Kematian Sang Polisi Muda

45.7K 1.8K 163
                                    

"Pak Irfan!!!! kamu merekam semua ini??????? " kata Romi dengan nada yang terdengar buas.

Pak Irfan tidak bicara apa-apa, dia hanya diam dengan wajah yang datar.

"Pak apa yang sudah kamu lakukan??? " kata Romi yang kini beranjak bangkit.

Kemudian pak irfan berlari meninggalkan kami, sedangkan Romi terlihat  kebingungan. Aku sendiri masih terkapar tak berdaya. Romi berjalan kesana kemari, mungkin saja ia sedang berfikir keras, tentang apa yang harus ia lakukan.

Lalu ia menurunkan badannya ke lantai, ia merogoh saku celananya sendiri yang tergeletak di lantai.

"b*ngs*t... kuncinya gak aku bawa lagi " ia bicara dengan nada lirih namun dengan penekanan yang dalam.

Kemudian dia menatap ku tajam, mulutnya seperti ingin mengatakan sesuatu namun tertahan. Hingga beberapa saat kemudian, dia berteriak ke arahku, sambil menunjuk dengan jari kekarnya.

"Diam kamu!!! "

Aku tak mengerti tentang apa yang baru saja ia bicarakan, sedari tadi aku hanya diam tak berkata apa-apa. Bagaimana aku bisa bicara sedangkan mulut ku ia tutup dengan plakban???

"Ooooh kamu suka ya?? akhirnya kamu mau jujur juga, tapi kalo kita melakukannya sekarang, aku bisa dipecat dari kepolisian, sebentar,... sebentar... bagaimana kalo kamu jujur kita berhubungan badan ini karena saling suka, nanti kita bisa melakukan sepuasnya"

Dia diam sejenak sambil masih menatap mata ku.

"Yah baiklah kalo itu mau kamu" kata dia lagi sambil sedikit menyeringai.

Dia mendekati ku, menundukkan badannya, lalu mengecup kening ku, membelai lembut rambut ku, dan aku hanya bisa pasrah tanpa bisa berbuat apa-apa. Namun kini aku melihatnya mulai berlaku aneh.

Dia berdiri sejenak, dan bantal pemberian pak Irfan yang berada tepat di samping ku ia tindih, entah apa yang tengah ia perbuat dengan bantal tersebut, aku tak mengerti, dia menciumi bantal tersebut hingga terlihat basah, mungkin karena ludahnya sendiri.

Romi sudah gila??? batin ku berkata jika sepertinya dia memang sudah tak waras. Aku melihat dengan jelas matanya berkedip tak beraturan, apa sebenarnya yang sedang ia lakukan, namun saat aku menatap raut wajahnya, sepertinya ia sangat menikmatinya.

Peluhnya menetes dari keningnya, urat di lehernya terlihat menegang. Lalu tiba-tiba dia menghentikan ritual gilanya. Kemudian dia kembali berdiri, dan kembali menatap ku, terlihat sepertinya dia sudah mulai kelelahan.

"Kenapa? kamu menikmatinya kan? "

Aku mengangguk, agar ia tak melakukan hal gila tadi pada tubuh ku yang sudah terikat borgol ini, cukup bantal saja yang ia lecehkan.

Wajahnya terlihat berwarna merah padam, dengan peluh yang belum usai kering di keningnya, dia tersenyum lega ke arah ku.

Dan setelah itu..... dalam keadaannya yang telanjang bulat, dia berlari menabrak pintu jeruji besi.

Braaakk braaaak, bukan sekali tapi berkali-kali ia lakukan itu, hingga keningnya terlihat mengeluarkan darah. Aku hanya diam melihat kelakuan gilanya dari sini, apa yang sedang Romi lakukan sebenarnya, dan ia mulai berteriak seperti orang gila.

"Akan ku bunuh kau Irfan!!!! "

Lalu dia memegangi lehernya sendiri, dia jatuh ke lantai, dia masih memegangi lehernya, badannya menggelepar. Dengan suaranya yang berat mungkin karena kerongkongannya yang mulai ia rasakan sesak dia berkata

"Ba... ba.. ba......b*jing*n kau Irfan"

Lalu matanya terpejam, dan ia terkapar tepat di samping ku, dengan lehernya yang terlihat memerah. Apa dia meninggal?? ada apa dengannya???

Kurang lebih satu jam kemudian, pak Irfan datang, ditemani oleh pak Ridwan dan beberapa polisi yang aku belum kenal. Pak Ridwan sangat kaget ketika melihat keadaan di dalam sel. Dia segera memerintahkan anak buahnya untuk segera membuka pintu sel, dan memeriksa keadaan Romi.

"Dia sudah meninggal pak"

Pak Irfan sendiri terlihat kaget.

"Meninggal?? bagaimana bisa?? cepat bantu Maryani, lepaskan borgolnya" kata pak Ridwan yang menunjuk ke arah ku.

Pak Irfan datang membantu ku, dia melepas borgol dengan kunci yang dia ambil dari saku celananya, lalu dia melihat ke arah bantal yang masih basah oleh cairan milik Romi. Dia mencoleknya, dan menciumnya.

"Pak ini sperma, sepertinya Romi benar-benar sudah memperkosanya"

Aku masih diam, karena mulut ku masih tertutup plakban cokelat.

Aku dibantu pak Irfan bangkit, dan menyuruh ku untuk merapikan baju dan celana yang sudah hampir terlepas, ketika aku berdiri, aku sadar jika wajah Romi sudah dipenuhi oleh darahnya sendiri yang keluar dari keningnya, darahnya masih terlihat segar. Hal pertama yang aku ucapkan setelah plakban yang menempel di bibirbku di buka adalah perihal ibu.

"Pak,, dimana ibu ku??? "

Ingin sekali aku memeluk ibu, kejadian demi kejadian ini begitu berat untuk aku lalui. nafas ku terasa sangat sesak, mungkin karena shock, dan pandangan ku mulai terlihat kabur. Aku tak sadarkan diri.

***

Aku tersadar, entah berapa lama aku tak sadarkan diri, aku tak tahu. Jarum infus sudah menancap di pergelangan tangan ku. Aku tahu ini bangunan sebuah rumah sakit. Keadaan di sini sepi, hanya televisi yang menggantung di atas dinding yang terdengar suaranya, menyiarkan iklan komersil sebuah produk shampoo anti ketombe. Jam yang menempel di dinding menunjukan pukul 07.15, entah pagi hari atau malam.

Selama aku tak sadar, aku selalu bermimpi, ya mimpi yang setiap saat aku lalui, seolah-olah itu nyata terjadi. bukan hanya sekali, tapi berkali-kali mimpi itu datang, dan setelah mimpi itu usai, aku seperti pergi tertidur kembali, aku selalu bermimpi berhubungan suami istri dengan mas Rudi.

Aku tahu dia masih ada di sini, dia selalu mengawasi ku, menjaga ku, dan mendekap ku begitulah batin ku mencoba menerka.

Aku masih diam menatap langit-langit, sambil masih memikirkan mimpi selama aku tak sadarkan diri, tiba-tiba aku teringat tentang ibu, apa yang terjadi dengan ibu???? apa dia baik-baik saja???

"Tolooong, siapa pun, tolong, buuuuuu, paaaaak" Aku mencoba memanggil siapapun untuk ku tanyai tentang kondisi ibu yang aku tak tahu ada di mana.

Lalu pintu yang ada di hadapanku terbuka, dia masuk, berjalan perlahan, dan duduk di atas kursi yang berada di samping ranjang yang sedang aku pakai untuk berbaring.

"Kamu sudah sadar ya"

"Mas Rudi??? "

Dia hanya tersenyum, tak perlu waktu lama dia naik ke atas ranjang tempat dimana aku berbaring saat ini, dan ia kembali melakukannya lagi.

Setelah itu semua usai, aku sangat merasakan kelelahan, hingga membuat aku tertidur. Dan hal terakhir yang aku ingat sebelum aku tertidur, dia mengatakan hal serupa yang dulu pernah ia katakan, dan sering pula ia katakan dalam mimpi-mimpi ku ketika ia sudah selesai dalam permainannya.

"Terima kasih dek" katanya, sambil menyimpan amplop berwarna putih ke bawah bantal yang aku pakai.

***

Aku kembali tersadar, entah sudah berapa hari aku tak sadarkan diri aku tak tahu. Jarum infus masih menempel di pergelangan tangan ku. Aku masih terbaring di sini di rumah sakit ini, terjebak dalam mimpi dan realita, dan mimpi itu tentang aku yang selalu ia CUMBUI.

Apa persetubuhan kami yang sebelumnya juga hanya mimpi?? aku tak tahu.

Aku mencoba untuk bangun dari ranjang, mengangkat bantal yang selama ini aku jadikan alas kepala, dan aku melihat tumpukan amplop putih, begitu banyak berserakan.

Jadi selama itu kah aku tak sadarkan diri??

"TERIMA KASIH JUGA MAS RUDI"

SUAMIKU GENDERUWO (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang