Suci

51.5K 1.9K 202
                                    

Malam ini, tepat pukul 22.00 aku terbangun dari tidurku karena suara gemuruh petir yang menyambar, sepertinya hujan turun sangat deras, air hujan yang bocor lewat internit kamar menetes di wajahku. Ranjang ku menjadi basah karenanya. Rumah tua dan lapuk ini memang sudah pantas untuk tak dihuni. Sialan, bocor di dalam kamar ini membuat istirahatku terganggu, jengah rasanya namun mau tak mau sepertinya aku harus pindah ke kamar ibu. Meninggalkan ranjang ku yang sudah basah karena air hujan. Aku tak mengutuk hujan, aku mengutuk rumah ini, rumah sialan dengan segala kejadian buruk yang menimpa penghuninya.

Di dalam kamar ibu yang gelap, aku mencoba menyalahkan lampu lewat saklar yang menempel di dinding dekat pintu kamar, tangan ini meraba dinding mencari-cari saklar lampu.

Cekrekkk...

Lampu bohlam menyala tak terang tak juga gelap, sedikit redup namun cukup menerangi seisi ruang. Aku mencoba untuk berbaring di atas kasur, namun perasaan tak nyaman muncul mungkin karena kondisi sprei nya sudah kotor akibat debu yang jatuh dari atap berbahan bilik bambu. Aku menajamkan pandangan, mencari sapu lidi yang akan ku pakai untuk membersihkan segala kotoran yang ada di atas kasur tua ini, saat tengah membersihkan kasur, aku membuka sprei nya untuk di ganti dengan sprei yang masih baru, yang tersimpan dalam lemari pakaian ibu, sprei baru terlipat di tumpukan pakaian paling bawah, dan saat mencabutnya, ikut berjatuhan pula beberapa amplop dari sana, jatuh tergeletak ke atas lantai.

Sambil duduk di pinggiran ranjang, aku mencoba membuka semua amplop yang ada, dan aku kaget, ternyata selama ini ibu menyembunyikan semua uang-uang ini dariku. Dari mana ibu bisa memiliki semua uang ini?

Saat sedang berfikir dari mana ibu bisa mendapatkan semua uang ini, aku dikagetkan dengan suara pintu depan yang diketuk. Segera aku membereskan semua amplop berisi uang ini dan kembali memasukannya ke dalam lemari pakaian milik ibu. Aku segera bergegas untuk melihat siapa yang malam-malam begini bertamu.

Saat membuka pintu, di hadapanku sudah berdiri pak Haji

"pak Haji??? maaf ada apa ya? "

"kamu belum tidur? "

"iya belum kok pak, maaf ada apa ya? "

Dari belakang pak Haji aku melihat ada orang lain berdiri membelakangi, menggendong tas sambil tangannya terlihat menggenggam payung yang sudah terlipat.

"Suci..... " Pak Haji memanggil sosok yang sedang berdiri di belakangnya.

Mbak Suci adalah anak angkat dari pak Haji, seingat ku saat SMP dia tinggal dengan pak Haji, aku sendiri tak tahu asal mbak Suci dari mana, lantas orang tua nya siapa, jadi selama ini aku menganggap mbak Suci adalah anak pak Haji, walau istri pak Haji adik kandung dari ibuku, tapi karena usia dia lebih tua, jadi aku harus menghormatinya dengan memanggil mbak. Mbak Suci sekarang kelas 12, dia sekolah di Madrasah Aliyah yang berada tak jauh dari sini.

"eh ada mbak Suci, mari sini masuk"

Dia hanya tersenyum. Mbak Suci memang sosok yang tak banyak bicara, dan aku pun kurang akrab dengannya. Dia jarang sekali keluar rumah.

