Chapter 2

89.1K 7.3K 849
                                    

Haloo... 🙈 update cepat nih 🤭 Terima kasih untuk respons baiknya di part pertama ❤️


Happy Reading


Rion menghentikan langkahnya, menoleh lagi ke belakang ketika cicitan berisik Allea tidak terdengar. Dia mengernyit, melambaikan tangan pada anak sepuluh tahun itu yang tengah cemberut di tempat.

"Sayangku, sini cepet jalan. Ngapain kamu di sana? Katanya kamu kangen sama aku."

Mendengar panggilan manis itu, spontan saja Allea menunduk malu-malu dan berlari cepat ke arah Rion. Berdebar, hatinya kesenangan.

"Aduh!" Allea tertawa girang, sambil meraih tangan Rion yang baru saja akan dilingkarkan kembali ke pundak kekasihnya. Rasa sebalnya akan kejadian tadi langsung sirna seluruhnya. Ia tidak bisa marah pada Rion. Tadi juga ia tidak marah, hanya cemburu saja. Kan wajar, namanya juga pada lelaki yang disukai.

Dengan tinggi yang sangat jauh berbeda, ketiganya berjalan saling berdempetan. Meski leher Allea pegal karena lebih sering mendongak untuk menatap wajah Rion di atas sana, tetapi ia tidak mengapa. Toh, yang dilihatnya seperti surga walau di sampingnya bisa dikatakan neraka. Tentu bukan dirinya yang jadi nerakanya. Itu tuh, perempuan bertubuh setinggi tiang listrik itu yang juga tidak mau melepas gandengan di lengan suami masa depannya.

Chloe diajak Rion pindah ke arah kanan, agar ia tetap bisa menuntun tubuh kekasihnya. Sedang Allea masih berbicara dengan riang seraya menggenggam tangan kirinya dengan jemari mungil itu. Banyak hal yang dia ceritakan, termasuk tentang hari-harinya di sekolah. Padahal telinga Rion tidak terlalu fokus mendengarkan, sebab ia harus menjelaskan beberapa hal pada kekasihnya tentang Jakarta dan tempat-tempat yang dilalui selama perjalanan.

Dua mobil Alphard putih itu memasuki pelataran parkir sebuah restoran mewah di kawasan Senopati. Sesuai rencana, mereka santap malam di sana karena waktu sudah nyaris menyentuh ke angka tujuh.

Seperti lelaki yang sangat baik dan perhatian, Rion melayani kekasih bulenya itu dengan baik. Sudah pernah ia katakan sebelumnya, bahwa Rion adalah sosok pria yang sempurna. Dia menawari ini dan itu, memperlakukannya begitu manis. Obrolan di meja yang diisi oleh sebelas orang itu mulai ramai. Beberapa anggota keluarga Xander yang lain pun ikut bergabung di sana sekaligus menyambut kepulangan Rion.

Saat mereka mengobrol, Allea cuma bisa jadi pendengar. Tentu saja ia tidak mengerti apa yang tengah mereka bicarakan. Ia malah lebih banyak mengasuh dua bocah kembar tiga tahun itu yang sedari tadi bertanya banyak perihal sebuah film tentang ikan padanya.

"Lo rencana MBA di mana? Mau langsung lanjut kuliah atau lo kerja dulu?"

Mata Allea langsung menoleh ke arah Rion ketika Kakak sulungnya bertanya. "Kak Ion lulus tahun depan, kan?"

"Gue pengin di INSEAD atau kayak lo dulu deh—di Harvard. Nggak tahu nanti keterima yang mana. Cuma gue sih sebenernya pengin tinggal di Prancis buat nyari lebih banyak pengalaman."

"Lebih banyak pengalaman dan lebih banyak ...," Rigel menjeda sambil memutar-mutar sampanye di tangannya—sementara bibirnya menyeringai penuh arti, "nggak jadi. Gue yakin lo udah paham."

"Nggak usah macem-macem. Gue bukan elo ya. Kita di level berbeda, kali, Kak. Gue sih males ngikutin jejak lo yang bar-bar sejak dini."

"Cewek Eropa cantik-cantik sih. Nggak kalah dengan—awhh, sakit, sayang!" Rigel meringis sambil menunduk nyeri ketika mendapat tamparan cukup keras di pahanya.

"Kami percaya padamu, Ri. Kamu tentu saja berbeda dengan Kakakmu. Dia terlalu sesat." Perempuan yang sejak tadi tidak terlalu banyak bicara itu menyela, sambil tersenyum tipis.

Chasing YouWhere stories live. Discover now