Kehidupan yang baru (back to story)

26.3K 759 161
                                    

5 Bulan setelah kematian ibu.

Senja melukiskan kedamaian pada siapa saja yang memandangnya, menjadi pemandu rasa penat menuju malam, dari malam ke dini hari, dan kembali lagi menuju pagi, Pagi yang selalu aku tunggu setiap harinya untuk bersiap sedia menanti kehadiran sang mentari yang semburatnya mengabarkan sukacita.

Aku berjalan perlahan di sepanjang lorong sekolah untuk menuju ruang kelasku, dengan baju seragam yang putih bersih, rok yang warna nya cerah, sepatu Converse original, tas branded, rambut lurus dan wangi hasil dari salon kecantikan, wangi parfum hingga radius lima kilo meter. Semua mata memandangku kagum, siswa-siswa dari yang jelek sampai yang ganteng semua menyapaku dengan ramah, inilah pagi hariku di sekolah yang baru.

Kini semua terasa berbeda, kini aku sudah tak tinggal lagi di rumah gubuk itu, sejak ibuku meninggal, aku pun sudah pindah sekolah ke kota, dan mas Rudi sudah tak bekerja lagi sebagai penjaga sekolah, di sekolahku yang dulu, sejak jasadnya ditemukan oleh warga di dalam sumur yang letaknya di belakang KUD, semuanya telah berubah, kini aku hidup berdua
dengan bapak, mendiami sebuah rumah yang cukup besar dan mewah.

Bapak yang dianggap telah mati oleh ibuku ternyata masih hidup, selama ini dia tinggal di kota, yang kebetulan bertetangga dengan perantau yang berasal dari kampung yang sama, dari sanalah kabar kematian ibu ia dapatkan, karena tetangga bapak ini masih menjalin komunikasi dengan orang-orang di kampung yang masih saudara dengannya. Yang bapak tahu, jika tetangganya ini sudah mengetahui jika bapak dengan ibu memang sudah bercerai, dan punya satu anak perempuan yaitu aku.

Kini bapak sudah tinggal bersamaku seperti dulu lagi, kami mendiami rumah toko atau ruko peninggalan orang tua bapak yang letaknya tak jauh dari pasar, pasar yang cukup besar yang ada di kota ini. Rumah kami berada di belakang alun-alun kota, memiliki dua lantai, yang mana lantai satu bapak gunakan untuk membuka apotek 24 jam nya dan lantai dua untuk kami tinggali.

Semua yang kini tengah ku jalani benar-benar terasa berbeda. Aku bersyukur dengan apa yang ada sekarang, dan ada sedikit rasa benci pada ibu ku, bukan benci tak suka, tapi aku sedikit kecewa dengannya, saat pertama aku berjumpa dengan bapak, sudah sekian tahun kami berpisah, ternyata ibu yang membuat kami harus terpisah selama ini. Bapak bercerita, sudah lama sekali ia ingin bertemu denganku, namun ibu selalu saja menghalangi.

Dan aku juga baru tahu jika bapak masih mengirimi ibu uang selama ini untuk bekal aku di sekolah. Namun ibu selalu menyimpannya tanpa di berikan kepadaku.

Selamat jalan ibu, semoga kau tenang di sana bersamanya, bersama mas Rudi dan ibu mas Rudi yang ternyata orang suruhan mu.

Aku juga baru tahu jika mas Rudi adalah orang suruhannya ibu ku, orang tua nya mas Rudi adalah teman SMA nya ibu, dan mas Rudi hanya orang yang di suruh oleh ibu untuk selalu menemaniku agar aku tak merasa kesepian di sekolah, agar aku selalu punya cerita lain setiap harinya, agar aku bisa pulang sekolah tanpa harus berjalan kaki. Itulah yang aku tahu dari cerita ibu ketika ia tengah dirawat di rumah sakit jiwa.

Aku masih tak percaya jika ibu mati karena bunuh diri. Namun fakta memang berkata seperti itu. Aku masih ingat betul akan kejadian lima bulan yang lalu di rumahku yang dulu, melihat jenazah ibu yang perutnya penuh dengan luka sayatan. Pak haji tahu betul apa yang terjadi pada ibu ku, melalui rekaman CCTV yang di putar oleh pihak rumah sakit jiwa. Menurut pak Haji ia melihat ibu merobek-robek perutnya sendiri menggunakan garpu, darah segar membasahi sprei rumah sakit yang berwarna putih kala itu. Setelah itu ia menyaksikan ibu seperti tengah mengeluarkan daun-daun kering yang sangat banyak dari perutnya lewat sobekan yang ia buat. Ekspresi ibu sangat merasa kesakitan, dan air mata tak henti-hentinya keluar dari kedua matanya. Aku pun ditawari untuk melihat rekamannya jika aku mau, namun aku menolak, aku yakin tak akan mampu jika harus melihatnya.

