Pamit

4.9K 277 9
                                    

Disela makan martabak, bapak berkata kepadaku yang saat itu sedang curi-curi pandang memperhatikan gerak gerik mas Tarto, "Nak, bapak malam ini pulang dulu ya, besok pagi-pagi bapak kesini lagi buat datang ke sekolah kamu"

"Mau apa bapak ke sekolah? "

"Bapak sudah ngomong banyak sama pak Haji tadi, kalo kamu mau bapak bawa ke kota, kamu tinggal dan sekolah di sana nanti nya, besok kamu ke sekolah sekalian pamitan sama temen-temen sekolah kamu ya"

"Gak nunggu sampai 40 harian ibu aja apa pak? "

"Bapak udah ngasih biaya ke pak haji buat ngadain pengajian di rumahnya sampai 40 hari"

"Gimana kalo seminggu lagi pak? yani juga pingin ikut doain ibu"

"Kamu ini kan baru sadar dari pingsan, tadi aja bapak suruh kamu tinggal di rumah biar istirahat total, berdoa kan bisa dimana aja! "

"Tapi pak... "

"Tapi apa? lagian kan kamu harusnya di bawa ke rumah sakit, biar tahu penyakitnya apa, kenapa kamu pingsan lama gitu, ini malah di geletakin aja di rumah, udah besok kalo udah sampai di kota bapak ajak kamu untuk checkup ke rumah sakit ternama, lagian pak Haji udah modern kayak gini masih aja percaya sama tahayul-tahayul gitu!!. " Bapak memotong omongan ku.

"Terus rumah ini siapa yang nempatin nanti pak? "

"Udah kamu gak usah mikirin apa-apa lagi, rumah dan lain-lainnya bapak yang urus, kamu mau kan tinggal sama bapak? bapak di kota hidup sendiri, cuma mas Tarto yang nemenin bapak"

Aku masih diam termenung, terlintas dalam benak saat itu bagaimana nanti aku beradaptasi dengan lingkungan yang sudah pasti berbeda, seperti apa nanti kehidupan yang akan aku jalani, semua pertanyaan itu berjejal di kepala.

"Kalo kamu gak mau ikut bapak, nanti siapa yang akan nerusin usaha bapak? siapa yang mau nempatin rumah besar bapak? siapa yang mau ambil manfaat dari harta benda bapak yan? semua kerja keras bapak terasa sia-sia kalo kamu gak ikut hidup sama bapak, kamu gak usah khawatir dengan kehidupan kamu di sana, bapak yang jamin, kamu mau beli apa aja kamu tinggal bilang sama bapak! "

Aku menatap dalam mata bapak, kemudian dia mengusap lembut pundak kanan ku, "Kamu mau kan? "

Aku mengangguk perlahan seraya tersenyum, senyuman tulus yang sebelumnya belum pernah aku berikan pada siapa pun.

Kemudian aku menoleh ke mbak Suci yang sedari tadi tak bersuara apa-apa, dia sedang mengunyah martabak dengan perlahan, dengan bola matanya menatap kosong ke depan.

Apa yang ada di dalam benaknya saat itu aku tak tahu pasti.

***

Bapak sudah pulang dengan mas Tarto, kini di dalam rumah ini tinggalah kami berdua. Saat ini kami sedang berada di dapur, mencuci piring kotor sambil berbincang ringan.

"Mbak, mbak Suci gak ikut aja sama aku ke kota? kita sekolah bareng di sana, kalo mbak mau nanti aku bilang sama bapak, pasti bapak izinin kok"

"Pak haji gak ngizinin yan, ini aja karena malem terakhir mbak nemenin kamu makanya dia ngizinin buat mbak nginep di sini"

"Mbak memperhatiin gak sih, kayaknya pak Haji sama bapak ku gak akur ya? "

"Kurang tau juga yan, oya abis ini kita makan nasi yuk, mbak bawa besek berkat dari rumah tadi buat kita makan malem"

"Emmmmmm makan lagi nih? oke deh"

"Tadi kan cuman martabak yan? bukan nasi to? " kata dia tersenyum.

"Heheee iya juga sih, lagian martabak kalo makannya pakai nasi juga gak bakalan enak mbak! "

"Kapan-kapan kita cobain, gimana?? "

SUAMIKU GENDERUWO (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang