Chapter 22

72.3K 8.4K 5.2K
                                    

Haii... Siapa yang masih nunggu? 🤭 Terima kasih atas respons baiknya untuk cerita ini 🙏🏻 Maaf kalau nggak bisa balasin satu per satu komen kalian. Tapi, aku pasti baca semua kok 😘

Jangan khawatir, part ini nggak berat 🤗




Happy Reading




***
"Sarapannya udah siap. Cepet pada cuci tangan dulu." Lovely memberitahu semua anggota keluarganya yang tengah berkumpul di ruang tamu agar segera bergabung ke meja makan. "Chasen, main bolanya nggak usah di dalam ruangan dong, sayang. Nanti lanjut di lapangan depan aja. Nenek nggak mau kalau ada barang yang kena lagi."

Protesan Lovely langsung menghentikan tubuh jangkung Chasen bergerak—yang semula sedang mengejar bola.

"Dia di sini satu bulan aja, jadi lapangan bola beneran rumah Mama. Perkakas habis diancurin, sisa ruang kosong doang." Komentar Rigel sambil mengoleskan krim pelembab pada kedua kaki istrinya yang agak bengkak.

"Orang kaya, masa gini aja dipermasalahin sih? Kakek bolehin kok. Katanya nggak apa-apa." Cerocos Chasen sambil menatap Jayden di ujung meja makan. "Ya, Kek?"

"Papa juga bolehin. Kan I'm just saying. Lagian, jangan kayak orang susah ya. Kalau semua barang rusak, tinggal ganti rumah." Rigel menimpali, sambil menjentikan ibu jari. "Santai aja, Cen, santai. Enjoy your life lah."

"Tanpa disuruh juga aku bakal enjoy my life sih," ucap Chasen enteng, sambil kembali bermain bola lagi ke setiap sudut ruangan—tidak mengindahkan protesan Neneknya.

Mengajak Chasey tadinya, jelas itu ide buruk. Dia malah akan berkhotbah singkat dan tajam agar ia tidak main bola di dalam rumah. Dia tidak asik untuk diajak bersenang-senang. Padahal sensasinya berbeda—sebab ia main dalam pengawasan. Semua orang jadi deg-degan melihat aksinya. Seru, bukan?

Hanya belum satu menit setelah diperingatkan, suara dentuman keras mengentak seisi ruangan. Akuarium pajangan yang diisi puluhan ikan hias kecil, pecah dan lagi-lagi disebabkan oleh tendangan Chasen.

Bocah itu membeku, mengangkat tangannya seperti seorang tahanan menyerah sambil berbalik menatap semua orang yang tengah mendesah lemah—pasrah. Mau kesal saja, sampai tak berdaya.

"Ingat, kita orang kaya. Bisa beli lagi. Iya ... kan?" tukasnya ragu—ngeri melihat tatapan ibunya yang dingin. "Ma, Ecen akan bertanggung jawab. Sumpah deh."

"Bereskan."

"Oke, Ma!"

"Ecen kenapa lagi?" suara tanya itu berasal dari Rion yang baru turun dengan kekasihnya dari lantai atas. Mereka baru datang pagi ini setelah Rion menjemput Sandra dari Rumah Sakit seusai mendapat tugas malam.

Sandra yang baru selesai mandi dengan rambut yang belum kering sepenuhnya dan gelas di tangan, cukup terkejut melihat berantakan yang disebabkan oleh bocah itu.

Chasen meraih gelas yang digenggam Sandra dan kebetulan masih menyisakan setengah airnya. "Pinjem dulu. Ikannya nggak bisa napas. Dia ketendang bola. Kalau udah, aku balikin lagi."

Sebelum Sandra mengizinkan, anak itu sudah memasukkan ikan-ikan kecil itu ke dalam gelasnya.

"Chasen, kamu bisa 'kan ambil wadah yang lebih besar buat ikannya?" titah Ibunya datar.

"Bisa, Ma, bisa." Anak itu mengangguk-angguk. "Om Ri, ambilin wadah yang besaran dong, tolong. Makasih ya."

"Anak si Rei banget ini mah!" ketus Rion, tetapi tetap mengambilkan. "Semoga tuanya nggak kayak Bapakmu ya. Liar dan nggak tahu batasan."

Chasing YouTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon