16 - Karma Instan

970 144 16
                                    

Pagi ini koridor berisik sekali. Ada apa sih? Apa ada gosip baru? Apapun itu, aku hanya ingin cepat-cepat sampai kelas. Ngantuk!

"Arca!" panggil seseorang saat aku akan menaiki anak tangga pertama.

Damar. Masih ingat dia, 'kan?

Setelah melakukan salaman khas kami, dia bertanya, "Hari ini lo ada Bahasa Inggris, 'kan? Pinjem kamus, dong!"

"Lo juga Bu Rena, ya?" aku mengambil kamus dari dalam tas dan memberikannya pada Damar.

"Iya. Ketat banget, cuy! Nggak bawa kamus, hukumannya translate cerpen."

Memang benar. Sudah kubuktikan, tanganku pegal parah menulis cerpen Bahasa Inggris plus terjemahannya.

"Eh, ada apaan, sih, rame-rame?" tanyaku penasaran.

"Ohh ... itu, ada murid sini yang kecelakaan."

"Hah? Siapa?"

"Dio. Temen sekelas gua, loh, padahal."

Dio? Kenapa namanya sama kayak cowok yang Zee bicarakan kemarin?

"Kapan kejadiannya?"

"Kemarin sore, di depan SMP 3. Kabarnya, sih, kecelakaannya lumayan parah. Bibirnya robek, dia dapet 3 jahitan."

Kedengarannya memang parah. Tapi Dio itu Dio mantannya Keira atau Dio yang lain? Pandanganku lurus ke belakang Damar, nampak cewek berhoodie kuning duduk di bangku taman memangku sebuah gitar.

"Banyak yang bilang itu karma." ucapan Damar membuat fokusku kembali padanya. "Lo tau, 'kan? Kemarin dia ngatain Key di depan banyak orang, terus sorenya kecelakaan. Pada langsung nyebar gosip kalau Dio kena karma instan."

Aku terdiam.

Benar itu Dio si cowok berengsek.

"Yaudah ya, Sa! Gua balik kelas," pamit Damar dan langsung pergi.

Aku bersandar pada pegangan tangga, menghadap bangku dimana Zee berlatih gitar. Perasaanku jadi aneh.

"Btw, kamu maunya kapan?"
"Terserah lo aja, pokoknya harus hari ini."

"Oh iya, Zee, tadi aku denger percakapan kamu sama Keira pas di kelas. Hari ini kamu mau kemana?"
"Ke rumahnya Key, mau belajar main gitar sama abangnya."

Akhirnya, aku memutuskan untuk ke tempat Zee. Semakin dekat dengannya, semakin terdengar alunan nada gitarnya. Aku mengambil duduk tepat di sampingnya, membuat nada-nada yang tadi kudengar menghilang seketika.

"Ya ampun, Arsaaa... Nyapa kek! Kayak setan aja tiba-tiba nongol." protesnya dengan raut kesal.

"Eheheheh ... surprise!"

Alis Zee bertaut, "Apa sih ... gadanta!" Dia kembali memetik gitarnya.

"Lagunya apa?"

"Ada deh..."

"Ah, Zee gak seru!"

"Biarin!"

"Kalau latihan nggitar harusnya sekalian latihan vokal,"

"Halah! Akal-akalanmu, Sa!"

Aku mengerucutkan bibir, gagal sudah rencanaku untuk memancingnya bernyanyi. Tapi apapun lagunya, kurasa akan terdengar merdu kalau Zee yang menyanyikannya.

"Kamu udah denger beritanya belum?"

Lagi-lagi, Zee menghentikan permainan gitarnya. "Udah. Tuhan emang adil, ya?" responnya tanpa menoleh ke arahku.

Entahlah, Zee.

Aku tau Tuhan itu adil.

Tapi benarkah ini karma?

"Tapi kasian juga ya dia." Zee menatapku, "Mungkin karena banyak cewek yang nyumpahin dia, akhirnya jadi gini."

Aku menanggapinya dengan 'hm' panjang.

Aduh, aku ini kenapa?

Kenapa kesannya kayak nuduh?

Kan gak mungkin!

・ • • ━━━♦️━━━ • • ・

ZenithWhere stories live. Discover now