32 - Kamu Tau Dari Mana?

793 94 5
                                    

"Btw, dia kasian juga loh. Udah perasaannya nggak terbalas, kejebak friendzone, dibully pula sama Brianda!"

"Emangnya kamu pikir kenapa Tifani nutupin perasaannya? Dia diancem sama Brianda, nggak boleh nunjukin kalo dia suka sama kamu."

"Brianda itu pembully, penglabrak."

"Karna dia suka sama kamu, jadi dia jaga image. Jangan sampe kamu tau sisi jeleknya,"

"Mungkin Zee emang seasik itu sampe bisa bikin Brianda basa-basi dulu."

"Dari awal masuk, keliatan banget dia orangnya sombong. Ngomong kalo penting doang, itupun to the point banget. Jadi aku kaget kalo dia bisa basa-basi sama Zee."

"Sama dua temennya aja jarang banget ngobrolin sesuatu yang nggak ada tujuannya."

"Gue nggak akan pernah ngasih tau itu ke korban gue."

"Lo bisa tanya sama korban gue yang lain kalo nggak percaya!"

"Kenapa juga gue bongkar dosa sama mereka? Nggak ada untungnya.

"Awalnya dia juga ngancem aku, terus aku pancing. Dia bilang semuanya."

"Katanya, semua cewek yang suka kamu udah dia peringatin."

"Brianda sendiri yang bilang."

"Gue nggak tau siapa yang ngasih tau, tapi gue curiga kalo lo bohong."

"Jadi menurut kamu, Zee..." "Boong."

Bohong.

B O H O N G !

Semakin mempercepat langkahku untuk mencari Zee. Ini hari Jumat, dan besok libur dua hari, aku tidak bisa menunggu tiga hari lagi.

Akhirnya, kutemukan dia diantara para siswa yang seliweran di koridor. Dia berjalan membelakangiku, akupun langsung mengikutinya. Berharap bisa meraih tangannya agar berhenti.

Di persimpangan, dia berbelok ke lorong yang jarang dilewati. Iya, itu lorong yang sama seperti di mimpiku dulu.

Aku ikut masuk ke lorong sepi tersebut.

"BAA!!" teriak Zee mencoba mengagetkanku. Dia berdiri di tengah ruas jalan. "Kamu ngikutin aku ya, Sa.." godanya.

Aku diam.

Dia berbicara lagi, "Kan udah aku kasih nomor HP. Kalo mau ngomong, calling-calling aja kali!"

Ini bukan sesuatu yang bisa dibicarakan lewat telepon.

"Oh atau jangan-jangan," dia melirikku dengan mata menyipit, "kamu kangen, ya, sama aku!"

Zee terus-menerus menghujaniku dengan kata dan kalimat godaan yang riuh. Sedangkan aku tetap pada pose awalku.

Perlahan suaranya menghilang seiring dengan dia yang mulai menyadari kebisuanku.

"Kamu kenapa, Sa?" tanyanya memecah keheningan.

"Kamu bilang, Brianda ngasih tau kamu kalo semua cewek yang suka sama aku udah dia peringatin?"

"Iya, aku bilang gitu. Kenapa?"

"Gak mungkin! Brianda gak suka basa-basi, pancingan macem apa yang bisa bikin dia bongkar itu ke kamu?"

Zee terdiam.

"Dia aja bahkan gak pernah basa-basi sama sahabatnya sendiri." tambahku.

Zee masih diam.

Aku mendekatinya, "Kamu tau darimana, Zee?"

"Atau ini cuma akal-akalan kamu aja? Apa motifnya? Karena suka?" sambungku.

"Kenapa sih kamu menolak tenar?"
"Ya iyalah aku nggak terima!"
"Mukamu jadi sia-sia, Sa!"

Setelah berdiri di depannya, aku berkata, "Apa ini rencana? Apa kamu taruhan sama seseorang buat naklukin mantan calon most wanted?"

Pantas saja dia ngotot sekali waktu itu!

"Aku pengen banget, Sa, jujur sama kamu. Tapi ... sejujur apapun aku, tetep aja ada hal-hal yang nggak bisa aku bilang."

"Apa yang kamu sembunyiin, Zee?" tanyaku dengan suara yang --mungkin-- sedikit parau.

Dia menunduk cukup lama untuk menarik dan membuang napas. Mendongak menatapku, Zee tersenyum, "Besok Minggu ... kita liat sunset, ya?"

Aku menaikkan sebelah alisku. Apa ini semacam pengalihan topik?

"Bakal kujawab semua pertanyaan kamu disana. Tapi sebelum mataharinya bener-bener tenggelam, kamu harus bersikap kayak biasanya, jangan kayak gini."

Kenapa memangnya?

Aku berpikir sejenak, namun setelahnya tetap saja jawabanku adalah, "Oke."

・ • • ━━━♦️━━━ • • ・

ZenithHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin