Kembalinya.. mas Rudi?? bag 2

5.1K 354 30
                                    

Aku kembali menajamkan penglihatan ku dari balik gordyn kain yang hanya menempel menggunakan paku pada kedua ujung bagian atas daun jendela. Untuk kembali memastikan apakah itu benar-benar dirinya atau orang lain. Ia mulai berjalan ke arah sini setelah menutup pintu mobil terlebih dahulu, ya kini aku sudah bisa melihatnya dengan sangat jelas jika itu mas Rudi.

Aku segera membuka kunci, agar aku bisa langsung membukakan pintu untuknya saat ia mengetuk nanti.

Seharusnya saat ini ia sudah mengetuk pintu, namun suara langkah kakinya pun belum terdengar oleh ku dari dalam sini.

Aku kembali memastikan lewat jendela, apakah ia mengurungkan langkahnya untuk kemari, dengan perlahan kembali ku sibak gordyn penutup yang sudah kucel karena sudah lama memang tidak aku cuci, sedikit demi sedikit. Betapa terkejutnya aku saat ini. Di hadapan ku di luar jendela terlihat dengan jelas seraut wajah yang sangat mengerikan, kulit dari wajahnya seperti meleleh dan menjuntai ke bawah seperti gelambir, mukanya pucat namun terdapat banyak sekali luka lebam yang terlihat, berwarna ungu kemerahan, mulutnya sedikit menganga, dan mengeluarkan cairan hitam pekat dan kental yang menetes melalui ujung bibirnya, nafasnya yang menggebu membuat jendela menjadi berembun.

Aku terperanjat hingga terjatuh ke lantai. Gordyn kembali tertutup dengan sendirinya. Aku segera bangkit, pintu segera kembali ku kunci. Aku yang masih dalam keadaan sangat ketakutan kini harus menerima teror berikutnya, yaitu gagang pintu yang bergerak perlahan, digerakkan oleh seseorang dari luar sana, pelan sekali, turun naik, turun naik hingga menghasilkan suara yang menurut ku sangat mengerikan, Kreeeeet... krieeeeeettt.. kreeeeet.

Spontan aku berteriak, aku sangat ketakutan, kini nafasku sedikit terasa sesak, detak jantung kurasakan sangat cepat temponya. Hingga ku dengar suara ketukan pintu yang bertempo cepat pula dengan diiringi salam membuatku diam dan sedikit lega.

"Non Yani.. non Yani"

Jujur aku tak berani untuk mengintip kembali lewat jendela.

"Siapa? " kataku dengan nada yang bergetar

"Saya Tarto non, sopir pribadi bapak"

Perasaan lega sedikit aku rasakan kini, namun aku belum mampu untuk mengintip lewat balik jendela, aku takut sesuatu yang mengerikan ikut mengintip dari luar sana. Aku mencoba memberanikan diri untuk membuka pintu, daun pintu ku buka sedikit demi sedikit, hingga mas Tarto dengan jelas aku bisa melihatnya berdiri di hadapanku. "Syukurlah" batinku.

"Non kenapa? ada apa non? " tanya ia penuh keheranan

"Gapapa mas" jawabku dengan wajah yang masih pucat

"Saya dengar tadi non berteriak dari dalam"

"ooh tadi saya lihat kecoa mas, terbang"

Sebenarnya untuk apa aku berbohong, tapi untuk apa juga aku menceritakan pada orang yang belum aku kenal hal-hal yang diluar logika.

Aku mempersilahkan dirinya untuk masuk ke dalam.

"Maaf mas gak ada sofa, jadi duduknya di lantai" kata ku sambil menggelar tikar pandan. Mas Tarto mencoba untuk membantu dengan memegangi ujung tikar lainnya, ia tak banyak bicara, hanya sesekali membuang senyuman ke arah ku, lalu ia duduk bersila setelah tikar tergelar dengan sempurna.

"Mau minum apa mas? putih atau teh? maaf mas sebelumnya ya, mas jangan minta kopi, karena saya gak punya kopi"

"Susu aja non" kata dia sambil melirik ke arah sana.

"Kurang ajar, belum kenal aja bercandanya udah kayak gitu," batinku.

"Kenapa non? " tanya dia dengan raut wajah polos tanpa dosa.

"Maaf mas, susu juga gak ada" kata ku sedikit jengkel.

"Heheeee... apa aja yang penting anget"

"Aku buatin teh ya? "

Ia mengangguk.

Aku berjalan menuju dapur, sebelum sampai menuju pintu dapur aku merasakan angin yang berhembus cukup kencang, dingin rasanya, dan menghantarkan bau aroma melati yang tajam dari arah dapur. Aku sedikit bergidik karenanya. Terlebih ditambah dengan kejadian yang baru saja aku alami. Apa tadi hanya halusinasi ku saja, entahlah.

Dengan keberadaan mas Tarto di ruang tamu, aku menguatkan diri untuk tetap melanjutkan langkah menuju dapur.

Air di wajan sudah mendidih. Saat memasukan air ke dalam gelas yang sudah berisi teh celup, terlihat oleh ku sejumput rambut berwarna putih timbul ke permukaan dari dasar gelas. Rasanya tadi tak ada rambut di gelas. Aku mengangkat gelas mensejajarkan dengan pandanganku, untuk memastikan dari mana rambut ini berasal. Aku membuang teh yang sudah jadi, dan mengambil gelas yang baru dan masih bersih. Sebelum menaruh teh ke dalamnya, kini aku memastikan jika kondisi gelas memang kosong dan bersih. Aku menaruh teh dan kembali menuangkan air ke dalamnya, anehnya entah dari mana secara tiba-tiba rambut sudah berada dalam air teh seakan ia hadir dari permukaan gelas.

"Minumnya gak usah non, bapak sudah datang"

Mas Tarto sudah berdiri tepat di belakang ku, jujur suara langkahnya sama sekali tidak aku dengar, atau mungkin karena aku sedikit termenung tadi. Suara mas Tarto membuatku kaget, dan tak sengaja gelas yang sedang ku genggam terjatuh ke bawah, air teh tumpah ke lantai, dan gelas pecah berkeping. Anehnya saat ku perhatikan tak ada rambut apa pun di sana.

"Non maaf, kaget ya? "

"Gapapa mas"

"Biar mas yang beresin"

"Gak usah mas, biar aku aja"

"Yawdah, teh nya gak usah non, lain kali aja"

"Maaf ya mas" kata ku dengan wajah melas.

Dia mengangguk.

Bapak sudah duduk bersila di ruang tamu, di sana juga sudah ada mbak Suci.

"Kamu lagi buat apa di dapur nak? " tanya bapak.

"tadinya mau buatin teh untuk mas Tarto, eh teh nya tumpah pak"

"Tumben kamu to minta teh, biasanya susu" kata bapak ke mas Tarto sambil tersenyum. Ternyata mas Tarto memang suka susu.

"Ini nak kami bawakan martabak kesukaan kamu" kata bapak kepada ku.

"Bapak tahu dari mana kalo Aku suka martabak? "

"tau mas Tarto ngerti dari mana, eh maksud bapak, bapak ngira-ngira aja, lagian siapa sih yang gak suka martabak, ia kan? "

Aku hendak kembali menuju dapur, mbak Suci yang sedang duduk kemudian berdiri, "Aku bantuin yan" aku mengangguk.

Martabak sudah berada di atas piring, air teh sudah jadi, mbak Suci yang membuatkan, kami makan martabak bersama malam itu, tiba-tiba mas Tarto berkata....

"Saya jadi ingat dulu makan martabak sama kekasih saya, mulut pacar saya sampe blepotan sama coklat, saya sampai gak tahan liatnya pak"

Mendengar itu, bapak dan mbak Suci tertawa, sementara aku melongo melihat mas Tarto.

Mas Tarto????
Mas Rudi?????????

SUAMIKU GENDERUWO (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang