Bonus Part 5

60.1K 2.2K 45
                                    

Seisi rumah Adelia sudah tercium harum masakan yang disiapkan olehnya. Kemampuan memasak Adelia sekarang tidak dapat diragukan lagi. Ia sangat pandai memasak. Bahkan, Devanno memilih untuk makan dirumah saat ada yang mengajaknya untuk makan diluar.

"Bi, tolong panggilin El dong. Makanannya udah jadi nih." titah Adelia pada asisten rumah tangganya.

Sejak kehamilan keduanya ini, baik Adelia maupun Devanno sepakat untuk menyewa asisten rumah tangga agar bisa membantu pekerjaan rumah. Meskipun begitu, dalam urusan memasak dan mengurus El, Adelia memilih untuk melakukannya sendiri. Pekerjaan asisten rumah tangganya hanya untuk mencuci baju, mencuci piring, menyapu lantai, dan mengepel.

"El-nya tidur bu."

"Oh tidur? Pantes ngga kedengeran suaranya." balas Adelia. "Yaudah bibi makan aja gih. Nanti kalo El bangun, baru bibi bisa bersih-bersih." lanjutnya.

"Nanti saja bu. Saya belum lapar."

"Hm. Yaudah! Nanti tolong beresin ya bi. Saya masuk dulu." kata Adelia yang di angguki oleh asisten rumah tangganya.

"Aku pulang."

Adelia terkejut saat mendengar suara itu.

"Loh? Mas Devan? Kok udah pulang?" tanya Adelia.

"Hai sayang."

Saat hendak mengecup kening, Adelia langsung menghindar.

"Kenapa?" tanya Devanno.

"Aku belom mandi. Masih bau masakan, bau dapur."

Devanno mendecak. "Apa sih kamu. Kaya sama siapa aja." kata Devanno. "Sini cium dulu." sambungnya.

Saat mendekat, Devanno justru mengecup sekilas bibir Adelia.

"Mas, ketauan bibi entar." protes Adelia.

"Biarin. Biar bibi tau kalo aku sayang kamu." kata Devanno menggombal.

"Eh tapi kenapa kamu pulang hari gini?"

"Iya. Tadi ada kegiatan di kampus, tapi aku ngga ikut. Jadi ya aku pulang."

"Tau gitu mending ngga usah kerja tadi."

"Yee.. Kan harus absen sayang." katanya. "El mana? Sepi banget."

"Tidur. Padahal belom makan siang."

"Oh. Kalo anak ayah yang ini, lagi apa?!" tanya Devanno sembari mengelus perut besar Adelia.

"Hari ini dia nendang-nendang terus. Kayanya udah ngga sabar mau keluar."

"Oh ya? Bagus dong. Aku juga ngga sabar mau ketemu." kata Devanno. "Loh, kok kaki kamu bengkak? Abis masak ya?"

Adelia mengangguk mengiyakan. "Baru selesai."

"Aduh sayang. Kan aku udah bilang. Kamu ngga usah masak terus. Biar bibi aja yang masak. Perut kamu itu udah besar. Kalo kelamaan berdiri, kaki kamu bisa bengkak."

"Iya mas. Tapi aku bosen lah duduk doang dirumah. Masak sebentar mah ngga masalah."

"Kan bisa main sama El. Susah banget kamu tuh dibilang, Ya."

"Ih lebay banget." kata Adelia. "Yaudah aku mandi bentar ya. Sini tasnya kubawain ke kamar." kata Adelia yang langsung membawa tas Devanno.

Setelah selesai mandi, Adelia menghampiri Devanno yang tengah menonton televisi.

"Kok El lama banget tidurnya ya?" tanya Devanno.

"Bangun barusan minta susu. Aku buatin di kamar aja."

"Kenapa ngga dibangunin aja. Bilang ayah udah pulang gitu."

"Entar malah rewel kalo belom waktunya disuruh bangun, mas." kata Adelia duduk disamping Devanno.

Seperti biasa, Adelia menyenderkan kepalanya didada Devanno dengan manja.

"Mas."

"Hm?"

"Kita tuh ngga kerasa banget ya."

"Maksudnya?"

"Ya ngga kerasa udah mau punya anak dua. Kayanya baru kemaren banget kita dijodohin kakek. Kayanya baru kemaren banget kita ketemu di kampus, kamu marahin aku karena telat. Eh... Sekarang kita udah mau punya anak lagi."

"Itu namanya takdir sayang. Tuhan ngasih jalan kita buat ketemu itu ya lewat kakek."

"Iya ya. Kebetulan banget pas kakek kambuh, kamu ada di perpus sama aku."

"Iya! Padahal aku inget banget waktu itu aku ngga ada niatan buat ke kampus. Terus tiba-tiba aja ada dosen yang minta aku buat nyariin buku buat bahan ajarnya."

"Oh ya? Terus?"

"Ya gitu. Setelah aku ambil bukunya, terus aku liat kamu lagi serius banget ngerjain tugas. Jadi aku samperin deh."

"Jadi terharu."

"Eh tapi inget ngga siapa yang sebarin foto kita waktu itu, dan naro di mading?"

"Siapa? Kamu tau?" Adelia bangkit dari posisinya dan menatap Devanno dengan serius.

Devanno mengangguk. "Tau banget! Tapi yaudahlah lupain aja. Toh itu udah masa lalu juga."

"Ih siapa mas? Penasaran aku. Siapa sih?"

"Udah udah lupain aja. Ngga baik ungkit yang udah lama."

"Ih nyebelin! Kalo ngga mau ngasih tau ngga usah ngebahas lagi. Bikin penasaran aja." protes Adelia yang membuat Devanno terkekeh.

Adelia kembali ke posisi awalnya. Ini adalah posisi yang sangat ia sukai setelah menjadi istri Devanno.

"Mas, mas malu ngga liat aku dasteran gini?" tanya Adelia.

"Malu kenapa?"

"Yakan banyak suami yang suka protes kalo istrinya dasteran, terus pas kamu pulang badan istrinya bau dapur karena habis masak. Pokoknya gitu deh."

"Kamu abis nonton drama di TV ya?"

"Enggak! Kenapa emang?"

"Ya itu ngomongnya berlebihan banget. Apaan coba! Kenapa mesti malu? Aku justru seneng lah. Kalo badan kamu bau dapur, kan artinya kamu masak buat aku. Terus kalo kamu dasteran, itu mah wajar. Kamu kan lagi hamil. Justru aku bakal malu kalo kamu pake pakaian ketat, padahal lagi hamil. Malu banget tuh aku."

"Ih ya ngga mungkin lah."

"Makanya itu. Ngapain kamu mikir aku malu?! Dengerin aku ya sayang. Mau kaya apapun kamu sekarang. Mau kamu gemuk, dasteran, bau dapur atau apapun itu... Aku tetep sayang sama kamu. Karena sayangnya aku ke kamu itu dari hati. Bukan dari yang lain." kata Devanno.

"Sadar atau ngga sadar, kita ini saling melengkapi. Contoh sederhananya aja. Waktu kamu hamil kedua ini, aku yang ngidam kan? Itu kan artinya kita saling melengkapi. Sama-sama ngerasain susah, seneng bareng-bareng. So, stop thinking about that. Ok?"

"Aku cuman ngga mau mas ngga suka sama aku sekarang aja."

"Astaga Aya. Mulai besok, aku larang kamu nonton drama TV deh. Nonton drama korea aja tuh sana. Pikiran kamu sekarang terkontaminasi sama tayangan TV. Jadi suka mikir yang ngga mungkin akan terjadi."

"Ih kok mas kesel."

"Gimana ngga kesel sih sayang. Kamu tuh jelek banget pikirannya. Kamu ketakutan sendiri itu. Itu ngga baik buat kesehatan kamu. Apalagi sekarang lagi hamil."

"Yaudah iya deh iya. Maafin aku ya mas."

"Cium dulu. Baru di maafin."

Adelia langsung mencium pipi Devanno dengan cepat.

"Kok pipi doang? Mumpung bibi lagi makan, boleh lah cium yang lain."

"Boleh ngga ya???" ledek Adelia.

Perlahan Devanno mendekatkan wajahnya dengan wajah Adelia. Dengan refleks, Adelia pun menutup matanya. Hingga jarak mereka hanya tinggal 1 centimeter, mereka harus berhenti.

"Ayah, kok udah pulang?"

 My Lecturer My Husband → K.M.GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang