Pak Irfan

52K 2K 181
                                    

"Toloooong tolooong paaaak, siapa pun tolooong ibu ku" teriak ku dari balik jeruji besi.

Dua orang polisi datang ke arah kami, dan salah satu polisi yang usianya terlihat lebih muda segera membuka gembok sel dengan kunci yang sudah ada ditangannya.

Kemudian masuk polisi yang usianya sepertinya lebih tua, atau mungkin secara pangkat ia lebih tinggi ketimbang polisi yang membuka pintu, lalu kemudian ia memeriksa kondisi ibu yang masih tergeletak di lantai, tepat di sebelah ku duduk. Dia mengecek nadi ibu lewat pergelangan tangan, dan membuka mata ibu yang kondisinya menutup.

"Panggil pak Irfan" Kata polisi yang baru saja memeriksa kondisi ibu kepada polisi yang sedang berdiri di mulut pintu sel.

Begitu banyak pertanyaan yang menjejal di kepala, kini aku pun harus dihadapkan pula oleh situasi yang sangat rumit, diusiaku yang masih belia, bisa di bayangkan, di dalam jeruji besi, memangku ibu yang entah kenapa, menyaksikan beberapa rentetan kematian, hingga mayat yang bermandikan darah, semua itu hampir membuat ku ikut-ikutan gila.

Seorang pria datang dengan pakaian berwarna putih, mungkin ia dokter atau apalah di kantor polisi ini, ditemani oleh pak polisi muda yang tadi membuka pintu sel ini.

"Kenapa pak? " Kata laki-laki yang dikatakan pak Irfan tersebut.

"Entah, ibu ini sepertinya pingsan pak, mungkin bapak bisa memeriksanya"

"Ada baiknya ibu itu kita bawa saja ke ruang medis pak, kita lakukan cek di sana"

"Tolong ibu ku pak" kata ku yang masih dalam keadaan menangis.

"Adek yang tenang ya, ibu kamu biar bapak yang urus, adek sama bapak ini ya" kata pak Irfan sambil menunjuk ke arah polisi yang berusia tua.

Dari cara bicaranya, pak Irfan sepertinya orang baik, dan aku segera melepaskan ibu dari pangkuan ku, yang kemudian polisi muda yang sedari tadi hanya melihat pergi meninggalkan kami.

Tak lama ia kembali membawa tandu di tangannya. Lalu membawa ibu ku pergi bersama pak Irfan dan polisi muda meninggalkan ruangan ini.

Aku masih duduk di lantai, dan air mata ini belum juga reda, belum usai kesedihan yang aku dera, ia datang kembali kesini. Polisi tadi yang mengendarai mobil, dengan muka yang terlihat sangat letih.

"Lapor pak, almarhum Edi dan Sony sudah di bawa ke rumah sakit untuk proses otopsi" katanya kepada polisi tua yang sedang jongkok di sampingku.

"Baik terima kasih, maaf kamu namanya siapa?" kata polisi tua ini yang kemudian bertanya padaku.

"Saya Maryani pak"

"Pak Suroto, bisa siapkan ruangan buat saya, biar saya yang tangani Maryani sampai sini, kamu sudah bisa istirahat"

"Baik pak"

***

Di dalam sebuah ruangan kecil, aku duduk di atas kursi plastik berwarna merah, di depan ku ada meja kayu sederhana, ber-taplak kain batik motif bunga-bunga, di hadapan ku pula sudah duduk pak Ridwan, polisi tua tadi yang sudah ku ketahui namanya setelah melihat nametag di dadanya. Kami duduk berhadap-hadapan, dengan meja kayu sebagai pembatasnya.

"Panggil saja saya pak Ridwan ya, kamu saya panggil kesini sebagai saksi dari penemuan jasad saudara Rudi yang di temukan di dalam sumur, atas laporan warga yang mencium bau tak sedap dari dalam sumur belakang bangunan KUD"

Aku hanya mengangguk, karena aku sendiri tak tahu harus berkata apa.

"Bapak harap, kamu mau terbuka, karena ini akan mempercepat prosesnya, tolong nanti jawab semua pertanyaan yang bapak berikan, dengan jujur tanpa mengada-ada"

SUAMIKU GENDERUWO (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang