Chapter 19

74.7K 8.9K 6.9K
                                    

Haiii... akhirnya bisa update, bahkan hampir 4 ribu kata! 🤭🤭

Sebelum ketemu kata TBC, artinya punya kalian terpotong ya. Mohon koreksinya kalau ada typo atau kalimat rancu 🙏🏻 Belum sempat edit sama sekali.






Happy Reading


Seketika ia sadar, jadi dingin itu lebih menyenangkan dibandingkan peduli, tapi tidak pernah dihargai.





***
Rion kembali duduk ketika tawarannya tidak sedikit pun dilirik oleh Allea. Gadis itu masih saling berbagi makanan, dan walau London tidak sama sekali memberikan komentar, tapi dengan senang hati dia akan memakan apa pun yang disodorkan.

Sebenarnya, tidak ada yang tahu pasti London dalam suasana hati senang atau jengah. Lebih banyak mengangguk, atau pasrah. Wajah keponakannya itu tertata datar-datar saja. Ia bingung, dia itu sebenarnya mirip siapa? Mulut Rigel sudah tidak perlu diragukan lagi. Dia titisan iblis dari neraka. Apa pun yang keluar dari sana, pasti akan memancing huru-hara. Sementara ibu kandungnya—Star—dia juga begitu periang dan bawel. Tapi, mengapa yang dihasilkan malah tipe seperti Sea? Irit bicara, apalagi berekspresi. Rion malah akan dengan mudah percaya kalau Chasen adalah titisan Rigel dan Star, dibanding fakta bahwa London bukan anak kandung Sea.

Hanya saja ... aneh melihat London bisa dengan mudah menerima sosok Allea sekarang. Padahal remaja itu tipe yang sulit didekati oleh siapa pun. Termasuk olehnya juga. Mereka nyaris tidak pernah berkomunikasi banyak, kecuali obrolan formal sepatah dua patah kata. Ya, persis saat bicara dengan Sea.

Mengapa harus semudah itu dia dekat dengan Allea? Bapak dan Anak, dua-duanya sungguh memuakkan!

"Are you okay?" Di bawah meja—seolah paham kalau Rion merasa sedikit kacau, perempuan cantik itu mengusap lembut punggung tangannya. "Jangan terlalu dipikirkan omongan mereka. Itu bukan salahmu."

Rion mengerjap pelan, lantas menoleh pada Sandra sambil berusaha mengembangkan senyum hangat disusul gelengan samar. Sungguh, ia tidak ingin membuat wanitanya khawatir berlebih hanya karena omongan mereka barusan.

"Yea, sure, I'm totally fine."

"You don't look okay," jemari Sandra menyentuh pelan kening Rion, mengusapnya. "Masih kepikiran, kan?"

"Jangan khawatir. Kami sudah biasa bertikai setiap kali kami bertemu. Tidak baku-hantam saja sudah cukup baik." Senyuman yang begitu hangat, Rion pasang. "It's not a big deal, Sayang. Aku yang minta maaf karena sudah mengacaukan acara makan malam kita."

Seharusnya, Allea tidak menoleh ke arah mana pun dan tetap fokus saja pada makanannya. Tapi, sialnya, ia malah harus menyaksikan momen mereka berdua yang sedang saling menguatkan secara manis. Mereka berbicara pelan, di tengah keluarga lain yang tengah berbincang.

"Kamu tahu ibuku juga salah di sini. Jadi, aku minta maaf. Dia hanya terlalu khawatir pada Allea."

Rion mengusap punggung Sandra, sambil mengangguk mengerti. "Dan kamu juga tahu, mulut Kakakku sejahanam apa. Jadi, ya sudah, lupakan saja."

Tapi, tetap saja, Rion merasa ada satu impitan tak kasat mata walau berusaha ia abaikan tekanannya. Entah apa yang paling membuatnya kesal, dan kini menempatkan dirinya pada rasa gusar. Barangkali karena ucapan Sea yang cukup menikam tentang bagaimana ia cuma jadi penonton ketika Allea dipojokkan.

"Sekali lagi, aku minta maaf."

Terlihat sekali kalau Sandra merasa bersalah. Tangan keduanya saling terjalin di paha Rion, dan tangan besar Rion meremas pelan jemari kekasihnya yang halus tanpa menyurutkan senyum hangatnya ditemani lesung pipi yang samar muncul di permukaan.

Chasing YouWhere stories live. Discover now