Terima kasih ibu telah menghadirkan mas Rudi di kehidupanku yang sempat fana dan menyedihkan. Terima kasih mas Rudi untuk segalanya, semua kemewahan ini, semua kesenangan ini tak akan pernah ada jika kau tak ada, semoga kau tenang di sana ya mas.

Bel pulang telah berbunyi, semua siswa berhamburan, ada salah seorang siswa bernama Reza menawariku untuk pulang bersama.

"Yan, pulang bareng yuk"

"Maaf Za, aku di jemput sama supir pribadiku"

"Ayolah, mau ya, kamu kan bisa telpon supir kamu biar gak jemput kamu, bilang aja di anter temen"

"Mmmmmm lain kali deh ya, bukannya aku gak mau, tapi lain kali aja deh ya"

"Yaudah, kamu janji ya,, nanti aku traktir makan sama nonton deh" Kata Reza dengan tatap penuh harap.

"oke oke, aku janji, kapan-kapan kita pulang bareng ya" Kata ku sambil mengusap pundaknya.

Reza adalah salah satu siswa idola di sekolah ku, dia ganteng, anak basket, motor kawasaki ninja empat tak. banyak wanita bersaing untuk mendapatkannya. Siapa sangka, aku yang tak pernah ikut bersaing malah ditawari pulang bareng dengannya. Begitulah aku saat ini. Begitulah keadaanku sekarang. Bukannya ingin menyombongkan diri, tapi ya inilah kondisiku.

Aku sungguh menikmati kehidupan yang sedang ku jalani ini, semuanya berwarna, semuanya terlihat mudah dan indah, dan semua yang ku inginkan dapat ku raih.

Tak lama mobil sedan keluaran terbaru warna hitam parkir di depan gerbang sekolah. Pintu depannya terbuka, dan aku segera masuk ke dalamnya.

Selama perjalanan dia tak banyak bicara, aku tak bisa melihat indah bola matanya karena terhalang oleh kaca mata hitam yang sedang dia kenakan.

"Mas kamu kenapa diem aja?"

"Aku tahu yang kamu lakukan!!"

"Maksud mu mas??"

"Kamu mau mencoba menghianati aku??"

"Ya ampuuuun, enggak lah mas"

"Lantas tadi siapa, laki-laki yang sedang berbicara dengan kamu??"

"Dia cuma temen doang mas"

Dia masih fokus menatap ke depan, melihat jalanan berlubang yang sedang kami lewati, tanpa sedikit pun menoleh ke arahku. Sepertinya dia marah padaku, nampak dari sikapnya kini. Omongannya ketus, dan dia sama sekali tak melihatku saat kami berbincang, aku sudah faham dengan sikapnya yang seperti ini, dan aku sudah tahu harus berbuat apa.

Aku mengecup pipinya lembut, dan berbisik di telinganya

"Maaf ya mas, tapi cintaku hanya untuk kamu"

Dia masih terlihat marah, dan hal yang pasti aku lakukan setelah ini adalah membelai sesuatu di balik celana bahan berwarna hitam yang sedang dia kenakan. Membelai dan sesekali meremasnya, dia menoleh ke arahku, dia tersenyum, dan berkata "Udah-udah, geli, awas ya kalo kamu sampe macem-macem!!"

"Iya mas, mana mungkin aku mengkhianati kamu!"

"Nanti malem kasih aku lima ronde!!" kata dia sambil tersenyum, dan kemudian dia memberhentikan mobilnya di pinggir jalan, dekat dengan pom bensin.

Dia lalu membuka kaca mata hitamnya, memang karena tempat kami berhenti sekarang  terasa teduh sebab posisinya berada tepat di bawah pohon besar yang rindang  di pinggir jalan, teduh tanpa sorotan matahari yang menyilaukan. Matanya menatap mata ku tajam,

"Kamu ingat kan konsekuensinya mengkhianati aku?"

"Iya mas aku tahu"

"Kamu janji kan gak bakal mengkhianati aku???"

"aku janji mas Rudiiiii......." kataku manja sambil membelai rambutnya.

SUAMIKU GENDERUWO (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang