Chapter 17

67K 8.1K 4.4K
                                    

Haii... update lagi nihhh 🤭🤭 Masih nunggu? 🙈

Mohon koreksinya kalau ada typo. Baru banget selesai 🙏🏻


Happy Reading




***
Allea memerhatikan beberapa lebam kebiruan yang ada di punggung dan betisnya. Tidak ada rasa sakit, semuanya muncul secara tiba-tiba tetapi nanti hilang dengan sendirinya. Entah, ia tidak tahu mengapa dari bulan lalu sering seperti ini. Mungkin karena latihan dance secara intens dan tidak terasa terbentur sesuatu saking semangat. Apalagi mendekati kompetisi dance tingkat Nasional yang nanti diadakan sekitar dua bulan lagi.

Allea kembali menurunkan celana trainingnya yang sempat dinaikkan sampai lutut setelah menempelkan hansaplast koyo pada kedua betis. Ia baru selesai mandi selepas pulang dari tempat latihan—nyaris empat jam lamanya meski tanpa kehadiran sahabatnya—Kevin. Minggu ini lelaki delapan belas tahun itu harus menemani ibunya check up ke Singapur, dan baru pulang besok sore. Inggrid pun ada acara keluarga sehingga malam minggu ini Allea tidak bisa melarikan diri ke mana pun kecuali pulang ke rumah.

Ya ... ke rumah, sendirian lagi.

Keluar dari kamar mandi, Allea menggosok rambutnya dengan bagian atas tubuh yang cuma dibalut atasan sport bra—menampakkan abs perut ratanya yang terlihat sempurna.

Ia berjalan ke beranda, menatap semburat kemerahan yang membentang di langit senja. Indah. Masih bisa menatap matahari yang sudah siap kembali ke peraduan, rasanya menenangkan—walau akhir-akhir ini kesepian lebih sering datang.

Allea masih belum memiliki ponsel, dan selama itu pula apa pun tentang Rion tidak lagi diketahuinya. Mungkin seperti ini lebih baik, sehingga tidak menoleh ke belakang akan terasa sedikit lebih mudah. Walau, jujur, ia merasa kosong. Sosok yang selalu Allea puja, dipaksa untuk dilupakannya.
Sandra juga lebih sering pulang malam, kadang juga tidak pulang.

Mereka bahagia, dan masih baik-baik saja—bahkan tanpa kehadiran Allea di sisi keduanya.

Tidak ada yang berubah. Semua orang sibuk dengan kehidupan masing-masing, termasuk Ayahnya bersama wanitanya. Dan Allea ... ia sudah mulai terbiasa. Disisihkan. Terasingkan. Semuanya sudah tidak lagi terasa terlalu menyakitkan.

Ketukkan beberapa kali di pintu kamar, membuat Allea mengerjap terkejut. Disusul oleh panggilan dari Ayahnya yang terdengar cukup nyaring. Entah berapa kali beliau melakukannya sehingga nadanya mulai terdengar jengkel.

"Iya, Pa, bentar," Allea berjalan cepat ke arah pintu, melemparkan secara sembarang handuknya.

Pintu dibuka, decakkan dari bibir Ayahnya mengudara.

"Dari tadi Papa ketuk, nggak dijawab-jawab. Kamu lagi ngapain sih?"

Apakah Allea melamun kosong sedari tadi? Ia bahkan tidak menyadarinya. Ia baik-baik saja, bukan?

"Dengerin musik di ipod." Allea menatap wajah Ayahnya yang terlihat setampan biasa—mengenakan busana rapi dengan kemeja putih dan celana bahan hitam panjangnya. "Kenapa?"

"Kamu belum siap-siap juga? Kenapa masih pake baju kayak gini?"

"Ke?"

Satu hal lagi yang berubah, Allea tidak banyak bicara seperti dulu—Tomy pun menyadarinya. Tetapi setiap kali ditanya, Allea hanya tersenyum kecil dan mengatakan dia baik-baik saja.

"Kan Papa udah kasih tahu dari kemarin, malam ini kita ke acara Tante Natalie sama Om Hardy. Buru deh kamu siap-siap. Pake dress yang bagusan ya, Sayang. Kamu tahu sendiri Tante kamu kayak gimana."

Chasing YouWhere stories live. Discover now