Kembalinya mas Rudi

4.9K 335 26
                                    

Aku sudah berada di dalam kamar tidur,di luar sedang turun hujan, jendela kamar yang memang sengaja ku buka menghembuskan udara yang cukup dingin. Sore yang seperti ini, lagi-lagi mampu memapah ku, untuk kemudian membuat ku terpaksa terjun ke dalam lamunan, siluet peristiwa silam berjajar di pelupuk mata.

Waktu itu ketika sore, persis seperti sore ini yang sedang turun hujan, disaat semua orang yang hadir di pemakaman ibu mulai satu persatu meninggalkan area pemakaman, hingga yang tersisa tinggalah aku dan mbak Suci, kami berpayung hitam bersama, pak Haji, kak Shanti, seorang pemuda yang tak ku kenal namanya saat itu, serta dua orang perwakilan dari pihak rumah sakit jiwa dan satu orang polisi muda.

Pak polisi muda tersebut serta perwakilan dari pihak rumah sakit pun lalu berpamitan kepadaku, saat bersalaman masing-masing dari mereka memberikan aku sebuah amplop, sembari menyampaikan rasa bela sungkawa yang menurutku alakadarnya. Tapi aku patut memberikan sedikit ucapan terima kasih pada mereka untuk amplopnya.

hujan masih belum reda, sementara waktu maghrib sepertinya sebentar lagi tiba, kami yang tersisa meninggalkan pusara dengan rasa yang mungkin berbeda-beda di hati. Sepanjang jalan mbak Suci merangkul bahu ini yang gemetar karena hawa dingin yang menyelimuti area pemakaman, jalanan setapak yang baru saja kami lewati lambat laun semakin buram dipandang karena terselimuti kabut.

"Sampai di rumah kita beli bakso yuk! "

Suara kak Shanti memecah kesunyian.

"Kamu makan mulu yang dipikirin" timpal pak Haji.

Kak Shanti tidak balik menimpali, dia hanya cengengesan.

"Suci gandengan mulu dari tadi sama Yani mirip truk gandengan" kata dia dengan nada yang sedikit ketus. Aku tahu dia hanya bermaksud bercanda, mungkin dia mau menghibur diriku saat ini.

"Gak lucu ya Yun!! " kata mbak Suci dengan nada yang sedikit jengkel. Entah nama aslinya Yuni atau siapa aku tak tahu, tapi mbak Suci selalu manggil kak Shanti dengan panggilan Yun.

Aku hanya bisa tersenyum melihat tingkah polah mereka, sementara pak Haji sedang berbincang dengan salah seorang pemuda yang tersisa tadi di belakang kami.

Akhirnya kami tiba di ujung jalan setapak, jalan aspal sudah terlihat dari bawah sini, hujan sudah mulai sedikit reda, menyisakan kilatan cahaya yang sesekali muncul di langit yang hampir gelap.

Di pinggir jalan nampak terparkir sebuah mobil sedan berwarna hitam, dan di sampingnya berdiri dua orang laki-laki, yang salah satunya sepertinya aku kenal. Pak Haji yang berjalan di belakangku menghentikan langkahku, dengan memegangi pundak ku erat. Aku menoleh ke arahnya.

"kamu tunggu di sini" nada yang keluar dari mulut pak Haji terdengar bergetar, seolah dia mendeteksi jika marabahaya ada di depan kami saat ini. Aku mengangguk menuruti perintah pak Haji.

Dia sedikit berjalan kencang ke depan, untuk menghampiri dua orang yang ada di depan kami ini. Payung yang pak Haji pegangi hampir saja terlepas karena tiupan angin yang cukup kencang. Dari sini terlihat mereka bersalaman lalu sepertinya terjadi adu mulut di antara pak Haji dan laki-laki tua yang memakai payung berwarna hitam. Dari sini juga terlihat laki-laki yang satunya tak memakai payung, sekujur tubuhnya basah, si laki-laki tak memakai payung tersebut kemudian mendekati pak Haji dan memegangi pundak pak Haji, pak Haji seketika menundukkan pandangannya.

Pak haji melambaikan tangannya ke arah kami, dan kami kembali melanjutkan perjalanan yang sempat terhenti.

"Maryani..." kata laki-laki tua yang sedang memegangi payung.

"Bapak??? benarkah ini bapak?? "

Aku melihat pak Haji menganggukkan kepalanya, namun dari raut wajahnya nampak seperti ia tengah merasakan sedih, entah sedih atau takut aku tak tahu.

"Iya nak, ini bapak" segera ia melepaskan payungnya dan kemudian memeluk tubuh ku dengan erat.

Aku tak tahu harus berkata apa, namun tak terasa air mata akhirnya menetes jua.

Kami pulang bersama-sama dengan bapak berjalan kaki, sementara mobil sedan sudah melaju terlebih dahulu dengan dikendarai laki-laki kekar yang badannya basah kuyup.

Sepanjang jalan bapak menanyaiku banyak hal, dan bapak juga bilang jika bapak baru saja sampai karena bapak terjebak macet.

"Bapak gak ke kuburan ibu dulu? " tanya ku sedikit penasaran.

"Bapak besok pagi aja ya ke sananya sama mas Tarto supir bapak yang tadi, sudah mau maghrib juga, pamali"

Kami berbincang berdua, sementara yang lain hanya diam membisu, dan kak Shanti sesekali berbisik ke telinga mbak Suci.

Kami sudah tiba di depan rumah ku, namun tak ada satu pun orang yang menyambut.

"Kamu masuk duluan, istirahat dulu ya, bapak masih ada urusan dengan pak Haji, bapak mau ngomongin untuk acara tahlilan ibumu nanti" kata bapak kepada ku.

"Suci sama Shanti ikut bapak pulang ke rumah ya, buat bantu-bantu di rumah" kata pak Haji pada mbak Suci dan kak Shanti. Kak Shanti tersenyum seraya menganggukkan kepalanya. Lalu pak Haji berkata juga kepada ku "Yan, Suci bapak bawa dulu, kamu sendiri dulu gapapa kan? "

"Iya gapapa pak Haji"

"Mbak makasih ya udah nemenin aku" kata ku juga pada mbak Suci. Mbak Suci kemudian memeluk tubuhku, dan kak Shanti pun memeluk tubuh kami berdua.

"Bapak tinggal dulu ya nak, kamu tunggu saja di rumah, tunggu sampai bapak pulang!" kata bapak sambil mengusap rambutku. Jujur aku sedikit canggung, mungkin karena sudah lama kami tak berjumpa.

Mereka semua kemudian pergi meninggalkan ku, aku masuk ke dalam rumah seorang diri.

Adzan isya sudah berkumandang, namun bapak masih belum juga pulang. Tak lama suara mobil terdengar dari luar, dan saat aku mengintip lewat gordyn jendela depan rumah, itu mobil bapak, seseorang keluar dari dalam mobil. Dari balik gordyn aku melihat dengan jelas, dia mas Rudi yang keluar dari sana..... Ya mas Rudi yang aku kenal.

SUAMIKU GENDERUWO (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang