29. H-4

1.2K 643 21
                                    

Di lapangan hijau, deretan manusia berbaris penuh siaga. Senyumnya mengembang bagai pelangi. Sorot matanya tak berkedip.

Mereka baru saja dibentuk untuk selalu menanam senyum di bibirnya. Tanpa menampakkan sedikitpun wajah lesu maupun lelah.

Memasuki hari ke empat ini, para senior semakin gencar menyeleksi para calon penerusnya. Siapa yang main-main, lihat saja—langsung dicoret namanya.

"Ini belumlah latihan yang sebenarnya, ini baru tahap penyeleksian," Kata Ferdy, salah satu dari senior mereka.

Tidak ada yang mengganguk, menoleh, atau protes. Hanya mendengar yang diperbolehkan.

Setelah jogging, dan berbagai varian pemanasan---Ferdy mengambil alih pasukan. Ia bersama dua orang senior lainnya yang bertugas memegang kendali juniornya pagi ini.

Ferdy ingin menjajal materi PBB yang telah di berikan. Seberapa kuat konsentrasi mereka kali ini. Sebab, mereka akan di acak barisannya. Kali ini mereka digabung dalam satu pasukan---tidak dikelompokan seperti kemarin.

Ada sekitar lima puluh orang yang masih berdiri kokoh di sini. Berjajar menjadi empat barisan.

Ferdy membentuk barisan acak. Membolak-balik badan juniornya. Sesuka hatinya.

Dalam hitungan detik posisi mereka sudah berubah. Ada yang menghadap timur, barat, utara bahkan selatan.

Di sinilah penyortiran calon yang selanjutnya akan berlangsung. Dengan letak seperti ini, mereka diharuskan untuk benar-benar fokus ke pikiran.

"Fokuskan pikiran kalian, jangan berfikir kemana-mana. Jika tidak fokus, konsentrasi kalian akan buyar!" Ferdy berseru mengingatkan.

Dua pelatih lainnya ikut membantu mengawasi. Jika mereka melakukan kesalahan---setiap kesalahannya akan di tulis di buku jurnal. Dan jika tiga kali melakukan kesalahan, berarti siap untuk di keluarkan.

Tidak ada penambahan materi atau yang lainnya, latihan pagi ini hanya fokus pada kematangan PBB. Tiga kali salah, silahkan angkat kaki dari organisasi ini.

Di antara PBB statis dan PBB dinamis, kebanyakan dari mereka salah menggarap kefokusan pada PBB dinamis. Pasalnya, PBB dinamis bukan gerak di tempat.

Jika tidak bisa, ya jangan harap bisa lolos ke seleksi selanjutnya.

"Fisik memang perlu. Namun, kefokusan kalian adalah kunci utama seberapa sanggup kalian mengemban tugas yang bakal diberikan!" Ferdy mengingkatkan, sembari mengawasi setiap gerakan kaki para juniornya.

Dalam waktu empat puluh lima menit, ada lebih dari sepuluh orang yang namanya telah dicoret dari daftar calon anggota.

Jika sudah tercoret, tidak ada yang bisa protes---karena semua itu kebijakan dari pelatih.

"Jangan ada yang curi-curi!" Salah satu pelatih berseru.

Yuri langsung terkesiap, nampaknya ada pelatih  yang mengawasinya dari belakang. Ia memang curi-curi, dengan cara mengangkat kakinya tidak terlalu tinggi.

"Haluan kanan ... Grak!"

Jarak antar banjar berantakan kesana kemari bak anak ayam.

"Balik kanan, berhenti ... grak!"

Persis saat mereka membalikan badan. Agat berpapasan dengan Yuri, Galan bersebelahan dengan dengan Agat.

Senyum Yuri seketika mengembang mendapati Agat yang berhadapan dengannya. Tapi, Agat sebaliknya—ia justru membuang pandangan walaupun matanya menatap kedepan.

"Kenapa juga aku harus berhadapan dengan orang ini." Agat menggerutu dalam hati. Tetap membuang pandang.

Pelatih meracau, mengata-ngatai barisan mereka kayak ceker ayam. Memang benar, apalagi Yuri—barisannya bahkan seperti ombak pantai.

"Hei, dengarkan! Bagaimana kalian akan mengibarkan bendera jika baris saja tidak bisa!" Ferdy meluruskan mereka dengan cara menendangkan kakinya, biar jera—latihan hampir satu minggu tidak ada hasilnya.

Setelah semuanya kembali lurus, ia kembali berseru—memberi perintah jalan ditempat.

Yuri yang berhadapan dengan Agat bergumam kecil. "Gampang, hanya PBB anak kecil juga bisa." Ia berdecak, remeh.

Para pelatih terus mondar-mandir, mengelilingi mereka sembari mencoret nama-nama yang tidak becus dalam latihan.

"Balik kanan. Berhenti ... grak!"

Yuri yang tengah melamun, sontak panik kebingungan. Ia memutar badannya dengan gugup. Galan dan Agat melihat kesalahan gerakan Yuri, entah kalau pelatih.

Yuri tertegun, wajahnya pucat pasi. "Duhh ... Bagaimana ini!" Ia menguatkan badannya. melirik pelatih-pelatih yang berkeliaran, berharap tidak ada pelatih yang tahu.

***

Bel berbunyi, latihan selesai. Sebanyak dua belas orang tereliminasi dilatihan tadi. Sangat mengecewakan. Tapi itulah takdir, tidak ada yang bisa menolak.

Para senior tidak habis-habisnya memberi pencerahan agar selalu menjaga stamina tubuh, jangan tidur terlalu malam dan lain sebagainya. Tidak ada yang lain, selalu saja saran itu yang diucapkan.

Begitu dibubarkan mereka langsung bergegas mengambil langkah menuju kelas.

"Huft, hampir saja keseleksi." Yuri mengeluarkan puh pelan. Mengusap dahinya yang berkeringat.

Teman-temannya saling pandang. "Memang tadi--" spontan tangan Yuri menutup mulut temannya itu. Ada Galan dan kawananya di belakang. Takutnya nanti Galan lapor lagi ke pelatih.

Galan mendengar perkataan itu, ia dapat membaca ekspresi ketakutan Yuri di depannya. "Sudahlah, mending jujur. Daripada berhasil, tapi hasil kecurangan." Galan sengaja memanas-manasi Yuri.

Yuri menggeram kesal, namun cepat-cepat ia hilangkan. Sebab, ini bukan waktunya berdebat. Bisa-bisa nanti pelatih tahu kalau dia melakukan kesalahan.

"Diam tanda tak mampu,"

Kali ini sindiran Galan benar-benar membuat Yuri naik pitam. Namun, lagi-lagi Yuri diam. Sebisa mungkin ia mengontrol emosi, menahannya sekuat mungkin. Jika emosinya pecah bisa-bisa dia dikeluarkan saat ini juga.

Galan memang muak dengan Yuri, mengolok-oloknya miskin, tidak tahu dirilah bahkan mengumpatnya dengan perkataan kotor—tapi tidak mungkin 'kan kalau laki-laki seperti Galan berkelahi sama perempuan. Yang ada, Galanlah yang malu.

Jadi biarkan saja. Biarkan ejekan orang-orang yang membencimu akan menjadi tepuk tangan meriah nantinya.

***

Bangkitnya Sang Pusaka (Completed)Where stories live. Discover now