28 - Everybody, She's My Bae!

841 99 7
                                    

Bodohnya diriku mengundang badai saat cuaca mulai cerah.

Pagi tadi, Tifani mampir ke rumah untuk mengambil kembali jepit rambutnya. Karena saat itu aku juga sudah siap, jadi Mamah mengusulkan untuk berangkat bersama.

Tanpa ingat yang terjadi semalam, aku langsung menyetujuinya.

Alhasil, perasaan Zee yang sudah secerah biasanya pun kembali mendung saat melihatku memboncengkan Tifani.

Dan mendung tersebut telah menjadi badai. Jelas terlihat dari sikap Zee yang mengacuhkanku setengah hari ini.

"Zee!" panggilku pada Zee yang bersandar ke pintu kelasnya sambil melamun.

Dia tersadar, dan begitu melihatku dia sontak masuk ke kelas namun berhasil kugagalkan dengan cara menarik tangan kanannya. Aku tau dia akan menghindar.

"Lepas! Nanti pacar sama calon pacar kamu liat."

Bukannya melepasnya seperti yang dia bilang, aku justru semakin mengeratkan peganganku. "Aku. Gak. Punya. Pacar. Dan satu-satunya calon pacar yang kupunya sekarang adalah orang yang tangannya lagi kupegang."

"Bullshit!"

"Kamu ngeyelan, ya!"

Zee tidak merespon dan malah mencoba melepas tangannya. Cewek macam apa, sih, dia? Kupegang tangannya saja, enggan. Dia benar-benar melukai harga diriku sebagai mantan calon most wanted!

Jengkel, akhirnya kutangkap tangan kirinya yang mencakar peganganku dan memposisikannya seperti bergandengan.

Dengan senyuman, aku menariknya agar ikut berjalan melewati kelas-kelas tetangga dan siswa-siswi yang berlalu-lalang.

"Wehee ... lanjutkan, Sa!" komen Rio setelah menghentikan obrolan seriusnya dengan Damar.

Aku nyengir bangga, "Pacar gue, nih!"

Lalu saat sampai di depan kelasku, Keira yang baru akan keluar kelas berhenti —kaget. "E-e-e-ehhh ... ada yang jadian, nih! PJ, dong!"

"Yaudah ayo ikut ke kantin!" ajakku. Keira tersenyum pepsodent dan langsung membuntuti kami. Tidak apa-apa. Toh, sebentar lagi kan Zee juga akan jadi pacar resmiku. Hanya tinggal mencari momen yang pas.

Sesudah menuruni tangga samping kelasku, ada Brianda and the geng yang sedang menatap kami tanpa ekspresi dari bangku depan kelasnya. Khususnya mungkin ke arah Zee dan Keira.

Ya, katanya Brianda tidak akan menunjukkan sifat jeleknya di depanku.

"Kamu mau bikin aku mati hari ini, ya, Sa?" Ternyata pandangan Zee juga mengarah pada mereka.

"Enggak, lo bakal mati sesuai jadwal. Kalo mereka macem-macem, bakal gue kasih bogem mentah!" sahut Keira.

Tangan Zee terulur untuk memukul Keira di belakang sambil berseru "Heh!", tapi sayangnya tidak kena. "Kamu nggak liat cerek-cerek itu mendidih?!"

Aku tetap mempertahankan 'jalan cool'-ku menghampiri mereka. "Hei, Nda! Mau ikut kita ke kantin, gak? Aku traktir."

"Enggak, Sa. Makasih." tolak Brianda dengan senyuman.

"Ayo, gak pa-pa. Ini PJ-ku sama Zee. Kamu ikut aja, biar sekalian."

"PJ?" Brianda melirik Zee sebentar kemudian kembali lagi padaku, "Kalian jadian?"

"Iya,"

Brianda diam, untuk beberapa saat dia hanya bernapas dan berkedip. "Ikut aku bentar, Sa! Aku mau ngomong." Brianda menarik tangan kiriku yang terjuntai bebas.

Tak kusangka, tangan Zee yang daritadi pasrah kugandeng di tangan kanan, kini malah balas mengeratkan gandengannya dan membuat Brianda seketika terhenti.

Zee melemparkan tatapan tak rela.

"Pinjem bentar." pinta Brianda kepada Zee.

Zee tetap mematung dengan ekspresi yang sama sampai Keira memukul kepala Zee dengan telapak tangan sambil berkata;

"Lepas, goblok! Jangan drama!"

・ • • ━━━♦️━━━ • • ・

ZenithWhere stories live. Discover now