53 : Menyerah

2.2K 317 89
                                    


"ANYING STRESS GUE SETAAANN!"

Teriak Rara tanpa memperdulikan tatapan orang – orang di sekitar mereka.

"Nyante napa lo, ngegas amat."

"Santai, santai, tau gak lo Cas? Gue hari ini udah tiga kali ganti issue! Narasumber kaya setan semua," maki Rara. Mark yang duduk di samping gadis itu terkekeh, "terus gimana? Setannya berhasil lo wawancara?"

Reporter Redaksi tersebut mendengus, "ada sih yang dapet. Semoga aja kepake."

"Siapa redaktur seniornya?" tanya Yohan, tanpa mengalihkan perhatiannya pada ponsel.

Angkatan 18 tengah berkumpul di sebuah angkringan ayam kalasan. Komplit ada semua dengan kedatangan Nana yang paling terakhir. Sisanya ada yang makan, sibuk sama ponsel, dan nyemil.

"Bang Siddiq Han, makanya gue takut."

"Thara hari ini jadi redaktur junior-nya Naura kan? Gimana? Lancar?" lirik Mark.

"Iya, Thara kalem aja tuh hari ini liputan. Lo doang ributnya ngalahin barongsai kesurupan," sahut Lucas.

"Kalem gimana? Liat tuh," tunjuk Dana dengan dagunya, pada Thara yang duduk paling ujung dengan ponsel yang terus menerus ditatapnya tajam tanpa berkedip. Aura gadis itu gelap sekali. Kayaknya kalau disenggol sedikit saja, akan mengamuk.

"Udah, jangan diganggu. Harus bimbing junior, terus liputan, dan laporan ke senior itu paling menyiksa."

"Apalagi Kak Siddiq, hadeuuh, sumpah deh, takut banget gue kalo mau ngomong atau protes. Diskakmat mulu," curhat Ayesha.

Semua orang menyetujui ucapan Jelita dan Ayesha.

"Kak Naresha harusnya liat ini, dan ngerasain amarahnya Thara," kekeh Dana.

"Makan apa, Na?" tanya Rara, melihat Nana dari tadi cuman diem, gak mesen makan, beli jajanan atau bahkan sekadar ikut obrolan.

"Gak makan gue, ntar aja."

"Kenapa lo? Gak nafsu?" tanya Mark, Nana menggeleng.

"Udah minum susu tadi, masih kenyang gue."

"Eh, Jel. Lo sama Bang Jinan gimana? Beneran udah beres?" tanya Dana tiba – tiba. Jelita yang lagi nyemil telur gulung tersedak, panik minta minum sama Lucas yang ada di sampingnya.

"Haha, kalem aja kali Jel. Sampe batuk gitu," tawa Yohan.

Dana melirik Nana, selepas obrolan malam para lelaki di sekre kapan hari, dia sebenarnya sudah sering memperhatikan tingkah Nana dan Jelita. Sedikit miris dengan nasib Nana, yang hampir hilang harapan itu.

"Gue sama Kak Jinan gak ada apa – apa. Kenapa sih suka pada ngeledekin gue sama dia? Kak Jinan kan udah ada Teh Senin."

"Kalo Bang Jinan gak bisa, liat yang ada aja Jel."

Jelita menoleh pada Danan, lelaki itu melanjutkan, "yang jelas di depan pintu kan ada."

Semua orang di sana, bibirnya membentuk kata "waahh" tanpa suara. Mereka mengerti sekali sindirian halus Dana. Sementara Nana mulai merasa tak nyaman, pasalnya ekspresi wajah Jelita terlihat terganggu sekarang.

"Apa sih, emang siapa yang mau sama cewek muka pas-passan, kelakuan aneh, dan gak ada bagus – bagusnya ini? Kak Jinan juga paling cuman karena kasian doang sama gue," kalimat itu diakhiri sudut bibir Jelita yang terangkat miris.

Semua orang di sana diam menatap teman mereka itu.

Beres makan, mereka jalan kaki kembali ke kampus. Angkringan tadi cukup jauh, tapi masih bisa ditempuh dengan berjalan kaki, jadi mereka bersembilan memilih berjalan bersama berjejer ke kampus.

Pers Kampus 2.0✔Where stories live. Discover now