Darah

35.6K 1.6K 198
                                    

"nanti kapan-kapan kita mandi bareng-bareng ya di sungai" kata Shanti yang di tangan kanannya sudah memegang sebungkus rokok.

"kalau air di rumah ku mati kak"

"nanti deh aku matiin, mau ya? "

Aku hanya bisa tersenyum mendengarnya, Shanti ini menurutku orang nya lucu, dan mudah sekali akrab, padahal dia baru bertemu dengan ku sekali tadi, bahkan aku baru sadar jika kami belum berkenalan sama sekali.

"mbok udah ini aja" kataku menyodorkan kantung kresek bening yang sudah berisi kangkung, dua potong tempe serta sebungkus ikan asin.

"udah ini aja yan?" kata bu Darmi atau yang biasa ku sapa mbok dar.

"iya mbok"

"eh gimana kabar ibu mu yan? kamu tahu dia dirawat di ruangan apa, kamu sudah jenguk? kalau mau ke sana nanti mbok sama suami mau ikut jenguk ya, nanti kamu naik mobil mbok aja bareng-bareng"

"hari besuknya besok mbok"

"yasudah kabari mbok ya, mbok juga pingin tahu kabar ibu mu"

"eh aku ikut juga ya" Shanti menyerobot pembicaraan ku dengan mbok Dar.

"ini yang mirip cacing pita temen mu yan? "

"ini temen mbak Suci anaknya pak Haji mbok"

"kok Suci yang pendiem bisa temenan sama yang kayak gini, piye to?? " kata mbok Dar heran.

"enak aja nyamain aku sama cacing pita! "

"hehehe" aku tertawa geli melihat ekspresi wajah Shanti yang sepertinya sangat tak menerima jika dirinya disamakan dengan cacing pita.

"oya kita belum kenalan lho" kata Shanti sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman denganku.

"Maryani" kataku menyambut sodoran tangannya, dan kita bersalaman dengan erat.

"Shanti"

Shanti segera melepaskan jabatan tanganku, dia mundur perlahan, dari sorot matanya terlukiskan perasaan takut, dan saat itu ia berkata membuat aku ikut merasakan ketakutan yang tengah ia dera.

"darah... darah... ada banyak darah"

Dia menaiki sepeda motornya, tatapannya masih tertuju padaku. Aku diam mematung, takut akan hal yang sebenarnya tidak aku mengerti.

"kamu kenapa Shanti? "

"maaf aku harus cepat pulang ya mar"

Dia pergi, saat sepeda motornya masuk ke jalanan beraspal, dia menghentikan lajunya, dan kembali menatapku dengan tatapan yang masih sama, tatapan yang penuh rasa takut.

"yan?? " panggilan Mbok Dar membuatku sedikit terperanjat.

"eh iya mbok"

"kamu kenapa? "

"gapapa mbok"

***

Sesampainya di rumah, aku mendapati rumah yang kosong, namun pintu depannya tak terkunci.

"mbak Suci... mbak" kataku sedikit berteriak mencari keberadaan mbak Suci.

Aku mencarinya mulai dari kamar ibu sampai dapur, namun ia tak ada di dalam rumah ini. Mungkin ia pergi ke rumah pak haji. Tiba-tiba terdengar suara sepeda motor berhenti di depan rumah, aku yang sedang berada di dalam kamar, yang baru saja berganti pakaian segera pergi membuka pintu depan untuk melihat siapa yang datang.

Dia pak haji, memboncengi mbak Suci yang sudah mengenakan kaos berwarna biru.

"eh yan, maaf mbak gak kunci pintunya, mbak tadi pergi buru-buru"

SUAMIKU GENDERUWO (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang