Hutan Yang Gelap

79.4K 2.7K 336
                                    

Kini aku seperti sedang berada di dalam hutan yang lebat, gelap dan mencekam. Senter lampu yang sedang di pegang pak haji, adalah sumber cahaya satu-satunya yang ada, entah mengapa rembulan dan bintang tidak hadir di malam ini, sekedar memberikan cahayanya yang memang tak sebenderang mentari, namun setidaknya mampu menerangi sang katak yang sedang bernyanyi.

"Mas dimana ini? kenapa aku bisa berada di sini mas??" Tanya ku yang masih shock serta ngeri dengan keadaan sekitar yang sangat gelap gulita.

"Kamu gapapa dek??? kita lagi ada di hutan Bayah dek, dekat dengan kampung ku"

"Kenapa aku bisa ada disini mas??"

"Kata pak haji, mahluk itu sudah membawa kamu kemari"

"Ibu gimana?? pak haji ibu ku gimana?"

"Dia baik-baik saja, sekarang ibu sedang ada di rumah pak haji, kamu gak usah khawatir dek" kata mas Rudi menjelaskan, dan pak haji hanya tetap tersenyum tanpa berucap sepatah kata pun.

"Mari pak haji, kita pulang, ayok dek, mas gendong"

"Gak usah mas, aku masih kuat jalan kaki, aku jalan aja"

Kami berjalan menyusuri jalanan setapak, aku tak tahu ini sudah jam berapa, namun udara malam di tengah hutan benar-benar mampu membuat ku bergidik.

Pak haji yang memegang senter masih diam dan fokus meniti jalan membimbing kami agar kami semua tak tersesat. jalanan yang tak rata, dan sesekali menurun, membuat aku harus memegang erat lengan mas Rudi untuk menjaga tubuh agar tak jatuh tersungkur, di tambah dengan jalanan nya yang licin karena hujan sore tadi, kurasakan perih di telapak kaki, mungkin akibat sayatan pohon-pohon kecil yang berduri.

Setelah menyibak ilalang, di depan kami kini sudah terlihat jalanan beraspal, dan di sana sudah terparkir sebuah motor supra keluaran lama. Pak haji mengeluarkan kunci motor dari sakunya, dan mas  Rudi mempersilahkan ku duduk terlebih dahulu, dan ia duduk tepat di belakang ku.

Lalu dia mendekap ku, Aroma dari tubuhnya mampu membuat ku merasa nyaman.

Jalanan yang sedang kami lalui di samping kanan dan kiri nya hanya terlihat pepohonan, dan kegelapannya seakan memakan ranting dan dedaunannya, yang nampak hanya batang pohon yang berbaris.

Aku enggan untuk melihat lebih dalam lagi, ke arah kegelapan yang tengah menyelimuti, cahaya lampu motor menjadi satu-satunya penerang jalan kami saat ini.

"Oya dek, kita pulang ke rumah mas ya, soalnya kalo ke rumah pak Haji sudah terlalu larut, di rumah mas juga ada ibu mas nanti yang nemenin"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Oya dek, kita pulang ke rumah mas ya, soalnya kalo ke rumah pak Haji sudah terlalu larut, di rumah mas juga ada ibu mas nanti yang nemenin"

"Gak usah mas, aku gak enak"

"Bagaimana pak haji? mending Yani menginap di rumah saya saja ya?"

Pak haji mengangguk tanpa menoleh ke belakang, dia fokus mengendarai sepeda motornya, menghindari lubang, dan kubangan air yang tergenang di jalanan yang sedang kami lalui.

"Kalo boleh tahu ini sudah jam berapa memangnya mas?"

"Kayaknya ini udah jam tiga deh, mas nyari kamu dari jam sepuluh"

Aku tak tahu jika aku sudah pergi selama itu, dan aku pun tak mengerti bagaimana aku bisa berada di tengah hutan seperti ini. Sempat aku berfikir jika ini ulah mas Rudi, namun kini kecurigaan ku jatuh pada sosok ular yang selalu meneror ku di rumah. Perlahan teka teki mulai terjawab, mahluk itulah yang mungkin sudah meniduri ku waktu itu, dengan menyamar menjadi mas Rudi, dan mahluk itu pula lah yang tadi merasuki ibu.