"jadi begini, bapak khawatir sama kamu, apalagi saat hujan begini, kalo kamu gak mau nginep di rumah bapak, bapak mau kamu ngizinin Suci buat nginep di sini nemenin kamu, gimana? kamu mau kan? "

"padahal gapapa pak haji, takutnya mbak Suci nya yang gak mau, rumah ini kan jelek, kumuh, takut mbak Suci gak betah tidur di sini"

"justru tadi Suci yang menawarkan diri buat nemenin kamu saat bapak cerita tentang kekhawatiran bapak sama kamu"

"pak haji gak perlu mikirin saya gimana-gimana, insya allah saya bisa jaga diri kok pak, lagian rumah butut kaya begini maling mana yang mau masuk pak"

"bukan maling yang bapak khawatirkan, kalo ada orang jahat yang gimana-gimanain kamu, itu yang bapak pikirin sedari tadi"

"oh iya, jadi malah ngobrol di depan pintu begini, masuk dulu deh yuk"

"gak usah, udah malem juga kan, gimana? boleh kan Suci nemenin kamu sementara di sini? "

"waaah saya sih seneng pak haji, jadi ada temennya"

"yawdah bapak pulang ya, nanti pagi-pagi bapak kesini bawain motornya Suci, jadi kalian bisa berangkat sekolah bareng"

"gak usah pak, tapi kalau mbak Suci mau berangkat naik motor gapapa motornya di simpan di sini juga, kalau saya jalan kaki aja pak, udah biasa"

"udah gapapa, kamu bisa kan bawa motor? "

"iya pak, bisa"

yasudah, bapak izin pulang, assalamualaikum"

"wa'alaikum salam"

Pak haji pergi meninggalkan kami yang masih berdiri di mulut pintu, dengan mengenakan payung menembus hujan yang masih belum reda di malam yang gelap.

"Silahkan masuk mbak" Aku mempersilahkan masuk kepada mbak Suci yang lagi-lagi hanya di balas dengan senyuman dan anggukan kecil.

Mbak Suci kemudian ikut masuk membuntuti ku dari belakang, lalu pintu aku tutup dan ku kunci kembali.

"oya mbak mau langsung tidur, atau minum-minum dulu, kalau makan hanya ada mie instan, kalau mbak mau nanti aku buatin"

"gak usah repot, mbak langsung masuk kamar aja ya"

"oya mbak, sepertinya kita tidur satu kamar, soalnya kamarku kasur nya basah mbak, mbak gak apa-apa kan? "

Dia tersenyum, dan mengangguk.

"mari mbak, ini kamarnya" kataku sambil membuka pintu kamar ibu.

"dan di sana kamar kecilnya mbak" tambah ku sambil menunjukkan jari ke arah dapur.

"mbak izin ke kamar kecil ya, mau ganti baju sama bersih-bersih"

"iya monggo mbak, saya duluan masuk ke kamar ya mbak, sini tas nya saya bawa"

Setelah mbak Suci mengambil baju dan celana untuk tidur dari dalam tas nya, kini tas nya aku bawa masuk ke dalam kamar, dan meletakkannya di lantai, di pojok kamar.

Aku kembali merebahkan tubuh ke atas dipan reyot ini, maafkan aku pak haji, tadi aku sempat berfikiran buruk tentang pak haji, saat aku mandi di sungai. Dengan sikap baik pak haji tadi, pikiran buruk itu lenyap seketika. Ternyata dia peduli dengan keadaanku saat ini, mungkin karena kami masih saudara, tapi yang menjadikan kami saudara itu kan istrinya dia, dan istrinya pun sudah lama meninggal. Pak haji memang orang baik.

Rasa kantuk sudah tak bisa lagi ku elak kan, mata ini sudah tak bisa lagi ku ajak untuk berkompromi. Dalam hitungan menit, aku sudah tertidur.

Lagi-lagi aku harus terbangun, bukan karena ketukan suara pintu depan, tapi aku yang kini tidur berselimut, merasakan sedikit sesak karena dekapan dari seseorang, lembut kulitnya mengenai lenganku, dan ketika aku melihatnya, dia mbak Suci yang tidur hanya mengenakan BH dan celana dalam, tidur satu selimut denganku, dan mendekap ku dengan sangat erat.

SUAMIKU GENDERUWO (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang