01. Apa kabar Indonesia?

4.9K 1.3K 87
                                    

"Jika karyamu ingin di hargai, maka hargailah karya orang lain."
~©Balveer~
________________

Tahun baru telah dimulai. Pesta rakyat paling meriah telah datang. Kembang api membombardir langit tadi malam. Membuat semua khalayak keluar dari rumah, karena ingin melihatnya.

Tidak jarang dari mereka yang rela merogoh kocek hingga ratusan ribu hanya untuk memeriahkannya.

Semua pelajar, dari mulai SD, SMP, SMA sampai mahasiswa, mereka sangat senang hari ini. Ya, karena hari ini hari libur seluruh dunia.

Seluruh para pekerja, mulai dari pegawai negeri, hingga pegawai honorer. Kali ini mereka berhak mendapatkan kebebasan waktu, entah ke pantai atau menghabiskan waktu dengan keluarga di rumah. Semua, terserah mereka.

Agat, Dito, dan Oscar-mereka lebih memilih menikmati tahun baru kali ini di rumah, bersama keluarga.

Berbeda dengan Galan, di hari libur seperti ini, ia akan memilih membantu ayahnya bekerja.

Kalian tahu apa pekerjaan ayahnya?

Jika kalian menilai Ibu Kota adalah Kota Metropolitan, kalian benar. Akan tetapi, apakah semua orang di Kota itu kaya?

Tentu tidak.

Ayahnya bukan pembisnis, pedagang ataupun guru. Bukan. Dia hanya seorang pemulung jalanan yang sering menjadi berita di televisi.

Terkadang melihat wajah kriput dan tubuh rentanya, Galan ingin berhenti sekolah. Hanya untuk Membantu ayahnya.

Tapi apa yang selalu ayah katakan?

"Jangan pernah berpikiran putus sekolah, apa kau mau seperti Ayahmu?"

Galan menggeleng.

Pernah dulu waktu kecil, ia menyanggah perkataan ayahnya satu kali, "tetapi, apakah dengan sekolah menjamin kesuksesanku, Yah?"

Ayahnya tersenyum kecil, kemudian menjawab pertanyaannya. "Jika kau dari kecil tidak belajar abjad huruf, apakah kau bisa membaca sekarang?" Ayah bertanya balik.

Galan diam. Berpikir sejenak, lalu menjawab, "belajar sendiri 'kan bisa."

Ayah menghembuskan nafas pelan. Ia memandangi Galan penuh kasih. "Jika Presiden Habibie tidak sekolah, apakah ia bisa membuat teori keseimbangan pesawat?" Ayahnya tahu kalau anaknya ini mengidolakan Bapak Presiden BJ. Habibie, makanya setiap kali pertanyaan itu muncul-ayah selalu bisa mengelaknya.

"Belajar sendiri mungkin bisa. Tapi coba bandingkan kesuksesan orang yang berpendidikan dengan orang yang tidak pernah mengeyam bangku sekolah-seperti Ayah misalnya, beda jauh bukan?" lanjut ayah.

"Terkadang, apa yang kita inginkan-tidak selalu berbuah baik untuk kita. Justru sebaliknya, yang menyakitkanlah yang akan mengajari kita untuk hidup."

"Ingat, Lan. Jangan sampai kau seperti Ayahmu."

Galan mengangguk kecil. Mulai saat itu Galan belajar dengan kukuh, setiap ulangan semester pasti dialah yang menjadi peringkat pertama.

Itulah yang membuat dirinya bisa sekolah di SMA favorite Ibu Kota.

Pak Gun---Sang Kepala Sekolah SMA Pelopor, menemukan Galan ketika lulus SMP.

Kala itu Pak Gun sedang naik motor bebeknya, tidak sengaja ia melihat Galan sedang jalan kaki bersama Ayahnya di trotoar.

Dengan piala di tangannya-membuat guru itu terpikat untuk mendekat.

Pak Gun memutuskan menghampiri, bersalaman-sekedar basa-basi, mereka akhirnya berkenalan.

Bangkitnya Sang Pusaka (Completed)Where stories live. Discover now