Ya aku yakin ibu tadi sedang kerasukan mahluk jahat seperti yang pernah aku lihat di film-film horor. Dan tentang amplop putih yang berisi uang, yang kini ada dalam kantong celana jeans yang sedang ku kenakan, mungkinkah sebenarnya itu milik mahluk itu juga? tak penting itu milik siapa, siapa pun pemiliknya, yang jelas uang ini kini sudah menjadi milik ku.

Tak lama, motor yang membawa kami bertiga, berhenti di depan halaman sebuah rumah.

"Kita sudah sampai" kata mas Rudi yang turun terlebih dahulu dari sepeda motor, dan kemudian ia membantu ku turun.

"Terima kasih ya pak haji" kata mas Rudi, dan pak Haji terlihat tersenyum, mengangguk sambil melambaikan tangannya, dan pak haji pergi dengan motor supranya, menghilang di telan kabut malam yang pekat.

Di pintu depan, sudah berdiri seorang ibu, yang seperti nya ibunya mas Rudi, dia terlihat tersenyum ke arah kami. Aku bersalaman dengannya.

"Bu malam ini, Yani akan tidur di rumah kita untuk beristirahat ya, ibu sudah siapkan kamar tamunya kan?"

Ibunya mas Rudi mengangguk sambil tersenyum, dia segera membukakan pintu untuk kami. Kini aku dan mas Rudi duduk di kursi yang berada di ruang tengah, dan ibunya pergi ke dalam.

"Tunggu ya, ibu lagi buatin teh untuk kita"

"Gak usah repot-repot mas"

"Eh gapapa dek, anggap saja ini rumah kamu juga, nanti kalo kamu butuh apa-apa kamu bisa ketuk pintu kamar ku ya, posisinya persis di samping pintu kamar tamu"

"Maaf ya mas merepotkan, aku masih merasa ketakutan mas dengan apa yang sudah ku alami, semua kejadian yang menimpa sulit sekali aku cerna, dan semuanya itu berada diluar akal pikiran ku"

"Sudah jangan terlalu dipikirkan, kamu gak perlu takut lagi ya, mas akan selalu ada di sisi kamu, eh tunggu ya, mas ambilin minum dulu, kayaknya teh nya udah jadi deh"

Aku mengangguk, dan saat ia ke dalam, aku mencoba menyisir rambut dengan jari tangan, dan rambut ku terasa lengket sekali, sepertinya rambut ku penuh dengan lumpur yang mengering, dan aku baru sadar, celana dan baju yang tengah aku kenakan begitu kotor dan dekil, dan satu hal yang baru aku sadari jua, bahwa sedari tadi ternyata aku bertelanjang kaki, tanpa sandal, pantas telapak kaki ku terasa perih.

Mas Rudi datang membawa nampan, yang di atasnya terdapat gelas berisi air teh. Dia menyimpan dua buah gelas berisi air teh ke atas meja, dan mempersilahkan aku untuk meminumnya.

"Sebentar, ada yang ketinggalan" kemudian dia balik lagi kedalam.

Tak lama, dia sudah kembali lagi, dan kini dia membawa dua toples khong huan ditangan kanan dan kirinya.

Sebuah misteri baru, dan aku harus memastikan apa isi di balik toples khong huan tersebut, agar aku bisa tertidur dengan tenang tanpa harus bertanya-tanya dalam hati, ada apa sebenarnya di dalam toples khong huan yang di bawa mas Rudi ini. Apakah peyek? ataukah rengginang?

"Kamu minum dulu, makan dulu kue nya, abis itu kamu mandi ya, nanti aku buatkan air hangat"

"Tapi baju ku kotor mas"

"Kamu gak perlu khawatir, kalo kaos-kaos oblong aku ada banyak, kalo celananya, mungkin kamu bisa pakek celana kolor milik ku, nanti baju sama celana kamu yang kotor, kamu bisa taruh di mesin cuci"

"Terima kasih ya mas"

"Tak perlu dipikirkan"

"Sebenernya banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan sama kamu mas...."

"Nanti aja bahasnya ya dek, kamu sekarang istirahat dulu aja ya" mas Rudi memotong pembicaraan ku.

Tiba-tiba, terdengar gemuruh suara knalpot sepeda motor dari luar rumah, sepertinya dari suara yang terdengar, ada lebih dari satu sepeda motor.

Lalu terdengar suara pintu diketuk, nyaring sekali. Mas Rudi bangkit untuk membuka pintu, dan.....

"Maaf nak Rudi ganggu, apa nak Rudi melihat Maryani???...... Yani?????????........"

SUAMIKU GENDERUWO (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang