16. Tidak ada alasan untuk menyerah

1.9K 774 30
                                    

Sesaat sekolah memang terlihat kosong, tapi sebetulnya-di dalam kantin-banyak anak sekolah yang belum pulang.

Ada Raka juga di dalam sana. Ia tengah merayakan kembalinya dari sekolah setelah satu minggu keluar kota-karena neneknya meninggal.

Ia tidak tahu kalau Galan baru saja keluar dari ruang kepala sekolah. Jikalau tahu, boleh jadi ia akan mengantarnkan Galan pulang, membatalkan perayaan ini. Atau malah mengajaknya sekalian.

Perayaan kecil yang hanya sekadar traktiran makan siang ini dimeriahkan oleh Oscar, Agat, dan Dito.

"Cak!" Raka melambaikan tangan, berseru memanggil Cak Mamat.

Tanpa dipanggil dua kali, Cak Mamat bergegas mendekat, mendatangi meja mereka.

"Mau pesan apa, kalian?" Raka sebagai penanggung jawab langsung menawarkan.

Ketiganya terdiam, saling pandang-menunggu jawaban satu sama lain.

"Bebas, nih?" Dito tersenyum tengil, kalau ditawari bebas-dia pasti akan pesan dua mangkuk mie ayam, satu mangkuk bakso, dan satu gelas es campur.

"Bebas, terserah. Aku yang tanggung." Raka menjawab mantap.

Dito nyengir lebar, meremas jarinya. "Oke, aku pesan mie ayam dua mangkuk, bakso satu mangkuk tanpa mie, es jeruk dan-satu lagi--"

Eh, belum selesai? Ketiga temannya melongo, dibuat heran dengan pesanannya yang begitu banyak. Saking banyaknya Cak Mamat pun ikut tercengang.

"Kenapa kalian, bengong begitu, heh?" Dito menghentikan penyebutan pesanannya.

Jelas mereka kagetlah. Siapa juga yang kuat makan begitu banyak makanan sekaligus?

"Memang muat itu perut?" Celetuk Oscar.

"Muatlah. Selagi makanan itu gratis, kapan lagi coba?" Dito menimpali sambil cengengesan tanpa dosa.

"Ada-ada saja kau ini." Agat menepuk jidatnya, lucu. Temannya satu ini kalau soal makan memang nomor satu.

Mereka beralih pandang ke arah Raka, takutnya duitnya cuma pas-pasan.

"Pesanlah yang banyak, To. Aku tidak melarangmu. Tapi, kalau tiap hari seperti ini bisa-bisa bangkrut aku." Raka menanggapi. Yang lain terkekeh.

Dari ketiga temannya memang Dito lah yang paling banyak makan. Jadi tidak heran.

Setelah pesanan Dito, Raka, Oscar dan Agat menyebutkan pesanannya. Mereka memesan satu mangkuk mie ayam, dan segelas es jeruk. Mereka juga memesan Snack.

Cak Mamat mencatatnya di selembar kertas. Lalu mengacungkan jempolnya. "Siap! Tunggu lima menit, tidak akan lama." Mereka mengangguk kecil. Cak Mamat kembali ke belakang, menyiapkan semuanya.

"Dengar-dengar, kau tadi habis berantem sama Rey?" Agat menanyakan kejadian tadi waktu istirahat. Ia sedang di kantin, tidak ada di sana.

"Seperti yang kalian tahu, dari dulu aku tidak suka acara kekerasan. Tapi, entah kenapa kebetulan tadi pagi aku tidak sengaja melihat si biang kerok itu membuat ulah lagi," Raka menjelaskan. Di balik sifat emosionalnya, ia memang tidak suka kekerasan. Tapi, entah kenapa-tadi pagi emosinya tidak bisa dibendung saking kesalnya.

Ketiga temannya menyimak cerita Raka, sembari memakan snack.

"Tapi sebagai gantinya, Pak Gun memberi hukuman kepadaku dan Rey." Raka bercerita sesantai mungkin.

"Apa hukumannya?" Oscar menyahut tidak sabaran.

"Membersihkan toilet tujuh hari--" Oscar hampir tersendak ingin ketawa, tapi batal. Dito menginjak kakinya.

Bangkitnya Sang Pusaka (Completed)Where stories live. Discover now