Suci bag 2

40.7K 1.7K 203
                                    

Sedikit sesak aku rasakan kini, mungkin karena pelukannya yang terlalu erat, aku menatapnya dengan lekat, dia terlihat pulas, nafasnya yang hangat menyembur di sekitar bahu ku.

Sebisa-bisa aku melepaskan diri dari pelukan mbak Suci, dan membiarkan selimut tetap membalut tubuhnya yang hampir telanjang. Aku kini duduk di ujung ranjang, menghela nafas yang sangat panjang. Hari-hari ku rasakan terasa berat, sosok mas Rudi yang baru saja menemani ternyata itu hanya sebuah ilusi, entah ilusi atau apa aku tak mau terlalu memikirkannya untuk saat ini. Ya bisa jadi itu sosok genderuwo yang pak Haji pernah katakan padaku kala itu.

Aku telah kehilangan keperawanan di usiaku yang masih sangat dini, dan hilangnya keperawanan ini bukan karena ulah dari laki-laki remaja pada umumnya, tapi sosok genderuwo, bisa kalian bayangkan, hitam putih hidupku, yang entah aku harus senang karenanya atau harus berduka karenanya.

Jika bukan karena tumpukan uang yang ada di dalam amplop yang tersimpan di dalam tas pinggang kecil itu, mungkin aku pun sudah gila memikirkan hal ini semua. Saat ini aku berupaya untuk menenangkan diri sebisa yang aku mampu. Uang memang hal yang sangat aku butuhkan saat ini. Uang bisa menenangkan ku sementara ini.

Aku tak tahu ini sudah jam berapa, karena di dalam kamar ibu, tak ada jam dinding yang menempel. Namun hujan di luar masih saja turun mengguyur rumah bilik ini, suaranya yang gemericik, dan udara yang lumayan dingin mampu membuat siapapun untuk terlelap dalam mimpi yang panjang. Tapi tidak denganku, entah kapan terakhir kali aku bisa tertidur pulas, aku enggan untuk memikirkannya, karena pikiran yang lainnya masih berkutat dalam benak.

"buuuu, jangan buuuuu,, auuuuugh, jangan buuuu"

Aku melihat mbak Suci mengigau, tubuhnya kini bergerak-gerak di dalam balutan selimut. Hanya kepalanya yang tak tertutup selimut. Di wajahnya yang berkeringat tersirat ketakutan, walau udara terasa dingin, entah kenapa wajahnya berkeringat. Mungkin karena mimpi buruk yang tengah ia alami.

"mbak, mbak Suci, sssstttt itu cuman mimpi mbak" kataku sambil menggoncang kan tubuhnya dengan lembut, berharap ia kembali tenang.

Ia membuka mata dengan dibarengi hentakan tubuhnya. Lantas ia memelukku, dan menangis di pundak ku. Aku membiarkannya untuk melakukan hal tersebut, bermaksud agar ia merasa nyaman dan lega. Aku membelai rambutnya dengan lembut.

"mbak Suci mimpi apa? "

"kejadian itu berulang lagi yan"

"maksud mbak? " Tanyaku heran.

"gapapa, oya sudah jam berapa ini? "

"kayaknya belum subuh mbak, udah mbak tidur lagi aja"

"kamu gak tidur yan? "

"aku kebangun mbak"

"aku ganggu kamu ya? "

"eh enggak mbak, oya mbak gak dingin tidur cuma pakai daleman? "

"ooh mbak udah biasa begini, enak adem"

"oooh begitu, yawdah kita tidur lagi yuk mbak"

Dia mengangguk, dan kembali merebahkan tubuhnya, dan aku pun ikut berbaring di sampingnya, dia menyelimuti tubuh ku, kami kembali dalam keadaan satu selimut.

"udah mbak Suci pakai aja selimutnya, aku gapapa"

"kamu keberatan satu selimut denganku? "

"kalo mbak mau, gapapa" kataku sambil tersenyum, dan dia membalas senyumanku.

Dia berbaring menyamping ke arahku, dan aku terlentang menatap langit-langit kamar. Aku menoleh ke arahnya, ternyata matanya belum tertutup dan malah menatap ke arahku, kami beradu pandang. Dia kembali melempar senyumannya, aku membalas senyuman seadanya.

Dia hanya diam, tak berkata apa-apa lagi. Aku mencoba kembali untuk memejamkan mata, berharap aku bisa kembali tertidur, agar esok aku tidak mengantuk saat di sekolah. Dan dalam keadaan mata yang masih terpejam, aku merasakan ia mengecup pipiku dengan lembut, sangat perlahan, hingga tak menghasilkan suara karenanya. Aku mencoba untuk tak menghiraukan apa yang baru saja ia lakukan, aku masih tetap terpejam, dan tak merespon apa-apa.

***

"Yan bangun, sudah pagi"

Aku merasakan tubuhku di goncang kan dengan lembut oleh suara yang sudah aku kenal.

"eh mbak, iya"

Dia duduk di ujung ranjang, dia terlihat hanya mengenakan handuk, yang terlilit membungkus tubuhnya dari dada sampai tengah paha. Sudah tak terdengar lagi guyuran hujan, kini terdengar kokok ayam yang saling bersahutan dari kejauhan.

"aku mandi duluan ya"

"iya mbak, eh memangnya air sudah nyala? "

"nanti mbak cek, kayaknya bapak sudah perbaiki deh tadi subuh"

Dia pergi meninggalkan kamar ini, dengan membiarkan pintunya tetap terbuka, aku masih terbaring di atas ranjang ini, malas sekali untuk bangkit dari sini, rasa kantuk masih menggelayuti ku. Hampir saja aku tertidur lagi, namun teriakan lembutnya nya mampu membuatku terjaga sepenuhnya.

"yaaaaan, boleh minta tolong ambilin seragam"

Aku menoleh ke samping , disana sudah terlipat seragam sekolah, baju, rok panjang abu-abu dan kerudung berwarna putih.

"iya mbak" Kataku dengan nada yang sedikit dikeraskan juga.

Aku bangkit dari ranjang, menuju kamar mandi sambil membawa seragam miliknya. Saat masuk ke dapur, aku melihat ia berdiri menatapku, ia membuka pintu kamar mandi yang tingginya sama dengan dinding kamar mandi, tinggi yang hanya sebahu. Aku mencoba sedikit memejamkan mata, untuk menjaga privasinya, sambil menyodorkan seragam ke arahnya.

Dia menerimanya.

"kamu kenapa? "

"gapapa mbak" kataku sambil tersenyum dengan mata yang masih tertutup, seperti nya ia belum menutup lagi pintu kamar mandinya, karena belum ku dengar derit pintu yang tertutup.

"kita sama-sama cewek yan"

Aku membuka mata perlahan, dan dia masih berdiri tepat di hadapanku, telanjang bulat tanpa apa pun yang menutupi tubuhnya. Bulu-bulu halus terlihat menghiasi mahkotanya, dan kedua payudaranya terlihat sangat kencang, walau tidak besar, namun terlihat bulat sempurna, mungkin karena dingin dari air yang ia gunakan untuk mandi.

"eh maaf mbak, aku kira mbak sudah handukan" kataku sambil berjalan mundur, bermaksud menghindarkan pandangan mata ini dari lekuk tubuhnya.

"gapapa"

Aku kini fokus menatap wajahnya, agar tak menatap bagian tubuh yang lainnya.

"airnya sudah nyala kan mbak? " kataku sedikit basa basi agar cair suasana.

"iya besar nih"

Aku mengangguk sedikit, sambil tersenyum sedikit jua. Aku berjalan meninggalkan dirinya yang masih ada di dalam kamar mandi, dan masih belum menutup pintunya.

Saat akan meninggalkan ruangan ini, dia kembali memanggil namaku.

"yan, mbak boleh tanya sesuatu? "

Aku kembali menoleh ke arahnya, kini aku menatapnya dari samping kamar mandi, jadi aku tak melihat lagi lekuk tubuhnya, yang terlihat hanya kepala, leher serta pundaknya saja.

"iya mau tanya apa mbak? "

Dia berjalan keluar dari kamar mandi yang pintunya masih terbuka. Kini dia yang masih telanjang bulat berdiri tepat di depanku, jarak ku dengannya hanya terpaut beberapa meter saja. Aku memalingkan pandang darinya, berharap agar ia bisa nyaman berbicara denganku walau dia sedang dalam keadaan telanjang tanpa busana apapun.

"kamu bisa lihat mbak gak?"

"iya mbak" Aku menatap wajahnya lekat dengan menghiraukan tubuhnya yang terbuka dan terlihat basah.

"menurut kamu mbak cantik gak? " Kata dia sambil mengusap-usap mahkotanya perlahan, dengan menggunakan tangan kirinya, dan tangan kanannya terlihat jari telunjuknya ia gigit menggunakan giginya, menggigitnya dengan dengan sangat lembut.

SUAMIKU GENDERUWO (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang