuan ini, sama seperti aku yang berinisiatif untuk memulai bisnis ini.

Menginjak tahun ketujuh, aku merasa suntuk dengan pekerjaanku. Bekerja di perusahaan keluarga memiliki batas jenjang karier, sehingga mau tidak mau aku harus stuck selamanya di posisiku sekarang karena posisi di atasku dan seterusnya adalah jatah keluarga atau partner. Sempat terpikir untuk mencari pekerjaan di tempat lain, tapi adikku, Diana, memberikan ide yang saat itu terdengar luar biasa.

"Kenapa enggak bikin bisnis sendiri aja, sih, Mas?"

Dia memang berkata sambil lalu, tapi ucapannya tanpa sadar membuatku terus kepikiran.

Bisa saja aku mundur tiga tahun lalu dan memulai usaha sendiri. Aku sempat memberitahu Chris, temanku, dan dia mendukung. Namun, kondisi Mama saat itu tidak memungkinkan aku mengambil risiko. Aku butuh pemasukan tetap agar beliau mendapat perawatan yang layak, dan Diana bisa kuliah dengan tenang.

Sebagai kepala keluarga, kesehatan Mama dan pendidikan Diana adalah tanggungjawabku.

Sepeninggal Mama, aku kembali memiliki keinginan itu. Terlebih saat ini Diana sudah hampir lulus, sehingga aku merasa ini waktu yang tepat. Warisan peninggalan Mama lumayan sebagai modal, karena sebelum jatuh sakit, Mama sempat menitipkan warisan itu sebagai modal usahaku.

Saat aku mulai menjalin hubungan dengan Mikha, alasan untuk mulai menata masa depan yang lebih layak semakin menjadi-jadi. Dia memang masih muda dan aku tidak tahu bagaimana dia memandang masa depannya, tapi aku tahu apa yang aku tuju. Aku tidak ingin main-main.

Karena itulah aku menghubungi Chris. Dia menyambut baik ideku, dan mau membantuku terkait proses hukum pendirian usaha, mengingat dia memang bekerja di bidang hukum.

Aku juga menghubungi Mila dan mengajaknya bekerjasama. Mila tertarik dengan proposal yang kutawarkan dan setuju, sehingga kami memutuskan untuk menjalankan usaha desain interior ini berdua. Aku di bidang operasional dan kreatif, dan Mila yang menangani masalah bisnis dan keuangan. Di antara kami, ada Chris yang ahli di urusan legal.

Setelah mempersiapkannya berbulan-bulan, sepertinya aku siap menjalani hidup baru ini tidak lama lagi.

"Mengenai tempat, gue udah mengecek soal izin usaha di rumah lo dan aman. Rumah lo sebagian bisa dijadikan tempat usaha." Chris menjelaskan.

Rumahku memiliki paviliun yang lumayan jika dijadikan tempat usaha kecil-kecilan. Apalagi, aku lebih sering sendiri di rumah itu jika Diana tinggal di Depok. Lagipula, lumayan untuk menekan biaya.

"Soal modal, lo jadi mau ngajuin pinjaman ke bank?" Mila bertanya kepadaku.

"Begitu semua proses ini selesai, gue akan ngajuin pinjaman."

"Lo enggak mau ngajuin proposal ke rekan yang lain, mungkin ada yang mau jadi investor atau partner?" tanya Chris.

"Bukannya itu terlalu riskan?"

"Memang. Tapi, keep in mind kalau pengajuan ke bank ditolak."

Aku mengangguk, mengikuti sarannya.

[COMPLETE] Playing with FireWhere stories live. Discover now