10 : Kekanakan

2.5K 342 17
                                    

Pukul 9;15 malam.

Mobil SUV berwarna hitam melenggang dengan bebas di jalanan Kota Bandung, dengan santai tangan kanannya menyetir kemudi mobi, sedangkan satunya lagi asyik mengusap lembut tangan kecil di genggamannya.

Tak ada percakapan, selepas Hanif mengajak Ayesha bertemu teman – temannya untuk merayakan ulang tahun, keduanya hanya diam. Sebelum akhirnya Ayesha meminta Hanif menghentikan laju mobil di sisi Jalan Layang Pasupati.

"Kenapa?"

"Berhenti dulu sebentar."

Ayesha melepas gandengan tangan Hanif lalu sibuk mengambil sesuatu dari jok belakang mobil. Setelah berkutat seorang diri dengan susah payah, tubuh Ayesha akhirnya berbalik menghadap pemimpin umum Pers Kampus itu.

"Ta-da!"

Sebuah kue berwarna hitam dan coklat berhiaskan ceri merah, dan nama Hanif di atasnya kini ada di tangan Ayesha. Sesaat Hanif terkejut melihat senyum gadisnya itu yang membawa kue ke hadapannya.

"Emang sih, waktu itu anak – anak sekre udah sempet kasih kue. Tapi ini special buat Kakak, aku tadinya mau bawa pas ngumpul sama temen Kakak tadi. Tapi kayaknya, mereka gak suka hal kekanakan kaya gini."

Ayesha ingat sekali saat salah satu teman Hanif di café tadi, mengatakan kalau memotong kue ulang tahun dan meniup lilin di usia mereka ini kekanakan. Jadi niat Ayesha yang ingin membawa kue batal, dia sadar diri.

Sempat heran juga, lalu kenapa anak – anak sekre kemarin semangat banget beli kue dan tiup lilin? Kemudian Ayesha sadar lagi, di sekre kan banyak tukang makan. Paling mereka ngincer bisa makan kuenya, buat jadi alasan.

"Maaf ya Kak. Kalau aku ngelakuin hal kekanakan gini. Aku cuman pengen ngasih kejutan aja, khusus buat ulang tahun Kakak. Kalau Kak Hanif gak suka, kuenya bisa—"

Cup

Sebuah kecupan di pipi Ayesha, Hanif berikan. Pipi gadis di hadapannya ini langsung bersemu merah.

"Aku suka kok hal kekanakan." Hanif sangat sadar kalau Ayesha-nya memang terkadang masih sangat kekanakan. Tak hanya tubuhnya yang mungil, secara perilaku sehari - hari Ayesha terkadang masih seperti anak – anak juga.

Gadis ini polos, lembut, apa adanya, tulus, dan berani. Sisi yang disebut beberapa orang kekanakan dari Ayesha itulah yang membuatnya jatuh cinta.

Jika arti kekanakan adalah seperti apa yang Ayesha lakukan, maka Hanif menyukainya. Sangat suka.

Meski terkejut, Ayesha langsung buru – buru menguasai dirinya.

"Aku sebenernya nyiapin lilin, mau niup gak?" tanya Ayesha dengan tatapan penuh harap. Hanif mengangguk tanpa ragu. Gadis itu dengan berbinar mencoba memasang lilin lalu menyalakannnya.

Berbagai lilin warna warni kini tertancap di atas kue. Mobil yang tadinya gelap gulita, menjadi lebih terang.

"Bentar, jangan ditiup dulu, ekhemzz~" Ayesha mempersiapkan tenggorokannya.

"Selamat ulang tahun~, selamat ulang tahun~, Selamat~ ulang tahun~, Kak Hanif bucin~"

"HEH!"

Reporter redaksi itu tertawa melihat respon Hanif yang terkejut dengan nyanyiannya. Dia sering kali mendengar Hanif dikata – katai seperti itu, jadi Ayesha pun suka ikut – ikutan meledek Hanif ini bucin. Tapi, Ayesha suka Hanif yang bucin, itu artinya Hanif sangat menyukainya kan?

"Kamu ikut – ikutan sama yang lain ya ledekin aku!"

"Maaf deh, lagian lucu panggilannya. Kang Bucin."

Pers Kampus 2.0✔Where stories live. Discover now