Chapter 16

61.7K 7.6K 2.2K
                                    

Haii... Apa kabar? 🙈 Ncan kambek nih 😌


Happy Reading



Tidak ada yang lebih menyakitkan dari dijadikan sosok kesekian dalam hidup seseorang yang kamu nomorsatukan.
Sungguh, rasanya buruk sekali.




***
London menahan tombol lift, menunggu Ayahnya dan Allea yang tengah menghela langkah ke arahnya begitu lamban—saling bersisian. Mereka berdua cocok sekali, sama-sama berisik. Sedari tadi ia menahan sampai pegal sendiri, sementara mereka? Mana peduli. Lihat saja, keduanya dengan santainya bercengkerama sepanjang jalan. Bahkan, kadang berhenti. Sungguh, ia sudah tidak mengerti lagi apa yang keduanya lakukan. Bikin emosi saja.

Ayahnya, Chasen, dan Allea jika disatukan, sepertinya mereka bisa bekerjasama mengganggu ketentraman dunia. Tidak jelas semua kelakuannya. Sebelas-duabelas. Persis.

Rion ditinggalkan, berdiri di depan pintu apartemen cuma bisa memerhatikan. Diam, entah mendengarkan cicitan mereka atau tidak. Dia tidak lagi bergerak untuk menghentikan langkah Allea, di sisinya pun sudah ada Sandra. Sementara Allea—gadis itu terlalu sibuk membahas hal receh dengan Rigel, termasuk perihal rencananya untuk menjodohkan putranya. Anehnya, Allea iya-iya saja.

Zaman apa sih ini? Gosh...

Rigel terlihat semringah, sambil sesekali merapikan dasinya dan berkaca di cermin pajangan koridor gedung apartemen. Siapa pun yang mengenal dekat dirinya, pasti paham betul senyuman itu bukan senyuman biasa. Otaknya pasti tengah memikirkan hal-hal licik—tergambar jelas pada rautnya.

"Akan menyenangkan." Gumaman itu yang dia ucapkan sambil menepuk tengkuk London, sesaat Ayahnya keluar dari apartemen. Ia bahkan tidak ingin repot-repot memikirkan maksud ucapannya. Yang pasti, dia pasti punya rencana jahat pada Om-nya.

"Udah ganteng, Kak, sumpah deh!" puji Allea, seraya tersenyum lebar yang tidak sampai ke mata.

"Iya, gue tahu."

Mereka terkekeh bersamaan.

"Kak Rei, aku nggak apa-apa pulang sendiri aja. Bisa naik taksi atau bis di halte depan. Takutnya kalau antar aku dulu, kalian malah kesiangan menghadiri acara rapat guru. Hari ini aku izin aja," tolak Allea tidak enak hati.

Rigel mengangkat lengannya untuk menatap arloji mahalnya yang melingkar di sana. Orang tua ini benar-benar tampan, sampai setiap berpapasan dengan penghuni lain, dia akan diperhatikan.

"Masih ada cukup waktu. Santai aja, Lea. Jangan sungkan sama Calon Papa Mertua."

"Kalian mungkin bisa mempercepat jalannya—jika nggak keberatan," cetus London, disusul embusan napas panjang—jengah.

"Tulang kaki Papa kayaknya udah melemah nih. Kalau jalan terlalu cepat, ngos-ngosan, Nak. Tunggu lah, jadi orang itu harus sabar, biar kayak Papa."

"Orang sabar, nanti saat punya istri, dapatnya yang barbar." Celetuk Allea, berusaha tidak meledakkan tawa. "Seru kok. Buktinya Kak Rei cinta banget, kan?"

"Menurut kamu, Sea barbar?"

"Menurut Kakak, emang nggak?"

"Seksi sih. Dipukul juga kerasanya enak."

Dan mereka tertawa lagi.

London tidak ikut menimpali, ia bersandar pada lift begitu keduanya akhirnya masuk ke dalam. Padahal dari kejauhan, Rion sempat berjalan untuk menyusul. Dan dengan jahatnya, Ayahnya malah menutup pintu lift sambil melambaikan tangan santai padanya.

Chasing YouWhere stories live. Discover now