Shanti

37.2K 1.6K 298
                                    

"maaf mbak tahu dari mana aku mandi di sungai kemarin? "

"eh, maksud mbak, kamu, kamu bener kemarin mandi di sungai kan? memangnya mau mandi di mana lagi coba? "

"iya mbak, kok mbak tahu kalau kemarin sore di sungai sepi"

"mbak rasa sih begitu, soalnya kemarin kan ada dangdutan di kampung sebelah, pasti banyak yang pada main ke sana"

"iya sih, mbak kemarin sore lihat acara dangdutan juga di kampung sebelah? "

"mbak gak suka dangdut yan, kemarin mbak sama bapak pergi ke kebun"

"oh begitu, pergi ke kebun sama pak Haji ya?"

"iya, eh kamu udah belum sarapannya? berangkat sekarang yuk"

JANGAN-JANGAN MBAK SUCI?????? kataku dalam hati.

Aku mengangguk, kemudian membawa piring kotor bekas sarapan kami ke dalam dapur, meletakkannya di bawah lantai kamar mandi. Mbak Suci terlihat sudah memakai sepatu, dan sudah duduk di jok motor yang masih di parkir di pelataran rumah.

"sebentar ya mbak" kataku sambil mengikat tali sepatu.

Setelah di rasa tak ada barang yang tertinggal atau terlewat, kini aku sudah siap untuk pergi ke sekolah bersama nya.

"kamu yang bawa yan"

Aku mengangguk, dan sepeda motor yang aku kemudikan berjalan dengan sangat perlahan, menyusuri jalanan aspal yang becek karena hujan semalam.

Aku menghantar mbak Suci ke sekolahnya terlebih dahulu, karena jarak rumahku dengan sekolahnya memang dekat. Dan aku melanjutkan perjalanan seorang diri menuju sekolah.

Saat melewati KUD aku melihat garis polisi masih membentang mengitari bangunan tua tersebut. Sesaat aku mampu untuk kembali mengingat mas Rudi yang sekarang entah pergi kemana. Bukan mas Rudi yang mati di dalam sumur, tapi mas Rudi yang entahlah dia genderuwo atau apalah itu, mas Rudi yang memberikan aku banyak uang dan kenikmatan itu. Dimana kamu mas sekarang?

***

Hari ini, di sekolah, semua berjalan seperti biasanya, yang berbeda hanya aku yang semakin di pandang lebih mengerikan dari genderuwo. Semua menjaga jarak dari ku, semua mata tak ada lagi yang mampu menatap mataku secara langsung, bisik-bisik mereka terdengar dari kejauhan, riuhnya melebihi bunyi tawon yang berkumpul mengitari sarangnya.

Aku mencoba untuk bersikap masa bodo, bodo amat, atau terserah kalian mau bilang apa.

Bel pulang sudah berbunyi, aku berjalan sendiri melintasi lorong kelas yang sudah sepi. Sengaja aku keluar kelas paling belakang, agar dapat aku hindari mata-mata mereka yang penuh dengan tanya.

"Maryani" panggil seseorang yang suaranya sudah aku kenali.

Aku menoleh ke belakang, ke arah suara tersebut berasal.

"Ibu Susi"

"bisa kita ngobrol dulu sebentar? "

"disini?"

"di ruangan ibu aja yuk"

Aku mengangguk, mengikuti langkahnya dari belakang. Dia wali kelas ku di sekolah ini. Selama ini aku jarang sekali berbincang dengannya secara langsung, namun kali ini, kami sudah berada di dalam ruangannya, duduk di atas kursi, saling berhadap-hadapan.

"sebelumnya ibu minta maaf, atas nama pribadi dan sekolah, karena ibu belum sempat menjenguk kamu saat kamu sakit, saat kamu di tahan di kantor polisi"

"iya gapapa bu"

"karena ibu sendiri masih belum tahu apa yang sebenarnya tengah terjadi"

"iya bu"

SUAMIKU GENDERUWO (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang