2.6

44.4K 2.3K 45
                                    

Sudah dua hari, Devanno dan Adelia tidak saling menyapa. Bicarapun hanya sekedarnya. Keduanya masih egois dengan perasaannya masing-masing.

Hari ini Devanno kebetulan sedang tidak ada kelas di kampusnya. Ia bisa seharian bermain dengan El di rumah. Namun harinya yang ia harapkan indah, tidak terjadi karena Adelia masih tak bicara.

"Hey, mau sampe kapan kamu diemin aku?" tanya Devanno menahan Adelia. Nadanya ia buat sangat lembut.

Dari tadi pagi, Adelia selalu menghindar saat Devanno mendekatinya.

Adelia masih tak menjawab.

"Bukannya yang seharusnya marah itu aku ya? Kamu jalan sama mantan kamu di belakang aku. Tapi kenapa kamu yang jadi marah ke aku?" tanya Devanno lagi.

"Mas mikir aja sendiri! Dan satu hal lagi. Aku ngga jalan sama dia. Aku ngga sengaja ketemu. Beda sama kamu pas ketemu kak Siska dulu."

"Aya, stop ngungkit Siska lagi. Masalah aku sama Siska itu beda. Coba deh jangan kebiasaan nambahin masalah."

"Tau deh mas. Kepala aku pusing. Aku ngga enak badan." kata Adelia.

"Kenapa? Kamu sakit?" lagi-lagi Devanno menahan Adelia.

Adelia menggeleng lemas. Wajahnya pucat. "Enggak. Cuma mau tidur aja."

"Kalo sakit kita ke dokter aja yuk?"

"Ngga usah. Aku cuma pusing aja."

"Yaudah! Aku harus ke kampus hari ini."

"Loh katanya libur?"

"Iya. Tapi aku harus ambil berkas kerjaanku."

"Bilang aja mau ketemu mahasiswi cantik."

"Apa sih kamu nih? Terserah lah, Ya. Sebebas kamu aja mau ngomong apa." kata Devanno pergi meninggalkan Adelia.

Memang bagi dosen muda seperti Devanno sangat disibukkan dengan pekerjaannya. Tak jarang beberapa dosen senior juga meminta bantuannya untuk mengerjakan sesuatu. Seperti saat ini, di hari liburnya ia masih bekerja dengan giat.

Ia sudah anteng duduk di meja kerjanya, memakai kacamata bacanya sembari mulai mencari berkas yang ia perlukan.

Sesaat kemudian, ponsel Devanno berdering.

"Ya mah?" sapanya saat mendengar suara ibunya dari sebrang sana.

"Kamu ini dimana sih? Istri kamu pingsan dirumah. Cepat kerumah sakit."

Seketika Devanno langsung berlari keluar. Segera ia menghidupkan mobilnya tanpa perlu memperhatikan barang bawaannya tadi.

Sesampainya di rumah sakit, Devanno mencari Adelia dengan panik dan nafasnya yang tak beraturan.

"Devanno."

Panggilan itu membuat Devanno menoleh. Ia langsung menghampiri ibunya dan juga ibu Adelia yang sedang menggendong El.

"Adelia kenapa mah?"

"Kamu temuin dia gih. Biar El sama mama." kata mama Adelia.

Devanno mengangguk sekilas. "Devan titip El ya mah."

Lalu ia masuk ke kamar tempat Adelia di rawat. Bahunya mengendur saat melihat Adelia tengah terbaring disana. Perlahan langkahnya mendekat ke tempat tidur Adelia. Ia duduk di bangku yang berada tepat di sebelah kasur Adelia.

Entah kenapa, Devanno merasa menyesal saat ini. Ia merasa bahwa ia tidak bisa menjaga Adelia dengan baik. Ia tau betul perilakunya kemarin yang membuat Adelia seperti ini.

Ia menundukkan kepalanya sembari memegang erat tangan Adelia. Merasa ada pergerakan, ia kembali mendongakkan kepalanya.

"Hey sayang. Kebangun ya?" tanya lembut seraya mengusap kepala Adelia.

"Mas kok disini? Siapa yang kasih tau?" Adelia balik bertanya dengan nada lemah.

"Tadi mama telepon aku, terus aku langsung kesini." jawab Devanno. "Kamu kok bisa pingsan? Kenapa?" tanyanya lagi.

"Kepala aku pusing banget pas lagi bukain pintu buat mama. Sebenernya ngerasanya udah dari pagi. Untung aja pas aku bukain pintu, aku lagi ngga gendong El."

"Kenapa ngga bilang sama aku sih sayang? Kan kita bisa ke dokter."

"Maafin aku ya mas."

"Ngga apa-apa. Tapi lain kali, bilang sama aku kalo ada apa-apa ya?"

Adelia tersenyum seraya mengangguk mengiyakan. "El mana mas?"

"Diluar sama mama. Biarin aja dulu- kamu istirahat sekarang."

                                 ......

"Biar El mama yang jaga dirumah ya." kata mama Devanno yang saat ini tengah menggendong El yang sudah tertidur pulas.

"Iya. Kamu istirahat aja. Biar El serahin sama oma sama eyangnya." kata mama Adelia.

"Beneran mah?" Devanno memastikan.

"Iya Dev! Kamu urus Aya aja disini." kata mama Devanno.

"Tapi kalo El mau susu gimana mah?" kali ini Adelia yang bertanya.

"Kamu ada stok ASI di kulkas kan? Santai aja sayang." kata mama Adelia.

"Yaudah kita pulang ya."

"Iya mah. Devan titip El ya." kata Devan yang diangguki keduanya.

Adelia tampak sedih saat melihat El keluar meninggalkannya.

"Kenapa sayang?" tanya Devanno.

"Kasian El. Hari ini dia ngga tidur sama kita."

"Ngga apa-apa. Kan ada mama. Makanya kamu cepet sehat, jadi bisa tidur sama El lagi." kata Devanno.

Adelia mengeluarkan air matanya.

"Hey, kenapa sayang?" Devanno duduk di sisi kasur.

"Aku sedih mas. Kasian El."

Devanno tersenyum seraya menarik Adelia ke pelukannya.

"Udah ngga usah dipikirin. Ada mama -mama yang jagain dia. Kamu fokus sama kesehatan kamu." Devanno mengusap kepala Adelia.

"Maafin aku mas. Gara-gara aku sakit, El jadi terlantar."

Devanno melepas pelukan Adelia. Ia mengangkat wajah Adelia yang tertunduk.

"Emang itu sakit maunya kamu?"

"Ya enggaklah mas."

"Nah yaudah. Ngapain minta maaf? Hm?" nadanya sangat lembut. Bahkan nadanya bisa membuat bulu kuduk merinding karena sangat lembut.

Adelia tersenyum. "Mas udah ngga marah sama aku?"

Devanno tampak berfikir. "Aku ngga marah sebenernya. Aku marah karena kamu ngga jujur sama aku siapa laki-laki itu."

"Itu artinya mas cemburu dong?"

Devanno segera menggeleng. "Kalo kata Dillan, cemburu itu hanya untuk orang yang tidak percaya diri."

"Berarti mas Devan ngga percaya diri dong?"

"Kamu beneran sakit apa enggak sih?"

Adelia memanyunkan bibirnya, lalu memeluk Devanno dengan tangan yang masih tertancap jarum infus.

"Beneran sakit ngga?" tanya Devanno seraya mengusap belakang kepala Adelia dengan lembut.

"Iyalah." sahut Adelia.

"Sakit kok bisa godain aku?" katanya yang membuat Adelia terkekeh.


Tbc.

 My Lecturer My Husband → K.M.GWhere stories live. Discover now