Hidangan Mewah

80.5K 2.9K 134
                                    

""Assalamualaikum, nak Yani, boleh bapak masuk?"

"Eh pak haji, iya monggo"

Pak haji Abdullah, salah satu saudara ibu juga, saudara sepupu tepatnya. Dia tokoh, pemuka agama, serta guru ngaji di kampung ku.

"Ibumu ada nduk?"

"Ada pak haji, silahkan masuk"

"Buuu, ibuuuu" kata ku setengah berteriak memanggil ibu yang masih di dapur membuat kue-kue untuk ia jajakkan esok.

"Buuuu????" setelah menyibak gordyn dapur, ibu sudah tidak ada di sana, aku mencoba untuk mencari di dalam kamarnya, dan di sana pun tidak ada tanda-tanda keberadaannya.

Aku setengah berlari kembali menuju dapur, dan membuka pintu belakang yang sangat jarang sekali di gunakan, slot kunci pintunya pun sudah berkarat, agak payah aku membukanya, tapi akhirnya aku berhasil.

Angin dingin dari luar menerpa wajah, di belakang sini hanya terlihat pohon-pohon besar, dan ilalang yang tumbuh cukup tinggi.

"Buuuu, ibuuuuu" aku kembali meneriaki namanya, namun sia-sia, kembali tak ada tanda-tanda keberadaanya.

Kemudian aku kembali ke dalam rumah, setelah mengunci lagi pintu belakang, aku setengah berlari ke arah pak haji yang sedang menunggu di ruang depan.

"Pak, ibu.... gak ada.. tadi ada di dapur pak" kata ku menjelaskan dengan terbata-bata.

"Kamu yakin sudah mencarinya?"

"Di dapur, kamarnya, di belakang rumah juga gak ada pak.... aku belum memeriksanya di kamarku"

Tanpa di beri komando aku langsung masuk kedalam kamar, dan aku melihat ibu ada di sana, posisinya sedang jongkok di lantai, dan membelakangi ku.

"Ibu???"

Ia tak menjawab apa-apa.

"Ibu lagi apa?" tanya ku lagi namun tetap ia masih belum juga berkata.

Kini aku mencoba untuk mendekatinya, dan memegangi pundaknya, aku yang berdiri, melihat ia sedang memakan uang yang aku simpan di dalam amplop putih yang kini ada dalan genggamannya. Ia memasukannya ke dalam mulutnya, lembar demi lembar, tanpa menghiraukan keberadaan ku sama sekali yang ada tepat dibelakang nya.

"Ibu!!!!! uang ku kenapa ibu makan!!!!" kataku dengan nada membentak, sambil menarik tubuhnya ke belakang hingga membuat tubuhnya ambruk ke lantai.

Kemudian dia menoleh ke arahku, dan berteriak "Ini uangkuuuuuuu!!!"

Aku mencoba merebut amplop yang ada dalam genggaman ibu, aku menariknya sekuat tenaga, mencoba mengambil dan aku berhasil mendapatkannya namun akibat dari tarikan ku yang kuat membuat tubuhku terhuyung ke belakang, hampir saja badan ini ambruk, untung saja di belakang ku sudah berdiri pak haji, membuat tubuh ini tertahan dan tidak terbanting ke lantai.

Ibu menatap kami dengan tajam, garis di matanya seakan menyiratkan kebencian pada kami. Aku melihat pak haji masih tenang berdiri, dan mulutnya kini terlihat komat kamit merapal sesuatu yang aku tak dapat dengar sama sekali, hanya desisan kecil yang sesekali keluar dari mulutnya, itu pun terdengar sangat lirih.

"Nduk,,, minta tolong ambilkan bapak air putih segelas ya"

Tanpa banyak tanya lagi, aku langsung pergi ke dapur untuk mengambilkan apa yang kini pak haji butuhkan.

Saat sudah di dapur, aku mendengar suara yang membuat aku sangat penasaran, yang menurut ku sumber suaranya dari pintu belakang. Aku mendengar suara ketukan pintu yang temponya sangat lambat, tok.....tok.....tokk, aku mencoba mengabaikannya, namun samar-samar aku mendengar nama ku di panggil oleh seseorang dari balik pintu belakang.

Entah apa yang mendorong ku untuk mau membuka slot pintu yang padahal baru saja aku kunci tadi, saat sudah terbuka aku menyapu pandang, tak ada sesiapa pun yang terlihat oleh kedua mata ku, hingga aku merasakan di kedua kaki ku, terasa kaku, dan sulit untuk ku gerakkan dan saat ku lihat ke bawah...

