Jangan Ganggu Anakku!!!

67.9K 2.6K 138
                                    

"Iya nduk, mayatnya di temukan membusuk oleh warga di dalam sumur, yang ada di belakang KUD"

"Apa?????????????¿??????????¿??????"

Aku melihat ibu tertunduk lesu, sembari mengeluarkan air matanya, yang perlahan turun membasahi pipi dan jatuh menetes ke lantai. Sebegitu kehilangannya ibu akan sosok mas Rudi yang aku tahu ibu baru mengenalinya belum lama ini. Sungguh diluar dugaan, ternyata ibu menyimpan duka yang teramat dalam, aku bisa melihat jelas dari sorot matanya.

Aku pun merasa terkejut dengan apa yang baru saja ibu ceritakan, bukan perihal kematian mas Rudi namun jika benar mayat mas Rudi di temukan di dalam sumur, lantas siapa yang selama ini menemaniku??? bertemu dengan ku, berbincang dengan ibu, siapa ia?? apa mas Rudi memiliki kembaran?? atau kah kami yang sudah gila?? Aku masih bisa merasakan dengan sangat jelas bagaimana ia mencumbui bibirku dengan ganas, bagaimana ia mendekap ku dengan sangat nyaman, aku pun masih bisa merasakan aroma melati dari tubuh nya yang kekar. Bagaimana ia bisa melakukan semua itu?? aku tak tahu.

Namun semua pertanyaan tadi terjawab sudah ketika pak Haji mencoba menjelaskannya padaku, yah itu cukup menolong, namun itu sungguh gila dan di luar nalar, jujur aku kurang begitu percaya dengan hal-hal yang berbau mistis, apalagi di zaman yang modern seperti sekarang.

"Kamu dan ibu mu terkena gendam genderuwo, kemarin bapak kesini karena bapak melihat sosok genderuwo yang tengah menyamar menjadi burung alap-alap di depan rumah kalian saat bapak mau pergi shalat maghrib ke mushala" ucap pak Haji dengan pasti.

"Jadi mas Rudi yang sekarang itu genderuwo?"

"Iya"

"Gak mungkin,, aku gak percaya pak!!"

"Tapi itulah faktanya"

Aku digendam genderuwo???? kenikmatan fana itu, sikap nyamannya itu, segala kebaikannya itu, itu masih manusiawi, apakah ada genderuwo yang manusiawi?? tidak, untuk saat ini aku belum percaya. Pasti ada jawaban logis dari semua kejadian yang memang di luar nalar ini, aku yakin untuk saat ini aku belum bisa menemukan jawabannya, namun aku yakin kelak akan menemukannya.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu depan, pak Haji yang berdiri di samping kami segera pergi untuk melihat siapa yang mengetuk pintu, lalu dia balik lagi menemui kami yang masih berada di dapur.

"Ada polisi di depan, katanya mau bertemu kalian"

"Polisi pak Haji?" kata ibu dengan wajah penuh cemas.

"Iya, baiknya kalian temui mereka, dan ceritakan apa yang sebenarnya terjadi"

Di teras rumah sudah ada tiga orang berseragam polisi ditemani pak RT, duduk di atas kursi. Dan ketika mereka melihat kami keluar rumah, mereka segera beranjak dari duduknya.

"Maaf apa betul ini ibu Masyitoh dan Maryani?"

"I i iya pak" jawab ibu gugup.

"Kami dari kepolisian ingin membawa ibu Masyitoh bersama nak Maryani ke kantor untuk kami mintai keterangan perihal penemuan mayat Rudi Sutikno"

"Kenapa kami pak? apa salah kami?" aku mencoba membela diri.

"Menurut penuturan pihak sekolah, dan beberapa warga, terakhir mereka melihat Rudi pergi bersama kamu pulang sekolah dengan sepeda motornya"

"Maaf pak, saya boleh menemani mereka?" kata pak Haji yang secara tiba-tiba muncul di belakang kami.

"Maaf kami hanya diizinkan membawa mereka berdua saja pak, karena surat tugasnya seperti itu"

Ibu terlihat sangat gugup saat ini, wajahnya penuh dengan peluh yang perlahan menetes, dan aku yang kini menyaksikan ibu harus ikut-ikutan gugup juga.

"Pak Haji bagaimana ini??" kata ibu dengan nada ketakutan.

"Ibu Masyitoh gak usah khawatir, jalani saja prosedurnya" kata pak RT mencoba untuk menenangkan ibu.

Aku masih diam berdiri di samping ibu, menerka-nerka akan hal yang belum pasti terjadi, sempat gusar namun aku mencoba berdamai, berdamai dengan pikiran yang kian kusut ketika memandang matanya ibu yang sudah diselimuti rasa takut.

"Iya bu, gapapa, baiknya kita ikuti aja kata pak polisi ini" kata ku sambil menggenggam erat jari jemari ibu yang kurasakan basah karena keringatnya.

Ketika aku akan memasuki mobil milik kepolisian, aku baru sadar jika di depan rumah kami sudah banyak warga yang tengah melihat. Di depan ku, aku melihat ibu berjalan sambil menatap wajah mereka satu persatu, dan aku yang ada di belakangnya hanya bisa berjalan dengan menundukkan kepala. Aku malu sekali untuk saat ini, walau aku bukanlah pelaku pembunuhan, tapi jujur langkah ku untuk masuk ke dalam mobil polisi dengan digiring oleh pak polisi, di tengah kerumunan warga yang melihat, membuat ku tak mampu lagi untuk bisa berjalan apa adanya, pandanganku fokus ke bawah menatap rerumputan hijau yang sebagiannya berwarna sudah coklat yang tumbuh liar di atas jalan yang sedang aku lalui ini.

Pintu mobil di buka perlahan, mobil polisi berwarna putih yang aku tak tahu merk nya apa. Aku masuk setelah ibu, dari pintu sebelah kanan mobil di bangku belakang, dua orang polisi masuk ke pintu paling depan, dan satunya masuk ke pintu belakang duduk tepat di sebelah ku.

Mobil berjalan amat perlahan, memecah kerumunan warga yang kini terlihat sedikit lebih ramai dari waktu tadi memadati jalanan yang akan kami lalui. Meski sudah di dalam mobil, aku masih melihat ibu dengan penuh kebingungan, mata nya masih menatapi satu persatu penduduk yang ada melalui kaca jendela. Sorot matanya tajam, bak burung elang yang tengah mencari mangsa.

Mobil baru berjalan maju beberapa meter, lalu tiba-tiba aku dikejutkan oleh ibu yang dengan paksa membuka pintu mobil hingga terbuka, dan dia melompat keluar.

Mobil berhenti, tak perlu susah karena memang masih melaju dengan sangat pelan, ibu terguling-guling di atas tanah, ia berlari menuju kerumunan yang masih ada di belakang kami.

Hal tak terduga pun terjadi, ia mencekik salah satu warga, yang aku tahu dia pak Supardi, tetangga ku juga yang rumahnya berada beberapa meter dari rumah ku.

Aku segera menarik tubuh ibu, dan para polisi tadi kini menarik lengan ibu dengan paksa dan kini mereka terpaksa harus memborgol tangannya. Aku hanya bisa menangis kini, dan Pak Supardi terlihat ter batuk-batuk sambil memegangi lehernya yang kini terlihat memerah. Sorot mata tajam ibu masih tertuju pada pak Sumardi, dia meludah ke arahnya, dia masih belum menyerah sampai situ saja, dia terus memberontak dengan sangat kuat, hingga harus dipegangi oleh dua orang polisi, dia masih sangat bernafsu sekali melihat pak Supardi yang masih duduk di atas tanah, dan kemudian di bantu warga lainnya untuk berdiri.

Aku melihat pak Haji yang masih ada di teras rumah berlari ke arah kami, dan mencoba ikut menenangkan ibu, namun usaha pak Haji sama sekali tak ibu dengar, kini ibu berucap, membuatku kini hanyut dalam kebingungan, apakah ibu memang sudah gila??? atau kami berdua memang sudah gila???

"Sampaikan ke Mulyadi!!!! jangan pernah kau ganggu lagi anakku!!!!!

Ya, Mulyadi adalah bapakku yang sudah meninggal.

SUAMIKU GENDERUWO (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang