Ciuman Pertama

159K 4.3K 1.2K
                                    

"Nduk, kalo ibu perhatikan Rudi itu anaknya baik, cuman ibu pesen sama kamu, fokus dulu sekolah jangan dulu pacaran!"

"Ih ibu ngomong apa sih! mana mungkin aku pacaran sama mas Rudi bu"

"Bukan gak boleh, nunggu nanti kalo kamu sudah lulus sekolah ya" kata ibu sambil masuk ke dalam kamarnya.

"Iya buuuu" kataku dengan nada manja, dan suara yang agak aku keras kan.

Malam ini, aku masih terbaring di atas ranjang reyot, enggan rasanya untuk bangkit, kini aku sedang asyik berfantasi ria, mata menatap langit-langit kamar, namun pikiranku melayang-layang, mas Rudi, lekuk tubuhmu tadi begitu menggemaskan mas, ingin sekali aku mengecupnya, namun aku rasa itu tak mungkin. Aku merasa heran dengan diriku sendiri, kenapa aku begitu senang memikirkannya saat ini? apa aku sudah dipelet olehnya? konyol fikiran macam apa ini.

Malam ini hujan kembali turun, memang tidak lebat, namun tetap mampu membuat ku kedinginan, karena rumah bilik yang sedang aku tempati saat ini tak cukup mampu untuk menahan dinginnya angin malam, apalagi jika di iringi dengan turunnya hujan. Dengan daster tipis yang sedang kukenakan, membuatku hampir membeku karenanya.

Mau tak mau aku segera bangkit dari ranjang, menuju lemari pakaian yang sudah lapuk oleh rayap. Mencari apa pun yang bisa kukenakan untuk menyelimuti diri ini agar hangat bisa kurasakan. Aku mengambil selembar kain batik, walau terasa tipis, namun aku rasa cukup untuk mengurangi rasa dingin yang tengah aku dera.

Baru akan merebahkan tubuh, terdengar suara ketukan pintu depan, aku rasa ibu belum tidur, biarkan ibu yang membuka pintunya, kataku dalam hati, karena kedua kakiku terasa seperti membeku dan terasa berat untuk ku melangkah menuju ruang depan.

"Nduk, ada Rudi datang" terdengar suara ibu memanggil dari luar kamar, sambil mengetuk pelan pintu kamarku.

"Iya bu, sebentar"

jam yang menempel di dinding menunjukkan pukul tujuh lewat dua menit, aku yang kini tengah duduk ditepian ranjang, segera beranjak, untuk pergi menemuinya. Entah kenapa, kini aku merasa sedikit antusias untuk bisa kembali berjumpa dengannya.

Di ruang tamu, mas Rudi sudah duduk bersila di lantai, karena memang di rumahku ini tak ada sofa, atau kursi.

"Mas Rudi, hujan-hujan begini ada apa ya? mau ambil jaket ya? jaketnya masih basah mas"

"Eh ndak ndak, udah jaketnya kamu simpen aja, mas kebetulan lewat, mas baru aja pulang dari rumah saudara, dan mas juga mau ajak kamu buat makan ini bareng-bareng"

"Apa itu mas?"

"Bukan apa-apa, mas cuma bawa martabak bangka, sayang kan kalo mas harus menghabiskannya seorang diri, di rumah mas kan gak ada siapa-siapa"

Mas Rudi, memang hidup sebatang kara di kampung ini, keluarganya, ayah, ibu serta kedua adiknya merantau ke kota, dulu ia tinggal satu rumah dengan kakeknya, namun kakeknya sudah meninggal satu tahun yang lalu, rumahnya memang tak terlalu jauh dengan rumahku, kita tinggal di kecamatan yang sama namun berbeda desa, jika menggunakan sepeda motor, untuk menuju rumahnya mas Rudi hanya butuh waktu sekitar lima menit saja.

"Buuu, ibuuuu" kataku sedikit berteriak memanggil ibu.

"Mas lihat ibu tadi masuk lagi ke dalam kamarnya, biarin dek, gak usah dibangunin, mungkin ibu lelah"

Karena memang ukuran rumahku yang kecil, tak heran dari ruang tamu, mas Rudi sudah bisa melihat keadaan seisi rumah, pintu menuju kamar ibu dan pintu menuju kamarku yang saling berhadapan, dan dapur yang berada di ujung lorong rumah ini, hanya tertutup gordyn tipis sebagai pintunya, hanya kamar mandi yang tak terlihat, karena posisinya berada di paling pojok rumah ini, di sebelah dapur. Jadi terkadang ketika aku mandi tercium aroma ikan asin ketika ibu menggoreng ikan asin, karena kamar mandinya hanya di tembok setengah badan.

"Ooooh begitu, mas Rudi tunggu disini ya, aku ambilkan piring dulu"

Dia kini tak menjawab, hanya anggukan kepala yang dia lakukan, dibarengi dengan senyuman yang tersungging di wajahnya.

Setelah membawa piring yang aku butuhkan, dan hendak kembali ke ruang tamu, aku baru ingat sesuatu, "Oya mas mau minum apa?" Kataku yang ada di mulut pintu dapur dengan nada sedikit berteriak, khawatir mas Rudi tak mendengar apa yang aku katakan, karena suara bising dari hujan yang turun menerpa atap rumahku yang berbahan seng.

"Apa aja dek, yang penting anget"

Kini aku yang menganggukkan kepala. Aku memutuskan untuk membuatkan mas Rudi teh manis hangat

Ketika akan sampai di ruang tamu, dari lorong aku masih melihat mas Rudi masih dalam posisi bersila, kembali aku melihatnya tersenyum.

"Silahkan mas diminum tehnya, aku buat hangat, sengaja biar mas bisa langsung minum" kataku ketika meletakkan gelas berisi teh ke hadapannya, dan memindahkan martabak manis dari kardus keatas piring untuk kami santap bersama.

"Maaf ya mas, duduknya di lantai kayak begini"

"Iya gapapa dek, enak kayak begini, adem"

Aroma tubuhnya menusuk hidungku, wangi melati, seakan menyeruak dari dalam tubuhnya memenuhi ruangan yang dingin ini, segar sekali rasanya.

"Ayo dek, kita abisin bareng-bareng martabaknya"

Aku menikmati martabak yang mas Rudi bawa, cokelatnya sampai lumer di mulutku, dan tiba-tiba mas Rudi mendekat ke arahku, jari tangannya mengelap lembut bibirku yang sepertinya cokelatnya belepotan di bibirku. Aku sempat terkaget dibuatnya, namun aku tak mampu berbuat apa-apa, aku hanya bisa diam, sambil memejamkan mata. Tangan yang sedang mengelap bibir ini, kini terasa sangat lembut, dan aku merasakan aroma melati semakin menusuk hidung. Aku kaget bukan main, ketika membuka mata, ternyata itu bukanlah tangannya lagi, melainkan bibirnya yang menempel di bibirku. Aku sempat berontak, aku tarik kepalaku mundur, namun kepalanya mas Rudi mengikuti gerak kepalaku, bibirnya ku rasakan terasa sangat lembut dan dingin.

Kini aku mendorong tubuhnya, dan dia tersungkur sedikit ke belakang, sambil tersenyum dan berucap "Maaf dek, mas seneng cokelat, mas gak kuat liat cokelat lumer di mulut kamu"

Aku benar-benar kikuk dibuatnya, ini kali pertamaku berciuman bibir dengan orang lain, pengalaman pertama seumur hidupku. Aku tak bisa berkata apa-apa, aku masih duduk mematung, namun entah mengapa, aku tak bisa marah kepadanya. Hingga ia mengalihkannya ke hal yang lain

"Oya besok kan libur sekolah, adek bisa nemenin mas pergi?"

"Mmmmm mau kemana ya mas?" Kataku grogi.

"Mas mau cari sepatu di kota, besok kalo adek bisa, mas jemput pagi-pagi"

"Iya mas bisa" kataku singkat.

Ya ampun, apa dia tak tahu apa yang baru saja dia lakukan masih membuat jantungku berdegup kencang dan tak beraturan, aku melihatnya masih santai seperti tak terjadi apa-apa. mas Rudi benar-benar berubah, dia bukan sosok yang kaku lagi, yang terlihat grogi ketika mengajakku pulang, dia seperti sosok yang lainnya, tapi aku lebih suka dengan mas Rudi yang sekarang.

Ciuman pertama ini akan selalu aku kenang mas.

SUAMIKU GENDERUWO (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang