Chapter 21

70.8K 8.8K 4.3K
                                    

Hai... nggak kerasa udah empat hari aja kita nggak ketemu 🙈 Masih pada stay di rumah, kan, nggak ke mana-mana? Coba absen di sini ✋🏻✋🏻

Mohon koreksi kalau ada typo atau kalimat rancu. It helps a lot 🥰

Mulmed: Sedih Tak Berujung - Glen Freddly

Pas banget dengan mulmed-nya 😭



Happy Reading


I was so broken over you. But, life must go on, right?

I knew from the beginning that I wouldn't be able to keep you. But, I tried anyway, and I got hurt.
Thank you :)



***
Mereka semua sudah keluar dari gedung pertemuan, berada di pelataran parkir untuk bersiap-siap pulang.

Allea berdiri di dekat mobilnya yang kebetulan diparkir di antara mobil Rion dan keluarga Rigel. Tubuhnya bersandar pada pintu mobil, rasanya lelah sekali malam ini. Sendi kakinya terasa nyeri tiba-tiba—entah mengapa. Ayahnya tidak mengizinkan ia masuk terlebih dahulu sebelum keluarga yang lain berlalu dari sana dengan dalih kesopanan. Tomy begitu menyegani keluarga Natalie, mengingat beliau juga anak termuda di keluarga Danishwara.

"Kalau kalian senggang, mampir lah ke Bandung." Keluarga besar Natalie dan keluarga Rion saling berpamitan. "Kami akan sangat senang jika Anda bisa menyempatkan waktu ke sana."

Lovely mengangguk seraya tersenyum ramah. "Terima kasih atas tawarannya, Nyonya Natalie."

"Sampai ketemu bulan depan, Nyonya Lovely. Terima kasih untuk undangan makan malamnya. Rion pun memberikan kami fasilitas yang sangat baik selama di Jakarta," seraya mengusap penuh keibuan bahu Rion. "Jangan lupa obati lukamu. Bibir dan tulang hidungmu pecah. Tidak lucu kalau sampai bulan depan masih berbekas."

"Iya, tante. Sandra pasti akan melakukannya. Dia selalu merawatku dengan baik selama beberapa bulan ini," sahut Rion dengan senyum hangat yang terbingkai.

"Dia nggak akan mati hanya karena luka-luka itu!" cetus Rigel sambil membukakan pintu mobilnya untuk Sea. "Ma, kami duluan. Sepertinya calon ibu mertua si Cicak udah terlihat mengepul lagi ubun-ubunnya."

"Nenek Natalie, Ecen duluan juga ya." Chasen mengeluarkan kepala dari jendela mobil dan melambaikan tangannya antusias. "Sampai nanti bulan depan juga. Nggak boleh sering marah-marah. Udah tua, nanti makin tua."

Natalie cuma melirik sekilas, berusaha abai dan tersenyum pada Lovely. "Saya harap Chasen akan sedikit sopan saat berbicara dengan orang tua. Itu nggak baik untuk kehidupan bersosialisasinya di masa depan kalau dia terus bersikap semaunya."

"Saya juga berharap nggak terlalu sering ketemu sama orang kayak Nenek. Soalnya jadi mengganggu kesopanan dalam berkehidupan saya di masa depan." 

Chasey menarik baju bagian belakang Chasen agar kembali duduk dengan tenang. "Masuk. Berhenti bikin rusuh."

Chasen memberikan hormat sekilas, sebelum kembali ke dalam. "Dadah, Nek. It was nice to meet you!"

Natalie tetap memasang senyum yang dipaksakan, meski hatinya kesal bukan main melihat tingkah tengil bocah itu. Ia tidak bisa membayangkan kalau sehari saja dikurung dalam ruangan yang sama dengannya. Chasen pasti akan menjadi Malaikat Pencabut nyawa terbaiknya.

Chasing YouWhere stories live. Discover now