Ular itu sudah melingkari kedua kaki ku.

Belum sempat aku berteriak, kini ular itu melilit tubuh ku dengan erat, hingga menutupi mulut dan mata ku. Aku tak tahan, sesak kini ku rasakan, perlahan-lahan pandangan ku memudar, hingga menjadi gelap gulita, dan aku tak sadarkan diri.

***

Aku terbangun, di dalam sebuah ruangan besar, seperti di dalam sebuah kamar yang mewah, terlihat dari furnitur, serta perabotan lainnya, yang berada di dalam kamar ini, mewah dan antik.

Aku sudah terbaring di atas ranjang empuk, dengan spreinya yang berwarna putih polos serta berkelambu sutra. Aku beranjak dari ranjang, dan dalam keadaan pening, aku berjalan perlahan menuju satu-satunya pintu yang berada di ruangan ini.

Aku membuka pintunya perlahan, dan di hadapan ku kini terdapat sebuah ruangan yang lebih besar dari ruangan saat  pertama aku tak sadarkan diri tadi. Terdapat meja panjang dengan berbagai hidangan yang terlihat lezat di atasnya, tepat di tengahnya, di atas langit-langit nya, menggantung lampu kristal yang mewah, menerangi makanan-makanan yang ada di bawahnya.

Pencahayaannya yang sedikit temaram di ruangan ini, karena memang cahaya yang ada hanya bersumber dari lampu kristal ini, menambah kesan hangat dan sangat membuat nyaman untuk di pandang mata.

Aku duduk di atas kursi yang menghadap meja, aku perhatikan dengan seksama satu-satu makanan yang tersedia, aku rasa semua makanan ini belum pernah aku santap.

"Halloooooo, permisiiii" aku mencoba memanggil siapa pun yang ada dalam ruangan ini, untuk meminta izin memakan apa yang kini ada di hadapan ku. Namun tak ada sesiapa yang menjawabnya, aku kembali berfikir dan meyakini dengan sangat pasti, jika ini ulah dari mas Rudi, entah sulap atau sihir apa yang dia lakukan pada ku, namun aku senang dengan segala macam kejutan yang sudah ia buat.

Tanpa sadar tangan sudah memegangi sendok untuk mencicipi salah satu makanan yang ada dalam piring, aku memilih satu ekor ayam bakar dengan bumbu seperti lelehan keju dan taburan wijen di atasnya, semua makanan yang berada di atas meja ini seakan mampu menghipnotis ku dan secara kebetulan sekali aku juga sedang merasakan lapar, karena makanan terakhir yang aku telan yaitu hanya singkong goreng saat sore tadi.

Saat akan memasukan suapan pertama ke dalam mulut ku, aku mendengar suara memanggil, aku tak tahu pasti dari mana sumber suara tersebut berasal. Suaranya samar sekali bahkan nyaris tak terdengar. Ketika aku mencoba untuk mendengarkannya dengan seksama, suara tersebut semakin jelas kini, dan secara tiba-tiba makanan yang ada di hadapan ku semakin terlihat memudar dan sendok yang sudah berisi potongan ayam yang sudah hampir sampai di mulut ku hilang dari genggaman dan entah kemana.

"Deeeeek dimana kamuuuu!!!!!"

Ya aku kenal dengan suara ini.

"Mas Rudiiiiii" aku berteriak menyebut namanya, aku tak tahu ia ada dimana kini, dan yang paling membuat ku bingung yaitu meja makan beserta makanannya yang ada tepat di hadapan ku kini menghilang entah kemana, dan lampu kristal yang menggantung kini cahaya nya semakin terlihat meredup, hingga gelap seketika semua yang ada di pandangan ku.

"Mas Rudiiiiii" aku kembali meneriaki namanya di dalam kegelapan ini, aku berharap ia mendengar suara ku.

Seberkas cahaya terang, menyilaukan mata ini, dan ternyata itu adalah sorot lampu senter yang sedang di pegangi oleh seseorang.

"Dek??? kau kah itu???"

"Mas Rudi??? iya ini aku mas, tolong aku mas tolooong"

Cahaya itu semakin mendekat kini dan seseorang tiba-tiba merangkul tubuh ku, dan kemudian memeluk ku dengan erat.

"Syukur lah kamu ketemu dek"

Dia mas Rudi yang tengah memeluk ku, dan pak Haji yang sedang memegangi lampu senter. Pak haji tak bicara apa-apa, hanya tersenyum ke arah ku.

SUAMIKU GENDERUWO (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang