Chapter 33

98K 9.3K 5.4K
                                    

Haii... siapa yang masih nungguin? 🙌🏻

Maaf update-nya agak maleman. Soalnya part ini panjang, hampir 5 ribu kataa! Belum dikoreksi sama sekali, jadi kalau ada typo atau kalimat rancu, mohon koreksinya 🙏🏻




Happy Reading



***
Allea menjauhkan ponsel dari telinga, ia sempat tertegun sejenak. Laki-laki yang dulu begitu dipujanya, mengatakan hal yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Jika saja segala hal masih sama, jika saja Allea tidak pernah serusak ini, dan jika saja ia tidak ingat betapa dirinya layaknya sebuah properti di hidup Rion, pasti ia akan senang hingga rasanya akan mati. Ia tahu persis seberapa dirinya cinta pada laki-laki itu. Bagaimana ia berharap Rion membalas perasaannya, dan tidak pernah dianggap adik saja.

Tapi, sekarang, semua hanya berada di titik ... jika saja ... karena kenyataan memang selalu begitu brengsek memperlakukan. Allea sudah kebas. Allea tidak mampu merasakan desiran hangat apa pun. Segala rasa yang pernah ada, entah ke mana perginya. Dan satu hal pasti, Allea sadar bahwa hati Rion tidak akan pernah tertuju padanya. Dia mencintai Sandra, Allea cuma dijadikan objek singgah sementara sampai ia berhasil menyatukan kembali hubungan keduanya.

Apa yang Rion rasakan, bentuk dari rasa bersalahnya. Tidak lebih.

"Allea, can you hear me?" Rion kembali bersuara di seberang sana. "Aku tidak ingin kamu pergi ke mana pun. Please, stay with me."

Tubuh Allea tersandar lemah pada pintu kelas, pandangan sayu itu menatap nyalang ke depan.

"Stay ... with me? Sebagai apa, Kak?" nyaris tak terdengar, suara Allea terlontar parau. "Pelacur kecilmu? Barang yang kamu permainkan sesukamu, dan setelah bosan lalu kamu buang?"

Terdengar suara gebrakkan keras di seberang sana, entah sebuah pukulan pada meja, atau suara bantingan barang. Allea bahkan bisa membayangkan sekeras apa rautnya sekarang.

"Bisa kamu ulang, Allea?"

Geraman Rion seakan menghunus gendang telinga Allea, menghardik pelan nan tajam.

"Apa yang kamu katakan barusan?" ulangnya, memastikan Rion tidak salah dengar atas kalimat kasar yang terlontar.

"Apa yang salah? Bukankah kamu memperlakukanku seperti salah satunya?!"

Rion diam, tetapi Allea bisa merasakan bagaimana dominannya aura laki-laki itu meski dari kejauhan.

"Kamu ingin?" lebih tajam, Rion menandaskan. "Haruskah aku melakukannya ... for real?"

Allea menelan saliva, kesulitan.

"Allea, aku bisa dengan mudah menemukan perempuan untuk kutiduri. Mereka melemparkan diri padaku, tanpa perlu susah payah kurayu." Rion menjeda, cukup lama. "Aku tidak melakukan seks untuk kesenangan semata. Aku tidak meniduri perempuan mana pun, hanya untuk memuaskan nafsuku!"

"Lalu, apa?!" Allea menyentak, membuat beberapa orang yang lewat menoleh ke arahnya. "Karena kamu membenciku—agar aku sama hancur seperti dirimu? Iya kah?"

"Apa yang harus aku lakukan, Allea? I just want you to stay, is it that hard?" Rion tidak menjawab pertanyaan Allea, terdengar serak disertai embusan napas beratnya.

"Kak, suatu saat nanti, aku akan pergi." Allea menggumam, sangat pelan. "Ketika aku sudah bisa menyatukan kalian kembali, aku tetap akan pergi. Dan kamu tidak akan pernah menemukanku lagi."

Ponsel masih menempel di telinga, tetapi tidak ada suara apa pun dari seberang sana yang menyahuti—kecuali deru napas Rion yang terdengar semakin jelas.

Chasing YouWhere stories live. Discover now