bangkai tikus

25.7K 1.5K 113
                                    

Entah apa yang tengah mereka bicarakan di teras rumah, namun Shanti masih dengan raut muka yang penuh dengan rasa takutnya. Tiba-tiba, muka Shanti yang sedang fokus berbicara dengan mbak Suci yang ada di hadapannya dia banting arahnya dengan cepat dan spontan, menuju ke arahku yang masih mengintip dari balik jendela kamar.

Matanya melotot, tajam menatap mataku yang sedang ku sipitkan, untuk memperjelas pandangan, membuatku kaget dan sedikit ketakutan. Aku memutuskan untuk mundur perlahan dan duduk kembali di atas ranjang.

Tak lama kembali terdengar suara sepeda motor, suaranya yang nyaring perlahan terdengar seperti menjauh dan hilang. Terdengar suara pintu tertutup, dan mbak Suci langsung masuk ke dalam kamarku begitu saja, kemudian dia duduk tepat di sebelahku.

"kamu sudah mandi yan? "

"belum mbak, memang kenapa? "

"gapapa, kamu mandi duluan gih"

"aku mandi sekarang mbak? "

"iya sekarang yan"

"ini kan baru jam tiga sore mbak? "

"gapapa kan, abis itu nanti mbak yang mandi, anter mbak ke rumah pak haji ya"

"oh begitu, oya tadi siapa mbak yang datang? "

"itu Shanti, ngajakin kita main ke kebun besok, ada tugas sekolah"

"di kebun? "

"iya, mbak ada tugas biologi buat bawa belalang"

"oh begitu, oke mbak"

Aku segera beranjak dari atas kasur, keluar dari kamar menuju kamar mandi, meninggalkan mbak Suci yang masih duduk di atas ranjangku di dalam kamar tidur. Setelah menanggalkan semua pakaian, gayung plastik sudah berada dalam genggaman, baru saja akan membasuh tubuh dengan air, aku terkaget, sudah ada bangkai tikus di dalam bak mandinya, mau tak mau aku harus menunda kegiatan mandiku sejenak, mengambil bangkai tikus yang ada dengan plastik hitam, membuangnya ke tempat sampah yang memang berada dalam kamar mandi ini. Menjijikan, mungkin tikus ini terjatuh dari atap dan jatuh tepat kedalam bak mandi. Segera aku buang air yang ada dalam bak mandi, mengurasnya dan mengganti dengan air baru yang mengalir dari kran air.

Setelah selesai mandi, bangkai tikus yang ada dalam plastik aku bawa keluar, aku yang masih mengenakan handuk membuka pintu dapur, dan melemparkan bungkusan pkastik ini jauh-jauh ke arah semak yang berada disana.

Baru aku mau menutup pintu, aku melihat burung alap-alap melompat dari dahan satu ke dahan yang lainnya di atas pohon yang ada di depanku. Dengan perasaan sedikit takut aku segera menutup kembali pintu dapur dengan segera. Seketika pundakku ada yang menepuk, membuatku sedikit kaget karenanya.

"kamu lagi ngapain? "

"eh mbak Suci, gak apa-apa mbak, abis buang sampah"

"lho kamu buang sampah sembarangan! "

"iya mbak, maaf, hehe"

"yasudah kamu pakai baju ya, mbak mau mandi, kamu tunggu mbak, setelah itu kita pergi" kata dia lirih

Aku mengangguk tanda setuju.

Setelah mengenakan baju, aku duduk di depan teras rumah, sambil menunggu mbak Suci yang sedang mandi.

Langit sore ini nampak cerah, angin bertiup semilir, sejuk dan menyegarkan. Dari kejauhan nampak seseorang berjalan gontai, dari langkahnya sepertinya aku mengenalnya, benar saja dugaanku, dia Shanti,  ada apa dengannya? keningnya terlihat berdarah, bajunya terlihat kotor, dia berjalan dengan sedikit terpincang.

Dia berjalan melewatiku yang masih duduk di atas kursi kayu ini, seperti dia tak melihatku sama sekali. Aku mencoba memanggilnya, namun dia tak menghiraukannya, dia mengetuk pintu rumahku dengan sangat keras, aku bangkit dari duduk dan mencoba menepuk pundaknya. Dia masih sama, tak menghiraukannya sama sekali, menoleh pun tidak, dari raut wajahnya terlihat ia seperti sedang dalam kondisi ketakutan.

"Suci.... Suciiii... " Dia berteriak dengan suara yang bergetar dan sedikit parau terdengar, sambil masih mengetuk pintu dengan tangan kanannya yang penuh dengan luka seperti habis terjatuh.

"mbak Shanti.... " kata ku dengan nada yang aku tinggikan kali ini, berharap ia bisa mendengar.

Dia menoleh ke arahku sebentar, dengan tatapan mata yang kosong, setelah itu dia kembali memalingkan wajahnya, dan kembali mengetuk pintu dengan kerasnya.

Lalu pintu terbuka sedikit, suara decitannya sangat nyaring ku dengar kini. Mbak Suci sudah berdiri di mulut pintu rumah, terlihat ia belum berganti pakaian, dia sudah menanggalkan kerudungnya dan handuk kering melingkar di lehernya.

"kamu kenapa shan?? " tanya mbak Suci terbata-bata melihat Shanti yang berada di hadapannya sudah berlumuran darah.

"yani mana suci? "

"dia ada di dalam, kenapa? "

Apa???? ada apa dengan kalian berdua, aku yang kini berdiri tepat  di hadapan mereka mencoba menepuk pundak keduanya, namun mereka seolah-olah tak menganggap ada akan keberadaanku saat ini.

"mbak, mbak Suci, tolong jangan becanda!!! "

Lagi-lagi mbak Suci hanya diam.

"kamu kenapa Shan? "

"aku gapapa Ci, mana yani"

Mbak Suci yang masih berdiri di mulut pintu rumah membuka pintunya lebar-lebar kini, mbak Suci masuk kedalam diikuti mbak Shanti dan aku dibelakangnya yang masih kebingungan dengan sikap mereka berdua.

Mbak Suci membuka pintu kamar ibu, sambil meneriakan namaku, membuka pintu kamarku, kemudian kami pergi ke dapur bersama-sama, mbak Suci melihat ke dalam kamar mandi, dan menoleh ke arah Shanti lalu menggelengkan kepalanya.

"mbak, ini aku, aku disini" kataku dengan suara keras.

Aku yang kini ketakutan mencoba mengguncang-guncangkan tubuh mereka, namun mereka masih sama, seperti tidak mengetahui akan keberadaanku saat ini.

Dan ada satu hal aneh yang aku alami kini di tengah rasa takutku, ketika aku mengguncangkan tubuh mereka, tubuh mereka seperti tidak terguncang sama sekali, tidak bergoyang sama sekali, padahal aku mengguncangkan tubuh mereka dengan sekuat tenagaku. Aku mencoba memberi isyarat pada mereka, pikirku dengan memecahkan sesuatu mungkin mereka akan sadar dengan keberadaanku saat ini.

Namun ketika aku akan meraih gelas yang berada di rak piring, gelas ini terasa sangat berat hingga aku tak mampu untuk mengangkatnya, kini aku mulai menangis ketakutan, ya tuhan apa aku sudah mati????  ada apa ini sebenarnya, apa ini mimpi.

Aku melihat raut wajah mereka pun tampak ketakutan, mereka masih meneriaki namaku, kini mereka membuka pintu dapur dan kembali mereka meneriaki namaku dengan suara yang sangat keras.

"Suci, kemana yani? kemana ia? "

"tadiiii... tadi ..dia bilang mau mandi" kata mbak Suci terbata-bata.

Lalu kami berjalan keluar, lagi-lagi aku harus membuntuti mereka dari belakang, padahal langkahku sudah aku cepatkan, namun mereka selalu lebih cepat langkahnya kini dariku.

Tiba-tiba mereka berdua berhenti di sebuah semak yang tak tak jauh dari mulut pintu dapur ini, lalu mereka saling beradu pandang, dan aku melihat mbak Suci kini menangis, mbak Shanti terlihat jongkok disana, kemudian bangkit kembali, dan berucap "dia masih hidup ci, panggil pak haji"

mbak Suci berlari, dia sempat menabrak tubuhku, hingga tubuhku terpental cukup jauh, aku kembali bangkit, dan mencoba mendekati mbak Shanti yang masih berdiri di sana. Ketika ku sudah disana, aku melihat, ya aku dapat melihat dengan sangat jelas.

Tubuhku disana yang tanpa busana terlihat basah menelungkup terbungkus plastik hitam. Seperti tikus yang mati di dalam bak air yang aku buang tadi dengan plastik hitam.

SUAMIKU GENDERUWO (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang